Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Feranindhya Agiananda
"Latar Belakang: Keluarga, sebagai caregiver, memiliki peran yang besar dalam penatalaksanaan penderita skizofrenia. Namun, dalam melakukannya banyak hal yang mungkin timbul dan akan berpengaruh dalam kualitas perawatan yang diberikan. Beban yang dirasakan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan sumber daya yang dimiliki, semuanya berpengaruh pada kualitas perawatan yang diberikan oleh keluarga terhadap penderita skizofrenia.
Obyektif: Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap dan mendalam mengenai beban, kebutuhan, dan sumber daya yang dimiliki keluarga dalam melakukan perawatan terhadap penderita skizofrenia.
Metode: Dilakukan studi kasus pada empat keluarga yang merawat penderita skizofrenia yang berobat di RS Dr. Cipto Mangunkusumo. Sampel diambil secara purposif dengan karakteristik lamanya menderita skizofrenia (akut: kurang atau sama dengan dua tahun dan kronis: lebih dari dua tahun), posisi penderita terhadap caregiver utama, tingkat sosial ekonomi, dan jenis kelamin. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam bentuk semi terstruktur sebagai metode utama dan observasi sebagai metode penunjang sebanyak tiga kali dengan selang waktu selama satu bulan.
Hasil: Semua responden dalam penelitian ini mengalami beban yang berat dalam merawat anggota keluarganya yang menderita skizofrenia. Beratnya beban yang dirasakan dipengaruhi oleh faktor perjalanan penyakit penderita skizofrenia, ekspresi emosi dan karakter caregiver, stigma, pengetahuan caregiver terhadap penyakit, kemudahan akses ke pelayanan kesehatan, sumber daya yang dimiliki oleh caregiver, baik berupa dukungan sosial maupun finansial, posisi penderita terhadap caregiver utama dalam keluarga, dan budaya. Kebutuhan yang belum terpenuhi adalah kebutuhan akan perbaikan kesehatan (perubahan atau perbaikan gejala penderita skizofrenia), kebutuhan akan pelayanan kesehatan mental (adanya pertemuan kelompok penderita dan pelatihan keterampilan kerja, sharing groups bagi caregiver, obat murah/generik, pelayanan yang kontinu, mendapat pelayanan yang ramah dan bersahabat dari petugas kesehatan di tempat berobat), dan kebutuhan akan tindakan aktif dari pekerja kesehatan (informasi seputar skizofrenia, dilibatkannya penderita dalam perencanaan pengobatan, terapis merencanakan terapi yang sesuai dengan kebutuhan penderita dan selalu mengevaluasi hasil pengobatannya, serta membantu menjembatani masalah keluarga sehubungan dengan perawatan penderita).
Simpulan: Caregiver penderita skizofrenia mengalami beban yang berat dalam melakukan perawatan. Banyaknya kebutuhan yang belum terpenuhi ikut memperberat beban yang dirasakan para caregiver. Diperlukan tindakan aktif dari pekerja kesehatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut agar beban yang dirasakan dapat berkurang dan kualitas perawatan yang diberikan menjadi optimal.

Background: Family as a caregiver has an important role in faking care of patient with schizophrenia. However, a lot of problem might come into sight While carrying out those tasks which could influencing the quality of caring. The experienced burdens, unfulfilled needs, along with limited resources would shape the quality of caring which been given to patient with schizophrenia by the family.
Objective: To obtains the complete and deep-rooted picture about burden, need and resource owned by the family in raking care of patient with schizophrenia.
Method: The case study was performed in four families who took care of schizophrenia patient from Cipto Mangunkusumo General Hospital. The sample was taken purposively with duration of sickness (acute: from 2 years and below and chronic: more than 2 years), the patient position to the main caregiver, socioeconomic level, and gender as their characteristics. The data were obtained with semi-structured - in depth interview as its core method and observation as its complementary method which were repeated 3 times with I month interval in between.
