Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Franciscus Van Ylst
"Persoalan pokok dalam tesis ini yang berjudul, "Hakekat Ilmu Pemerintahan" ialah adanya ketidakjelasan mengenai obyek dan kedudukan Ilmu Pemerintahan terhadap ilmu-ilmu yang lain, khususnya Ilmu Politik. Peranan Filsafat menjadi penting, karena melalui kajian filsafat dan kritik filsafat dapat diketahui apa yang menjadi kelemahan ilmu dan sekaligus diketahui pula caranya untuk memperkuat landasan ilmiahnya.
Teori Pertumbuhan Pengetahuan dari Karl Popper, yang menyatakan bahwa pengetahuan bertolak dari problem dan ilmu bertolak hanya dengan problem menjadi relevant dalam penulisan tesis ini. Ilmu pemerintahan oleh sejumlah sarjana Ilmu Politik, dipersoalkan mengenai ada atau tidaknya ilmu tersebut. Jadi Ilmu Pemerintahan menghadapi problem utamanya, yaitu tentang keberadaannya. Polemik terhadap Ilmu Pemerintahan telah berlangsung lama dan menahun. Bagi Karl Popper problem tersebut sangat menguntungkan bagi ilmu yang bersangkutan. Karena bertolak dari "Teori Pertumbuhan Pengetahuan", problem yang dialami oleh Ilmu Pemerintahan harus menjadi pendorong terhadap tumbuhnya upaya-upaya untuk mempertahankan dan memperkuat landasan ilmiahnya.
Dalam penulisan tesis ini, dikemukakan 2 anggapan dasar:
1. Jika Ilmu Pemerintahan dapat dibedakan antara obyek materia dan obyek formanya, maka sebagai disiplin limu Pemerintahan menjadi tegas dan jelas untuk dibedakan dengan ilmu-ilmu lainnya.
2. Jika Ilmu Pemerintahan dapat dikondisikan untuk dapat mengikuti prosedur metode problem solving, maka sebagai sebuah ilmu dapat tumbuh dan berkembang secara mantap.
Hakekat Ilmu Pemerintahan adalah juga sama dengan Hakekat Ilmu Pengetahuan, hanya obyek formanya yang membedakan. Secara universal elemen-elemen yang membentuk Ilmu Pengetahuan juga berlaku sama untuk elemen-elemen yang membentuk Ilmu Pemerintahan. Keberadaan Ilmu Pemerintahan harus dapat dilihat dengan standard prosedur yang sama dengan ilmu pengetahuan lainnya.
Ilmu Pemerintahan sebagai ilmu pengetahuan memiliki struktur dan prosedur yang sama. Arti struktur ialah kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematik, sedangkan prosedur disebut juga dengan metode ilmiah merupakan suatu rangkaian langkah yang tertib dan berlaku untuk setiap ilmu agar supaya ilmu pengetahuan itu berjalan dengan langkah yang benar dan teratur.
Melihat sejarah Yunani kuno untuk membahas hubungan antara Filsafat Politik dan Ilmu Pemerintahan. Hal ini sangat panting guna memperoleh silsilah antara ilmu induk dan ilmu cabang. Melalui tokoh Filsafat Politik Plato dapat dipelajari bagaimana awal mula terjadinya pemikiran tentang apa yang disebut "politik" dan hubungannya dengan Ilmu Pemerintahan.
Salah satu pendapat yang dapat disetujui oleh berbagai ahli bahwa lapangan penyelidikan Ilmu Pemerintahan adalah menyangkut tanggung jawab dan peranan yang menuntut adanya keterlibatan yangsangat besar dari pemerintah untuk dapat meningkatkan kemakmuran rakyat banyak. Menurut pendapat dari Soltau dan Gilchrist, ruang lingkup Ilmu Pemerintahan meliputi,
1. Pemerintahan menurut keadaannya sekarang
2. Pemerintahan sebagaimana yang lalu
3. Pemerintahan sebagaimana harusnya
Selain pendapat tersebut di atas ruang lingkup Ilmu Pemerintahan menyangkut juga pembuatan dan pelaksanaan dari keputusan politik menjadi kebajikan pemerintah. Pendapat aristoteles yang dikutip dari Prof. Dr.A. Hoogerwerf menyebutkan lingkup pemerintahan adalah mempelajari bentuk-bentuk pemerintahan.
