Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hambali
Abstrak :
Studi mengenai kemenangan Partai Demoknlsi Indonesia perjuangan (PDl-P) dalam meraih suara pada pemilihan umum 1999 di Kota Cilegon propinsi Banten ini, menjadi panting karena akan memberikan penjelasan tentang sebab-sebab ya.ng mempengaruhi para pemilih dalam memberikan suaranya kepada partai pelitik pada saat pemllihan umum. Penelitian ini difokuskan pada besarnya perolehan suara yang dapat diraih oleh Partai Dcmokrasi Indonesia Pcrjuangan (PDI-P) dalam pemilihan umum 1999 di Kota Ci!egon dan faktor-faktor signifikan yang menyebabkan kemenangan tersebut. UAntuk menjawab permasalahan tersebut dipergunakan konsep-konsep dalam menganalisa kemenangan tersebut adalab konsep kampanye politik dan kelompok sosial, untuk melihat hagaimana mobilisasi partai derigan isu populisme; konsep perilaku pemilih, untuk melihat identifikasi partai, konsep idoologi politik, untuk melihat bagaimana sentimen politik. Dengan menggunakan teknik wawancara dan studi pustaka, dikumpulkan data­data yang kemudian dianalisa dengan menggunakan analisa kualitatif. Dari analisa tersebut, penulis menemukan bahwa kemenangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam pemilihan umum 1999 di kota Cilegon- Banten dalam perolehan suara sebesar 23,70%. Dan tiga factor signifikan yang menyebabkan kemenangan partai demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam meraih suara pada pemilihan umum 1999 di Cilegon adalah 1) mobilisasi partai dengan isu populisme 2) identifikasi partai 3) sentiment politik.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4959
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hambali
Jambi: WPF, 2005
571.8 HAM m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hambali
Abstrak :
ABSTRAK
Information security is very vulnerable to institutions if there is interference from other parties outside the organization or institution as a supply chain of services that can pose an information security risk. Based on the Regulation of the Minister of Communication and Information Technology number 4 of 2016, the Electronic System organizers that operate Low Electronic Systems must apply the Information Security Index guidelines. Index KAMI are a tool in analyzing and evaluating the level of information security based on the criteria in organizations or in government institutions. The research objective is to measure the level of information security readiness that meets the requirements of the ISO/IEC27001: 2013 standard at the Central Government Institution Unit X. The results of the assessment with the index KAMI obtained an electronic system category score of 30, for the assessment of governance the score is 84, the risk management score is 35, the framework information security work value is 61, asset management 128, and the application of security and information technology has a value of 100, the level of information security maturity is level II+ with a value of 408, the results obtained up to the Compliance of the Basic Framework.
Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (P3M) STTA, 2020
620 JIA XII:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sutanto Hambali
Abstrak :
Otonomi daerah merupakan suatu thema yang sedang dan cukup popular oleh berbagai kalangan mulai dari tingkat pemerhati, pengambil kebijakan serta masyarakat umum pada akhir abad dan awal millenium kedua. Perhatian besar atas thema tersebut karena adanya tuntutan redefinisi perencanaan pembangunan yang telah dilaksanakan selama lebih kurang 32 tahun masa orde baru. Salah satu esensi otonomi daerah yang juga mendapat perhatian penting adalah peranan langsung pemerintah didalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah (termasuk Daerah Kabupaten Banggai). Peranan langsung itu adalah memberikan pelayanan serta pemberian stimulus terhadap perekonomian