Results: All respondents in this research were experiencing serious burden in taking care their family member who suffered from schizophrenia. The burden intensity which experienced was influenced by the course of illness, emotional expression and caregiver's character, stigma, caregiver?s knowledge about the illness, accessibility of the mental health care, caregiver's resources (social and financial support), patient's position to the main caregiver, and culture. The unfulfilled needs are the needs for health improvement (alteration or reduction of schizophrenia's symptoms), the needs for mental health care (schizophrenia patient group meeting and occupational [raining, sharing groups for caregiver, low price drugs, continual treatment, friendly and cozy health provider, and the needs for dynamic treatment from the health worker (recent information about schizophrenia, involving the patient into their treatment plan, regular evaluation of the treatment result by the physician and treatment planning according to die patient 's needs)
Conclusions: Caregiver of the patient with schizophrenia has a serious burden in performing their work. The unfulfilled needs also make the caregiver?s burden even heavier. Health worker should be more active in satisfying caregiver's needs in order to reduce their burden and optimizing their service quality.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feranindhya Agiananda
"Menikah dan memiliki keturunan merupakan sebuah fase penting dalam siklus kehidupan. Apabila kehamilan tak kunjung terjadi setelah dua belas bulan berhubungan teratur tanpa pengaman, maka disebut sebagai infertilitas. Fertilisasi in vitro (FIV) dilakukan saat metode lain telah mengalami kegagalan, namun tahapan yang dilalui memberikan stres bagi yang menjalaninya. Melihat kompleksitas permasalahan, perlu untuk dikembangkan model pendampingan, berupa Terapi Kognitif Perilaku (TKP). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas TKP dalam memperbaiki faktor psiko-neuro-endokrin.
Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu uji face validity dan studi eksperimental berupa uji klinis tersamar ganda. Penelitian dilakukan di Klinik Infertilitas Yasmin RSCM dan Klinik Dr Sander B Daya Medika. Waktu penelitian adalah bulan Mei 2016 – Maret 2023. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan penilaian selama prosedur FIV, meliputi kecemasan, depresi, serta kadar hormonal berupa kortisol, norepinefrin, triiodotironin bebas (fT3), estradiol, dan progesteron. Interaksi antara kelompok intervensi dan waktu pengukuran terhadap variabel dianalisis dengan menggunakan mixed-model repeated measure ANOVA dan analisis post-hoc menggunakan uji t tidak berpasangan pada setiap pengukuran.
Analisis akhir melibatkan 75 subjek, terdiri dari 38 subjek kelompok kontrol dan 37 subjek kelompok TKP. Distorsi kognitif yang paling sering dialami subjek penelitian adalah fortune telling (34,2%), personalization (22,8%), dan should statement (14,3%). Terdapat penurunan skor kecemasan di sesi 8 TKP (p < 0,001) dan penurunan skor depresi di sesi 6 dan 8 TKP (p = 0,027 dan p = 0,007). Penurunan skor kecemasan sejalan dengan penurunan kadar norepinefrin (p = 0,002), sementara penurunan skor depresi bersesuaian dengan penurunan kadar kortisol (p < 0,001) dan perbaikan kadar estradiol (p = 0,024). Kadar fT3 dan progesteron tidak mengalami perbaikan hingga akhir sesi TKP. Mixed-model repeated measure ANOVA menguatkan hasil dengan adanya tren penurunan kecemasan, depresi, norepinefrin, dan kortisol pada kelompok TKP, dengan ukuran efek kecil hingga sedang.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa TKP terbukti efektif dalam memperbaiki faktor psiko-neuro-endokrin pada perempuan yang mengikuti FIV. Penting untuk dilakukan advokasi hasil penelitian kepada rumah sakit dengan layanan FIV dan mengintegrasikan panduan TKP pada FIV ke dalam prosedur standar dan panduan pelayanan klinis rumah sakit. Penting untuk melakukan penelitian lanjutan pada populasi dengan karakteristik lebih beragam dan mengembangkan bentuk pendampingan bagi pasangan agar dapat memberikan dukungan yang adekuat dan mengoptimalkan luaran FIV.