Ilmu alpha dan beta mempunyai kekhususan sendiri mengingat gejala yang ditangkap juga tidak sama. Ilmu Pemerintahan digolongkan sebagai ilmu alpha. Ilmu alpha yaitu ilmu-ilmu budaya, artinya kejadikan sebagai obyek yang dipelajari adalah "peristiwa berulang-ulang" dan sebagai akibat dari keberulangan itu dapat dijabarkan hukum-hukum ilmu pasti. Obyek yang berbeda akan membedakan pula metode yang akan dipergunakan. Ada empat metode yang sering dipakai pada obyek Ilmu Pemerintahan
1. Metode Filosofis
2. Metode Historis
3. Metode Eksperimen
4. Metode Deskriptif
Ilmu Pemerintahan sebagai ilmu yang mempunyai tujuan tertentu memerlukan kurikulum sebagai alat dalam kegiatan proses belajar mengajar. Pada sub bab ini juga dikemukakan beberapa contoh kurikulum Ilmu Pemerintahan yang diajarkan pada beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia.
Penulis mengutip beberapa definisi tentang Ilmu Pemerintahan dari sejumlah ahli Ilmu Politik dan Pemerintahan, sehingga dapat di peroleh gambar bahwa ada sejumlah persamaan dasar, yaitu
1. Jalannya Pemerintahan
2. Mengatur ketentraman dan ketertiban masyarakat
3. Mewujudkan kemakmuran rakyat
Politik, Pemerintahan dan Kekuasaan adalah 3 aspek yang berakar pada substansi kekuasaan. Kekuasaan sebagia substansi dari Politik dan Pemerintahan dapat diartikan sebagai kekuasaan itu sendiri adalah abstrak letapi perwujudannya dapat kita lihat dan rasakan sebagaimana diartikan adanya "kemampuan pelaku untuk mempengaruhi tingkah laku pelaku terakhir menjadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Franciscus Van Ylst
"Perkembangan Ilmu Pemerintahan di Indonesia sejak jaman kemerdekaan hingga saat sekarang ini mengalami proses anomaly yang ditandai oleh pemikiran tentang llmu Pemerintahan oleh para sarjana dari berbagai bidang kompetensi, seperti: hukum, sosiologi, administrasi, dan bahkan ilmu teknik. Semua berkontribusi dan memberi karakter terhadap Ilmu Pemerintahan yang berakibat timbulnya polemik dan kontroversi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
D1670
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Franciscus Van Ylst
"Perkembangan Ilmu Pemerintahan di Indonesia sejak jaman kemerdekaan hingga saat sekarang ini mengalami proses anomaly yang ditandai oleh pemikiran tentang Ilmu Pemerintahan oleh para Sarjana dari berbagai bidang kompetensi, seperti: hukum, sosiologi, administrasi, dan bahkan ilmu teknik. Semua berkontribusi dan memberi karakter terhadap llmu Pemerintahan yang berakibat timbulnya polemik dan kontroversi.
Disertasi ini merupakan suatu upaya penelitian dari penulis untuk memahami Ilmu Pemerintahan Secara epistemologs, dengan menggunakan metodologi hermeneutika yaitu untuk memahami (verstehen) dan menjelaskan (erldciren) tentang paradigma, metodologi, ruang lingkup dan batas-batas pengetahuan tentang ilmu itu sendiri.
Thesis Sratement, penulis dalam disertasi ini adalah: Ilmu Pemerintahan bukanlah ilmu epistemologi positivistik, dan bukan juga ilmu dengan epistemologi pragmatis instrumental, melainkan ilmu dengan epistemologi kritis yang berkarakter interdisipliner dan multidisipliner. Bertolak dari Thesis Statement tersebut, penulis menjelaskan tahapan perkembangan epistemologi berdasarkan teori-teori dari: Moritz Schlick, dkk., Karl R. Popper, dkk., Thomas Kuhn dan Habermas, sebagai kerangka pemikiran.
Pengaruh positivisme logis dalam Ilmu Pemerintahan terlihat dengan sangat nyata pada proses kegiatau ilmu pengetahuan, seperti: paradigma, prinsip, metodologi dan analisa yang digunakan untuk melakukan problem solving. Tinjauan kritis tentang karakteristik dan identitas keilmuan yang dilakukan oleh penulis dengan melihat secara kronologis perkembangan epistemologi dari abad pertengahan sampai sekarang ini, dimulai dari: epistemologi positivistik, epistemologi pragmatis dan epistemologi kritis.
