Halida Bunga Fisandra
Abstrak :
Diskusi mengenai orkestra di Indonesia tak jauh dari perdebatan dan pencarian jawaban atas legitimasinya sebagai kesenian Indonesia dan identitas nasional. Sejumlah kajian lebih rinci mencoba untuk menemukan genre dan konstruksi karya musik yang sifatnya deterministik. Sehingga, representasi karya musik dapat dibaca sebagai simbol yang memanifestasi nilai-nilai ke-Indonesia-an. Hal ini banyak ditemukan khususnya pada karya-karya yang mengeksplorasi orkestra dengan musik tradisi Indonesia. Kerap disebut sebagai musik hybrid, sinkretisme, apropriasi dan cross-culture, jenis musik ini sekadar diletakkan sebagai objek dan cermin dari realita. Melalui antropologi kontemporer, tesis ini mencoba mencari jalan tengah ontologis dan epistemologis fenomena orkestra di Indonesia yang berbeda dari tradisi lama semiotika Saussurean dan filsafat Kantian. Gugatan atas dualisme subjek-objek dalam kajian ini membuka peluang pada penelusuran relasi yang terjalin antara aktor manusia dan non-manusia secara setara. Menggunakan paradigma teknologi dari Heidegger, musik akan dilihat sebagai rentetan proses yang bukan tanpa cela dan tak sekadar alat mencapai tujuan utopis. Melainkan, sebagai bagian dari jaringan dan asosiasi yang terus menerus bergerak sebagai peristiwa mediasi yang diliputi kemungkinan nilai dan peristiwa dapat terjadi secara indeterminate dan chaos. Melalui pendekatan Bruno Latour, penelitian ini menunjukkan bahwa ketidaksempurnaan musikal juga merupakan kebenaran realita, yang menjadi celah agar orkestra dapat dimaknai bukan sebagai keberhasilan maupun kegagalan. Melainkan, sebagai proses Menjadi dalam rangkaian eksplorasi musikal yang tak akan pernah selesai.
......Discussions about orchestras in Indonesia are not far from debates and searching for answers to their legitimacy as Indonesian art and national identity. Recent studies try to find deterministic genres and the construction of musical works. Thus, the representation of orchestral works can be seen as symbols that manifest Indonesian values. It's often found especially in orchestral works that explore orchestras with Indonesian traditional music. Often referred to as hybrid, syncretism, appropriation, and cross-culture, this type of music is placed as an object and a mirror of reality. Through contemporary anthropology, this thesis tries to find a different ontological and epistemological ground for orchestral phenomena in Indonesia, which is different from the old tradition of Saussurean semiotics and the Kantian tradition of philosophy. The critics against subject-object dualism in this study open an opportunity for exploring relations between equal actants, human and non-human. Through the Heideggerian technological paradigm, music will be seen as a series of processes that are not flawless and not just a means to an end to achieve utopian goals. Rather, as part of networks and associations that are constantly moving as mediating events with the possibility of values and events that are indeterminate and chaos. Through Bruno Latour’s perspective, this research shows that musical imperfection is also the truth of reality, which is a chance where the orchestra can be interpreted not as success or failure. Rather, as a Being-in-the-world in a never-ending process of musical explorations.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library