Marriage and parenthood are significant life stages. When a couple has regular, unprotected intercourse for 12 months without pregnancy, they are considered infertile. In vitro fertilization (IVF) is pursued when other methods fail, though it can cause significant stress for women. This study aims to assess the effectiveness of Cognitive Behavioral Therapy (CBT) in improving psycho-neuro-endocrine factors in women undergoing IVF.
The research comprises two phases: the assessment of face validity and an experimental study designed as a double-blind clinical trial, conducted at the Yasmin Infertility Clinic RSCM and Dr. Sander B Daya Medika Clinic. The research spanned from May 2016 – March 2023. Data were collected through questionnaires and evaluations during the IVF process, focusing on anxiety, depression, and hormonal levels, including cortisol, norepinephrine, free triiodothyronine (fT3), estradiol, and progesterone. The interaction between the intervention group and the timing of measurements for each variable was analyzed using a mixed-model repeated measures ANOVA and post hoc analysis with an unpaired t-test at each measurement interval.
The final analysis comprised 75 participants, 38 assigned to the control and 37 to the cognitive behavioral therapy (CBT) group. The predominant cognitive distortions identified included fortune telling (34.2%), personalization (22.8%), and should statements (14.3%). Notably, there was a significant reduction in anxiety scores observed during session 8 of CBT (p < 0.001), alongside a marked decrease in depression scores during sessions 6 and 8 (p = 0.027 and p = 0.007, respectively). The decline in anxiety scores was significantly correlated with a reduction in norepinephrine levels (p = 0.002), while the decrease in depression scores was linked to a significant drop in cortisol levels (p < 0.001) and an enhancement in estradiol levels (p = 0.024). However, no improvements were noted in the levels of fT3 and progesterone. The mixed-model repeated measures ANOVA corroborated these findings, indicating a significant trend in the reduction of anxiety, depression, norepinephrine, and cortisol within the CBT group, with effect sizes ranging from small to medium.
It can be inferred that CBT is effective in enhancing psycho-neuro-endocrine factors among women undergoing IVF. Consequently, it is crucial to promote these research outcomes within IVF service hospitals and incorporate CBT protocols into standard practices and clinical guidelines. Additional research should be pursued involving more diverse populations and the formulation of support models for couples, aimed at delivering adequate assistance to women undergoing IVF and optimizing the outcomes of the procedure.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feranindhya Agiananda
"Menikah dan memiliki keturunan merupakan sebuah fase penting dalam siklus kehidupan. Apabila kehamilan tak kunjung terjadi setelah dua belas bulan berhubungan teratur tanpa pengaman, maka disebut sebagai infertilitas. Fertilisasi in vitro (FIV) dilakukan saat metode lain telah mengalami kegagalan, namun tahapan yang dilalui memberikan stres bagi yang menjalaninya. Melihat kompleksitas permasalahan, perlu untuk dikembangkan model pendampingan, berupa Terapi Kognitif Perilaku (TKP). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas TKP dalam memperbaiki faktor psiko-neuro-endokrin.
Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu uji face validity dan studi eksperimental berupa uji klinis tersamar ganda. Penelitian dilakukan di Klinik Infertilitas Yasmin RSCM dan Klinik Dr Sander B Daya Medika. Waktu penelitian adalah bulan Mei 2016 – Maret 2023. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan penilaian selama prosedur FIV, meliputi kecemasan, depresi, serta kadar hormonal berupa kortisol, norepinefrin, triiodotironin bebas (fT3), estradiol, dan progesteron. Interaksi antara kelompok intervensi dan waktu pengukuran terhadap variabel dianalisis dengan menggunakan mixed-model repeated measure ANOVA dan analisis post-hoc menggunakan uji t tidak berpasangan pada setiap pengukuran.