Schlick, dkk. melalui Lingkaran Wina mengemukakan konsep demarkasi ilmu pengetahuan. Artinya, garis batas antara wilayah ilmu pengetahuan dan bukan wilayah ilmu pengetahuan. Lingkaran Wina, membagi antara pernyataan yang bermakna (meaningful dan pernyataan yang tidak bermakna (meaningless) dengan menggunakan metode verifikasi. Suatu pernyataan yang dapat diveriikasi dan terbukti kebenarannya, maka pernyataan tersebut adalah ilmiah dan sekaligus menunjukkan kebenaran korespoudensi. Untuk ha]-hal yang tidak bermakna, seperti: Tuhan, jiwa, abadi, dan norma dengan menggunakan metode verifikasi menghasilkan kebenaran yang tidak dapat dibuktikan, karenanya dimasukan ke dalam wilayah bukan ilmu pengetahuan.
Popper, dalam bukunya The Logic of Scientdic Discovery lebih menitikberatkan kepada cara kerja ilmu-ilmu pengetahuan alam dan kemudian dikembangkan lebih jauh mengenai ilmu pengetahuan yang objektif dalam bukunya Objective Knowledge atau dikenal dengan konsep ?tiga dunia?. Pemikiran Popper mengenai demarkasi ilmu pengetahuan, adalah: suatu pernyataan dapat diuji, apakah ada dalam wilayah ilmu pengetahuan atau bukan? Tidak melalui metode verifikasi melainkan menggunakan metode falsifikasi. Artinya, suatu teori yang dapat disangkal dengan pengalaman.
Thomas S. Kuhn, dalam bukunya the Structure of Scientific Revolutions menolak pandangan Popper yang dianggapnya tidak sesui dengan fakta. Menurut Kuhn tidak pernah terjadi upaya empiris melalui proses falsiflkasi suatu teori, melainkan terjadi melalui satu perubahan yang sangat mendasar atau Inelalui suatu revolusi ilmiah. Paradigma ilmiah adalah sebuah model untuk pengembangan ilmu pengetahuan normal dan dirasakan memuaskan dalam menjelaskan fenomena yang terjadi. Paradigma Kuhn, memiliki kepentingan pragmalis dan bersifat instrumental, dalam pengertian memberi tuntunan model untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya.
Jurgen Habermas, berpendapat kebenaran pernyataan dengan mencari kesesuaian dengan realitas the correspondence theory of truth) dan kebenaran yang diperoleh dengan melihat hubungan (correspondence), keteguhan (coherence) dan konsistensi antara pemyataan yang satu dengan pemyataan yang lain, semuanya amat ditentukan oleh paradigma berpikir tunggal subjek rasio. Inilah yang oleh Habermas, dalam bukunya The Theory of Communicative Action, dikatakan ada kekuasaan lain yang disembunyikan, dan kekuasaan itu adalah bentuk dari paradigma ganda sebagai pemahaman timbal balik melalui kebenaran intersubjektivitas.
Habermas mengatakan untuk mencapai masyarakat komunikatif yaitu masyarakat yang komunikasinya terbuka dan berkedudukan sejajar, dapat mempertahankan dan memiliki sebuah ruang bebas dari diktatur dan pemaksaan, anggota-anggota masyarakatnya toleran serta menghormati martabat semua anggotanya sebagai manusia bersama-sama mewujudkan kemampuan berkomunikasi dengan sejajar disertai bebas dari tekanan-tekanan.
Habermas, berpandangan bahwa tindakan komunikasi (communicative action) adalah jalan yang diterima sebagai sarana untuk menciptakan masyarakat yang komunikatif. Paradigma timbal balik atau masyarakat komunikasi, dapat terwujud jika semua agen yaitu: ilmu pengetahuan, pemerintah, ilmuwan, dan tokoh-tokoh masyarakat seoara sadar menjadi peserta dalam melakukan tindakan komunikasi untuk tidak mengejar kepentingan-kepentingan individual (seperti dalam masyarakat kapitalis) tetapi berupaya untuk mencapai keberhasilan dalam menyeimbangkan semua kepentingan untuk mencapai tujuan bersama."
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
D901
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library