yang dibutuhkan oleh masyarakat melalui dukungan dana pembangunan daerah. Dampak lain atas upaya pemerintah pusat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat adalah adanya tuntutan masyarakat agar pusat-pusat pelayanan semakin dekat dengan masyarakat. Konsekuensi atas tuntutan itu bagi daerah-daerah yang memiliki wilayah yang luas diperlukan pemekaran sebagian wilayah, baik pada level pemerintahan tingkat desa, kecamatan, kabupaten, kota bahkan tingkat propinsi. Salah satu daerah yang dimekarkan di wilayah Propinsi Sulawesi Tengah adalah wilayah administrasi Kabupaten Banggai yang dibagi menjadi Kabupaten Banggai dan Kabupaten Banggai Kepulauan. Hal ini membawa perubahan orientasi perencanaan pembangunan bagi daerah yang dimekarkan baik induk maupun pecahannya. Permasalahannya, pertama, apakah kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Banggai dengan data terbatas di bidang perencanaan telah optimal dalam upaya mendukung peningkatan kinerja perencanaan pembangunan daerah, baik untuk kondisi sebelum dan sesudah wilayah dimekarkan dan kemungkinannya apabila otonomi diberlakukan. Kedua, apakah kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan tersebut diatas menjadi stimulus bagi peningkatan kinerja perekonomian daerah Kabupaten Banggai. Untuk melihat perkembangan perekonomian kedua Daerah Kabupaten Banggai dilakukan berbagai analisis, baik analisa struktur perekonomian daerah, laju pertumbuhan ekonomi daerah, pendapatan masyarakat, metode location untuk mencari sektor-sektor keunggulan daerah, analisa shift share untuk menghitung perubahan pertumbuhan regional, teori economic base digunakan mengkalkulasi multiplier daerah, ratio APBD terhadap PDRB guna melihat peranan pemerintah daerah dan metode program linear untuk menilai kinerja kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah yang diterapkan dalam kurun waktu tahun 1993 sampai tahun 1997. Berdasarkan ukuran-ukuran tersebut diatas, untuk wilayah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan kondisi perekonomiannya adalah ; perkembangan nilai tambah bruto berdasarkan harga konstan '93 untuk tahun 1993 sebesar Rp. 327.786 juta meningkat menjadi Rp. 431.741 juta pada tahun 1997, dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 7,14 %. Kontribusi sektoral terbesar masih disumbangkan oleh sektor pertanian yang mencapai angka 47,53 % dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 1997 menjadi 48,40 %. Dengan menggunakan harga konstan yang sama, nilai pendapatan per kapita masyarakat pada tahun 1993 sebesar Rp. 832.219 meningkat juga menjadi Rp. 1.002.619 di tahun 1997 dengan penduduk yang bekerja pada tahun 1993 sebanyak 184.272 orang, mengalami kenaikan menjadi 194.980 orang tahun 1997. Sektor-sektor unggulan dengan menggunakan data out put daerah pads tahun 1993 berada di sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, sampai tahun 1997 keunggulan daerah tinggal sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedang memakai data tenaga kerja, make keunggulan daerah tahun 1993 terletak pads sektor pertanian, sektor penggalian, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, kemudian untuk tahun 1997 sisa unggul disektor pertanian dan sektor bangunan. Hal ini dicerminkan oleh multiplier daerah dari nilai 1,7145 kali tahun 1993 mengalami penurunan hingga menjadi 1,6425 kali tahun 1997. Kajian atas perubahan pertumbuhan daerah dari tahun 1993 sampai tahun 1997 digambarkan bahwa bacarnya total perubahan pertumbuhan daerah (G) sebesar Rp. 103.915 juta, share propinsi (R) senilai Rp. 131.549,5 juta dan nilai shift share (S) sebesar Rp. 27.634,5 jut& Hal ini berarti bahwa perekonomian daerah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan lebih banyak dipeng rubi oleh perekonomian propinsi atan daerah kabupaten lain di dalam propinsi Sulawesi Tengah, walaupun secara sektoral pertumbuhan den dalam