Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fiola Ramadhanti
"Harta bersama adalah harta yang dimiliki oleh suami dan isteri selama masa perkawinan. Apabila pihak suami atau isteri ingin menggunakan harta bersama untuk melakukan perbuatan hukum, maka harus mendapatkan persetujuan kedua belah pihak. Putusnya perkawinan dapat mempengaruhi hak yang dimiliki pihak suami dan isteri, khususnya terhadap harta bersama. Jika sebelum perkawinan kedua pihak bersepakat melakukan perjanjian kawin terkait pemisahan terhadap harta yang akan diperoleh saat perkawinan berlangsung, maka dalam perkawinan mereka tidak terdapat harta bersama. Apabila tidak dibuat perjanjian perkawinan sebelumnya, maka terdapat harta bersama. Pemisahan Harta Bersama harus dibagi pada pihak suami dan pihak isteri secara adil, proporsional serta memperhatikan dan mengikuti ketentuan hukum yang mengatur mengenai pembagian harta bersama sehingga pembagian harta bersama dapat memenuhi rasa keadilan distributif. Pokok permasalahan Penulis adalah terkait ketentuan hukum dalam pembagian harta bersama yang memenuhi rasa keadilan untuk para pihak yang terlibat berdasarkan Putusan Nomor 1247/Pdt.G/2018/PA.Kds.. Metode penelitian yang Penulis gunakan adalah yuridis normatif. Pengadilan dalam memutus perkara harta bersama hendaknya memperhatikan aspek keadilan distributif di dalam masyarakat, dikarenakan suami dan isteri dalam perkawinan memiliki status dan hak yang sama di mata hukum dan tidak ada pembedaan hak di dalam harta bersama milik suami dan isteri.

A shared asset is a property owned by a husband and wife in marriage. If the husband or wife wants to use shared assets for legal actions, then the consent of both parties must be obtained. Then, the dissolution of a marriage can affect the rights of both parties, especially in shared assets owned by both parties, where shared assets must be divided between the husband and wife fairly and by legal provisions governing the distribution of joint assets. If no previous marriage agreement is made, then there are shared assets and must be divided among the husband and wife in a fair and must follow the legal provisions governing the distribution of shared assets, so that the distribution of shared assets can fulfill a sense of distributive justice. The author's main problem is related to legal provisions in the distribution of joint assets that fulfill a sense of justice for the parties involved based on Decision Number 4431/Pdt.G/2019/PA.Dpk.. The research method that the author uses is normative juridical. The distribution of shared assets in marriage must fulfill the aspect of justice. Because husbands and wives in marriage have equal rights in the shared asset."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fiola Ramadhanti
"Notaris merupakan pejabat umum yang memiliki kewenangan dalam membuat akta autentik, selain juga berkewajiban untuk berperilaku jujur dan amanah ketika melaksanakan jabatannya. Dalam menjalankan tugasnya, notaris kerap mendapatkan titipan Bea Perolehan Hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dari kliennya. Namun dalam kasus yang ditemukan pada Putusan Majelis Pengawas Pusat Notaris Nomor 05/B/MPPN/IX2023, terdapat pelanggaran kewajiban dari notaris dengan tidak disetorkannya BPHTB yang dititipkan kepada notaris tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis prosedur pemberhentian dengan tidak hormat terhadap notaris dan pelaksanaan prosedur pemberhentian dengan tidak hormat tersebut berdasarkan kewenangan Majelis Pengawas Notaris (MPN) dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham). Penelitian doktrinal ini mengumpulkan data sekunder melalui studi kepustakaan yang didukung dengan wawancara kepada narasumber yang relevan. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara kualitatif. Dapat dijelaskan dari hasil analisis tersebut adalah: (1) Terkait prosedur pemberhentian dengan tidak hormat terhadap notaris yang melanggar kewajiban, terdapat perbedaan makna unsur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) dalam hal pemberian sanksi pemberhentian dengan tidak hormat. Ketentuan UUJN menjelaskan bahwa sanksi pemberhentian dengan tidak hormat dijatuhkan apabila terdapat unsur pelanggaran berat berupa pelanggaran kewajiban dan larangan notaris. Sedangkan dalam Permenkumham, penjatuhan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat adalah didasarkan pada pelanggaran perilaku dan pelaksanaan jabatan; (2) Terkait pelaksanaan prosedur pemberhentian dengan tidak hormat dalam kasus pada Putusan a quo, Notaris MI yang tidak membayarkan BPHTB kliennya dinyatakan oleh Majelis Pengawas Pusat telah melakukan pelanggaran perilaku dan pelaksanaan jabatan sehingga selanjutnya Menkumham memberikan persetujuan tentang pemberhentian dengan tidak hormat terhadap Notaris MI dengan menerbitkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (SK Menkumham) Nomor AHU.57.AH.02.04 Tahun 2023.

The Notary as a public official has the authority to create authentic deeds and is also obligated to act honestly and responsibly while performing their duties. In their role, notaries often receive entrusted funds for the Bea Perolehaan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) from their clients. However, as observed in the decision of the Putusan Majelis Pengawas Pusat No. 05/B/MPPN/IX/2023, there was a violation of this obligation when a notary failed to remit the entrusted BPHTB. This study aims to analyze the procedure for dishonorable dismissal of notaries and the implementation of such dismissal procedures based on the authority of the Majelis Pengaawas Notaris (MPN) and Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham). This doctrinal research collects secondary data through literature studies, supported by interviews with relevant sources. The data is then analyzed qualitatively. The analysis reveals the following: (1) Regarding the procedure for dishonorable dismissal of notaries who violate their obligations, there is a difference in the interpretation of the elements between the Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) and Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) concerning the imposition of dishonorable dismissal sanctions. The UUJN stipulates that such sanctions are imposed if there are serious violations of obligations and prohibitions applicable to notaries. Meanwhile, the Permenkumham states that dishonorable dismissal sanctions are based on behavioral violations and the execution of duties; (2) Regarding the implementation of dishonorable dismissal procedures in the case under the aforementioned decision, Notary MI, who failed to remit their client’s BPHTB, was deemed by the Majelis Pengawas Pusat to have committed violations in behavior and execution of duties. Consequently, Menkumham approved the dishonorable dismissal of Notary MI by issuing the Ministerial Decree No. AHU.57.AH.02.04 of 2023."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library