Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fariz Muriyadi
"Walaupun sudah digunakan sejak tahun 1893, biodiesel masih menyisakan banyak permasalahan yang harus diatasi agar dapat sepenuhnya dapat menggantikan petroleum diesel dari minyak bumi tanpa mengurangi nilai guna dari mesinnya. Penelitian yang sudah ada menunjukan bahwa dari sisi BHP dan emisi tidak terjadi perubahan yang cukup signifikan dengan pemakaian bahan bakar alternatif ini, akan tetapi salah satu masalah yang cukup signifikan adalah pertumbuhan deposit yang lebih tinggi.
Melalui penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, pertumbuhan deposit ini terbukti menghasilkan banyak masalah yang akhirnya bisa menurunkan performa mesin, sehingga dibutuhkan pengujian endurance untuk mengetahui seberapa besar pengaruh biodiesel terhadap daya tahan kerja mesin.
Riset ini membandingkan B7,5 dan B50 dalam sisi pertumbuhan deposit, komposisi deposit, serta efek deposit terhadap kualitas kerja mesin. Hasil menunjukan bahwa biodiesel menghasilkan deposit yang lebih banyak, akan tetapi belum menunjukan penurunan performa yang berarti dalam pengujian endurance 200 jam.
......Although has been used since 1893, biodiesel still leaves behind many troubles that must be overcame, so it can replace diesel from petroleum without reducing utility value of the engine. Existing research shows that there is no significant change to BHP and the emission using this alternative fuel, but there is one significant problem where deposit growth higher. Deposit growth is proven giving a lot of problems that can decrease engine performance, so endurance testing is needed to determine how much the influence of biodiesel to engine working durability. This research compares deposit growth, deposit composition, and deposit effect between B7,5 and B50 to quality of engine working. Results shows that biodiesel produce more deposits, but has not shown significant performance decreasing in 200 hours endurance testing."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35175
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fariz Muriyadi
"Ignition merupakan salah satu faktor agar motor bakar mempunyai efisiensi yang tinggi. Ignition yang baik diberikan pada timing yang tepat agar pembakaran campuran bahan bakar dan udara di ruang bakar berlangsung sempurna. Penelitian ini memberikan salah satu solusi peningkatan efisiensi motor bakar dengan menerapkan sequential dual ignition pada satu ruang bakar. Ignition timing dua buah busi diatur secara mandiri untuk dibandingkan hasil pembakarannya. Busi primer dipertahankan pada ignition timing 16o sebelum TMA, sementara busi sekunder divariasikan pada ignition timing 13 o,14 o,15 o,16 o,17 o,18 o,19 o sebelum TMA yang nantinya akan disebut sebagai variasi 1 hingga 7.
Variasi ini menghasilkan kadar emisi sebagai berikut : 1,67%, 1,86%, 1,99%, 2%, 2%, 2%,2%, 1,56% CO, 2,16%, 2,13%, 2,36%, 2,25%, 2,46%, 2,57%, 2,61% CO2, 260 ppm, 235 ppm, 317 ppm, 246 ppm, 264 ppm, 241 ppm, 184 ppm HC, serta 16,58%, 16,37%, 16,43%, 16,26%, 16,2%, 16,1%, 16,25% O2. Jika dibandingkan dengan emisi busi tunggal yang berkadar 1,65% CO, 2,1% CO2, 178 ppm HC, dan 16,5% O2, maka sequential dual ignition menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna karena menghasilkan CO2 yang lebih banyak dan O2 yang lebih sedikit. Sementara perubahan power kendaraan jika dibandingkan busi tunggal adalah sebagai berikut : -0,41%, -0,43 %, -0,41%, 0%, -0,84%, +0,37%, 0%. Maka disimpulkan kinerja motor bakar empat langkah yang diberikan sequential dual ignition menjadi lebih baik dalam segi emisi dan power serta mencapai optimal pada pengaturan 16o sebelum TMA pada busi primer dan 18o sebelum TMA pada busi kanan.
......Ignition is one factor that has a combustion efficiency. Ignition timing is good given the right to burn the fuel and air mixture in the combustion chamber is complete. This study provides one solution to increase combustion efficiency by implementing a dual sequential ignition in a combustion chamber. Ignition timing is set two plugs independently to compare the results of combustion. The primary spark plug ignition timing is maintained at 16o before TDC, while the secondary spark ignition timing was varied at 13 o, 14 o, 15 o, 16 o, 17 o, 18 o, 19 o before TDC which will be referred to as a variation of 1 to 7.
These variations result in emission levels as follows: 1.67%, 1.86%, 1.99%, 2%, 2%, 2%, 2%, 1.56% CO, 2.16%, 2.13% , 2.36%, 2.25%, 2.46%, 2.57%, 2.61% CO2, 260 ppm, 235 ppm, 317 ppm, 246 ppm, 264 ppm, 241 ppm, 184 ppm HC, and 16.58%, 16.37%, 16.43%, 16.26%, 16.2%, 16.1%, 16.25% O2. When compared with single spark emission yield of 1.65% CO, 2.1% CO2, 178 ppm HC, and 16.5% O2, then the dual sequential ignition combustion is more complete because it produces more CO2 and more O2 slightly. While the change in vehicle power when compared to a single spark plug is as follows: -0.41%, -0.43%, -0.41%, 0%, -0.84%, +0.37%, 0%. Performance of four stroke internal combustion engine, we conclude that given sequential dual ignition for the better in terms of emissions and achieve the optimal power settings and 16o before TDC on the primary spark plugs and spark plug 18o before TDC on the right."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42977
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library