daerah didapat dari sektor penggalian dan sektor bangunan. Kalau menggunakan data tenaga kerja maka perubahan pertumbuhan tenaga kerja dari tahun 1993 sampai tahun 1997 sebanyak 10.708 orang, share propinsi (R) sebanyak 48.404 orang dan shift share kabupaten sebanyak 37.696 orang, artinya tenaga kerja yang bekerja di daerah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan dalam jangka waktu tersebut lebih banyak diisi dari luar daerah. Parameter lain yang digunakaa untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam mendorong perekonomian daerah yang digambar oleh proporsi APED terhadap PDRB, dimana pads tahun 1993 hanya sebesar 4,57 % meningkat menjadi 8,76 % pada tahun 1997. Dengan menggunakan parameter yang sama, untuk wilayah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan gambaran perekonomiannya adabah; perkembangan nilai tambah bruto berdasarkan harga konstan 93 untuk tahun 1993 sebesar Rp 236.781 juta meningkat menjadi Rp. 314.034 juta pada tahun 1997, dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 7,32 %. Kontribusi sektoral terbesar masih disumbangkan oleh sektor pertanian yang mencapai angka 46,69 % dan terns mengalami peningkatan hingga tahun 1997 menjadi 48,09 %. Dengan menggunakan harga konstan yang sama, nilai pendapatan per kapita masyarakat pads tahun 1993 sebesar Rp. 923.899 meningkat juga menjadi Rp. 1.120.879 di tahun 1997 dengan penduduk yang bekerja pada tahun 1993 sebanyak 113.350 orang, mengalami kenaikan menjadi 133.940 orang tahun 1997. Sektor-sektor unggulan dengan menggunakan data out put daerah pads tahun 1993 berada di sektor pertanian dan sektor industri pengolahan, sedang pada tahun 1997 keunggulan daerah tinggal sektor pertanian dan sektor bangunan. Sedang memakai data tenaga kerja, maka keunggulan daerah tahun 1993 terletak pada sektor pertanian, sektor penggalian, sektor listrik dan air bersih, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, kemudian untuk tahun 1997 sisa unggul disektor pertanian, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor angkutan dan komunikasi. Hal ini dicerminkan oleh multiplier daerah dari nilai 1,8333 kali tahun 1993 mengalami penurunan hingga menjadi 1,7314 kali tahun 1997. Kajian atas perubahan pertumbuhan daerah dari tahun 1993 sampai tahun 1997 digambarkan bahwa besarnya total perubahan pertumbuhan daerah (G) sebesar Rp. 77.235 jute, share propinsi (R) senilai Rp. 95.026,7 juta dan nilai shift share (S) sebesar Rp. 17.773,7 juta. Hal ini berarti bahwa perekonomian daerah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan lebih banyak dipengaruhi oleh perekonomian propinsi atau daerah kabupaten lain di dalam propinsi Sulawesi Tengah, walaupun secara sektoral pertumbuhan dari dalam daerah didapat dari sektor penggalian dan sektor bangunan. Kalau menggunakan data tenaga kerja maka perubaban pertumbuhan tenaga kerja dari tahun 1993 sampai tahun 1997 sebanyak 20.590 orang, share propinsi (R) sebanyak 29.775 orang dan shift share kabupaten sebanyak - 9.185 orang, artinya tenaga kerja yang bekerja di daerah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan dalam jangka waktu tersebut mengalami kekurangan tenaga kerja sebanyak 9.185 orang. Parameter lain yang digunakan untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam mendorong perekonomian daerah yang digambar oleh proporsi APBD terhadap PDRB, dimana pads tahun 1993 hanya sebesar 6,31 % meningkat menjadi 12,04 % pada tahun 1997. Kebijakan perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Banggai dalam Repelitada VI yang diterapkan adalah memprioritaskan percepatan pembangunan pedesaan, pembangunan transportasi khusunya prasarana jalan, pembangunan sektor pendidikan, pembangunan sektor kesehatan dan pembangunan aparatur pemerintah daerah. Sedang kebijakan pengeluaran pembangunan daerah pada tahun anggaran 1997 / 1998 adalah mengacu pada skala prioritas