Analisis akhir melibatkan 75 subjek, terdiri dari 38 subjek kelompok kontrol dan 37 subjek kelompok TKP. Distorsi kognitif yang paling sering dialami subjek penelitian adalah fortune telling (34,2%), personalization (22,8%), dan should statement (14,3%). Terdapat penurunan skor kecemasan di sesi 8 TKP (p < 0,001) dan penurunan skor depresi di sesi 6 dan 8 TKP (p = 0,027 dan p = 0,007). Penurunan skor kecemasan sejalan dengan penurunan kadar norepinefrin (p = 0,002), sementara penurunan skor depresi bersesuaian dengan penurunan kadar kortisol (p < 0,001) dan perbaikan kadar estradiol (p = 0,024). Kadar fT3 dan progesteron tidak mengalami perbaikan hingga akhir sesi TKP. Mixed-model repeated measure ANOVA menguatkan hasil dengan adanya tren penurunan kecemasan, depresi, norepinefrin, dan kortisol pada kelompok TKP, dengan ukuran efek kecil hingga sedang.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa TKP terbukti efektif dalam memperbaiki faktor psiko-neuro-endokrin pada perempuan yang mengikuti FIV. Penting untuk dilakukan advokasi hasil penelitian kepada rumah sakit dengan layanan FIV dan mengintegrasikan panduan TKP pada FIV ke dalam prosedur standar dan panduan pelayanan klinis rumah sakit. Penting untuk melakukan penelitian lanjutan pada populasi dengan karakteristik lebih beragam dan mengembangkan bentuk pendampingan bagi pasangan agar dapat memberikan dukungan yang adekuat dan mengoptimalkan luaran FIV.

Marriage and parenthood are significant life stages. When a couple has regular, unprotected intercourse for 12 months without pregnancy, they are considered infertile. In vitro fertilization (IVF) is pursued when other methods fail, though it can cause significant stress for women. This study aims to assess the effectiveness of Cognitive Behavioral Therapy (CBT) in improving psycho-neuro-endocrine factors in women undergoing IVF.
The research comprises two phases: the assessment of face validity and an experimental study designed as a double-blind clinical trial, conducted at the Yasmin Infertility Clinic RSCM and Dr. Sander B Daya Medika Clinic. The research spanned from May 2016 – March 2023. Data were collected through questionnaires and evaluations during the IVF process, focusing on anxiety, depression, and hormonal levels, including cortisol, norepinephrine, free triiodothyronine (fT3), estradiol, and progesterone. The interaction between the intervention group and the timing of measurements for each variable was analyzed using a mixed-model repeated measures ANOVA and post hoc analysis with an unpaired t-test at each measurement interval.
The final analysis comprised 75 participants, 38 assigned to the control and 37 to the cognitive behavioral therapy (CBT) group. The predominant cognitive distortions identified included fortune telling (34.2%), personalization (22.8%), and should statements (14.3%). Notably, there was a significant reduction in anxiety scores observed during session 8 of CBT (p < 0.001), alongside a marked decrease in depression scores during sessions 6 and 8 (p = 0.027 and p = 0.007, respectively). The decline in anxiety scores was significantly correlated with a reduction in norepinephrine levels (p = 0.002), while the decrease in depression scores was linked to a significant drop in cortisol levels (p < 0.001) and an enhancement in estradiol levels (p = 0.024). However, no improvements were noted in the levels of fT3 and progesterone. The mixed-model repeated measures ANOVA corroborated these findings, indicating a significant trend in the reduction of anxiety, depression, norepinephrine, and cortisol within the CBT group, with effect sizes ranging from small to medium.
It can be inferred that CBT is effective in enhancing psycho-neuro-endocrine factors among women undergoing IVF. Consequently, it is crucial to promote these research outcomes within IVF service hospitals and incorporate CBT protocols into standard practices and clinical guidelines. Additional research should be pursued involving more diverse populations and the formulation of support models for couples, aimed at delivering adequate assistance to women undergoing IVF and optimizing the outcomes of the procedure.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library