Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ferdinand Renaldi
"Tulisan ini menganalisis bagaimana penafsiran makna kata “Publikasi” dan ‘Promosi Diri” oleh para Influencer yang juga menjabat sebagai seorang Notaris (Notaris Influencer) berdasarkan Pasal 4 Nomor 3 Kode Etik Notaris serta bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah dan Dewan Kehormatan Daerah di media sosial terkhususnya Instagram dan TikTok. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif. “Publikasi” dan “Promosi Diri” adalah seluruh kegiatan yang dilakukan oleh seorang Notaris untuk memperkenalkan diri sebagai seorang Notaris. Dalam media sosial, dikenal konsep self-promotion atau tindakan untuk memperkenalkan diri sebagai pribadi yang ingin dikenal dalam media sosial. Oleh karena itu, seharusnya tidak dibolehkan adanya Notaris influencer karena termasuk sebagai tindakan memperkenalkan diri sebagai seorang Notaris. Dalam media sosial, ditemukan dua jenis Notaris influencer yaitu: 1) seseorang yang ahli di bidang kenotariatan/hukum dan 2) seseorang yang memiliki kegiatan lain dalam media sosial. Kedua jenis influencer ini tidak boleh memperkenalkan diri sebagai seorang Notaris dan segala konten yang diunggah tidak boleh membahas mengenai profesinya sebagai seorang Notaris. Hingga saat ini, belum ada pengawasan secara langsung oleh Majelis Pengawas Daerah dan Dewan Kehormatan Notaris dalam media sosial terkait para Notaris influencer. Seharusnya dilakukan pengawasan secara aktif dalam media sosial sehingga kegiatan “Publikasi” dan “Promosi Diri” secara tidak langsung oleh para Notaris influencer dapat dihilangkan.
......This article analyzes how the meaning of the words "Publication" and 'Self Promotion" are interpreted by Influencers who also serve as Notaries (hence Notary Influencers) based on Article 4 Number 3 of the Notary Code of Ethics and how supervision is carried out by the Regional Supervisory Council (Majelis Pengawas Daerah) and the Regional Honorary Council (Dewan Kehormatan Daerah) in social media, especially Instagram and TikTok. This article was prepared using normative juridical research methods. "Publication" and "Self Promotion" are all activities carried out by a Notary to introduce themselves as a Notary. In social media, there is the concept of self-promotion or the action of introducing oneself as a person who wants to be known on social media. Therefore, influencer Notaries should not be allowed because it is an act of introducing oneself as a Notary. In social media, two types of Notary influencers are found, namely: 1) someone who is an expert in the field of notary/law and 2) someone who has other activities on social media. These two types of influencers may not introduce themselves as notaries and all uploaded content must not discuss their profession as a notary. Until now, there has been no direct supervision by the Regional Supervisory Council and the Notary Honorary Council on social media regarding influencer Notaries. Active monitoring should be carried out on social media so that indirect "Publication" and "Self Promotion" activities by influencer Notaries can be eliminated."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdinand Renaldi
"Di masa sekarang ini, penggunaan internet semakin meluas dan pesat. Penggunaan internet yang semakin meluas ini tidak dapat dihindarkan dengan permasalahan perlindungan hak cipta. Maka itu, diperlukannya perlindungan hak cipta di ranah sosial media seperti YouTube yang merupakan platform sosial media untuk berbagi video. Platform YouTube telah memberikan system perlindungan hak cipta yang dinamakan copyright strike. Namun dalam penggunaan dan pengimplementasikannya, ditemukan berbagai permasalahan. Dengan metode penelitian normatif, penelitian ini hendak membahas 3 (tiga) pertanyaan penelitian: Pertama, mengenai cara kerja peraturan teguran hak cipta di YouTube sebagai media berbagi video online. Kedua, mengenai perbandingan pengaturan mengenai teguran hak cipta di Amerika Serikat (common law) dan di Indonesia (civil law). Ketiga, menentukan cara menghentikan penyalahgunaan teguran hak cipta di YouTube sebagai media berbagi video online.
......Currently, the use of the internet keeps ongoing widespread and rapid. The increasingly widespread use of the internet is unavoidable with the issue of copyright protection. Therefore, copyright protection is needed in social media such as YouTube, a social media platform for sharing videos. The YouTube platform has provided a copyright protection system called copyright strike. However, in its usage and implementation, various problems were found. Using a normative research method, this research will discuss 3 (three) research questions: First, regarding how the copyright strike regulations on YouTube as an online video sharing medium. Second, the rules regarding copyright strike in the United States (common law) and in Indonesia (civil law). Third, determine how to stop the abuse of copyright strikes on YouTube as an online video-sharing medium."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library