pembangunan daerah, pengentasan kemiskinan melalui peningkatan bantuan langsung, peningkatan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat, dan peningkatan kualitas aparatur pemerintah daerah melalui pendidikan teknis maupun fungsional serta menambah kelengkapan saran dan prasarana aparatur pemerintah daerah. Karena itu perhatian atas penelitian ini, selain kajian analisis kondisi perekonomian Daerah Kabupaten Banggai diatas, juga dilakukan analisis kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah. Didalam analisis yang kedua ini dipergunakan metode program linear dengan penyelesaian berbagai bentuk problemnya memakai software komputer ABQM. Terkait dengan analisis kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah adalah sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan daerah yang diterapkan selama ini. Sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan daerah sampai scat ini masih mengacu pada Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah (P5D) dengan pola bottom up dan top down planning. Dalam implementasinya poin ini secara ringkas menyerap berbagai usulan rencana kegiatan masyarakat dari level pemerintahan paling bawah (desa), kemudian diusulkan berdasarkan prioritas kepada tingkat pemerintahan diatasnya. Setelah semua proses dari bawah selesai, maka pemerintah pusat mengalokasikan dana atas berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan secara proporsional kepada daerah-daerah (mekanisme lengkap lihat bagan 4.01). Mekanisme perencanaan yang demikian memang telah cukup komprehensif mengakomodasikan berbagai kepentingan perencanaan dari masyarakat, dunia usaha dan pemerintah, tetapi masih terdapat berbagai hal yang menjadikan implementasinya kurang berjalan baik ; pertama, diperlukan kualitas tenaga-tenaga perencana yang memiliki kualifikasi tertentu, kedua, sistem dan mekanisme perencanaannya hanya dapat dimengerti secara komprehensif oleh birokrat sampai level pemerintahan kabupaten, ketiga, manajemen usulan rencana kegiatan dikelompokkan dalam program yang sauna untuk semua level pemerintahan, keempat, tidak adanya ruang publik (public hearing) yang jelas pada saat usulan rencana memasuki proses penganggaran, kelima, bagi daerah-daerah dengan Pendapatan Asli Daerah Sendiri (PADS) relatif kecil akan sangat tergantung kepada pemerintah pusat, keenam, diperlukan proses sosialisasi program yang kontinue sebelum implementasi kegiatan dilaksanakan. Konsekuensi yang harus diterima atas implementasi proses perencanaan diatas adalah, pertama, kualitas usulan rencana kegiatan dari masyarakat tidak memenuhi standar perencanaan, kedua, usulan rencana dari masyarakat tidak mencerminkan kebutuhan tetapi hanya sebatas keinginan, ketiga, masing-masing level pemerintahan dimungkinkan terjadinya duplikasi kegiatan sehingga tidak menunjukkan level of authority (dekonsentrasi, decent l asi dan medebewind), keempat, masyarakat, pemerintah tingkat bawah (desa, kecamatan) kurang mengetahui jenis-jenis kegiatan apa raja dan lokasinya dimana terhadap implementasi kegiatan pembangunan pemerintah tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, sehingga ada kecenderungan menimbulkan konflik atas penetapan lokasi pada saat kegiatan dilaksanakan? kelirna, khusus bagi Kabupaten Banggai dengan kontribusi PADS hanya berkisar 3 % - 5,5 % selang waktu TA. 1993/1994 -1997/1998 dari total penerimaan APBDnya, maka sifat ketergantungan kepada pemerintah pusat sangat besar sekali, keenain, proses sosialisasi yang tidak jelas alas semua kegiatan pembangunan yang dilaksanaknn oleh semua level pemerintahan (kabupaten, propinsi dan pusat). Berdasarkan analisis kondisi perencanaan pengeluaran pembangunan daerah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai pada tahun anggaran 1997/1998, menunjukkan bahwa dana pengeluaran pembangunan sebesar Rp. 37.808.753.000 dialokasikan dengan prioritas sektor maupun program yang dibelanjai dengan besaran alokasi dana adalah, pertama sektor transportasi, meteorologi dan geofxsika (56,17 %) melalui program rehabilitasi pemeliharaan jalan dan jembatan, program peningkatan jalan dan jembatan serta program pembangunan jalan dan jembatan, kedua, sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Malta Esa, pemuda dan olah raga (10,74 %), lewat program pembinaan pendidikan dasar, program pembinaan pendidikan tinggi, program operasi dan perawatan fasilitas pendidikan dan kebudayaan, serta program pendidikan kedinasan, ketiga, sektor perumahan dan pemukiman (9,41 %) dengan program penyehatan lingkungan pemukiman, program penyediaan dan pengeloaaan air bersih, dan program penataan kota, keempat sektor pembangunan daerah dan transmigrasi (5,96 %) melalui program pembangunan desa, program pembangunan desa tertinggal, dan program pengembangan kawasan khusus, kelrma, sektor keselahteraan sosial, kesehatan, peranan wanita anak dan remaja (4,80 %), lewat program penyuluhan kesehatan, program pelayanan kesehatan dan rujukan rumah sakit, program pelayanan kesehatan masyarakat, program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, program perbaikan gizi dan program peranan wanita. Kemudian disusul oleh sektor aparatur negara, dan pengawasan (4,57 %), sektor pertanian dan kehutanan (3,40 %) serta tiga belas sektor lainnya (4,95 %). Dengan jumlah program yang terdanai sebanyak 59 buah dari total program sebanyak 146 buah. Bila pola kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah sebesar Rp. 37.808353.000 care mengalokasikannya menggunakan analisis program linear, maka out put opiimalnya menunjukkan bahwa prioritas sektor yang akan dikembangkan adalah sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemuda dan olah raga (68,405 %), dengan program-program seperti tersebut dalam alinea sebelum ini, sektor transportasi meteorologi dan geofisika (31,464 %), sektor tenaga kerja (0,057 %), sektor pertambangan dan energi (0,034 %), sektor industri (0,013 %), sektor sumber days air dan irigasi (0,013 %), sektor keamanan dan ketertiban (0,011 %), serta sektor kependudukan dan keluarga sejahtera (0,003 %). Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa sumber dana yang langkah atau terbatas jumlahnya adalah alokasi dana bidang fisik dan prasarana bersumber clan bantuan Dati II komponen umum (block grant). Hal ini memberikan gambaran bahwa kebutuhan dana pengeluaran pembangunan yang bersumber dari sifat dana block grant cukup sensitif bagi pelaksanaan pembangunan daerah Kabupaten Banggai. Kondisi ini semakin memperjelas tingkat ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat semakin tinggi. Menghadapi kondisi pemekaran wilayah dan pelaksanaan otonomi daerah, dimana secara signifikan berpengaruh langsung terhadap besarnya sumber penerimaan pendapatan daerah sehingga somber dana pembangunan alokasinya juga berkurang dan program yang dikelola bertambah karena beban kewenangan yang diserahkan semakin banyak. Hasil perhitungan menunjukkan, total sumber dana yang dapat dialokasikan untuk pengeluaran pembangunan daerah sebesar Rp. 31.029.738,000,-. Out put simulasi program linear menunjukkan bahwa sektor-sektor yang menyebabkan penyelesaian optimal adalah sektor politik, hubungan luar negeri, penerangan, komunikasi dan media massa (46,27 %), sektor perdagangan, pengembangan usaha daerah, keuangan dan koperasi (19,18 %), sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemuda dan olah raga (13,92 %), sektor transportasi, meteorologi dan geofisika (13,20 %) serta sektor aparatur negara dan pengawasan (7,43 %). Dengan demikian program-program seperti program penyelengaraan otonmi daerah, program pembinaan politik dalam negeri, program pengembangan perdagangan dan sistem distribusi, program pengembangan dan pembinaan usaha daerah, program penyehaaan modal pemerintah daerah, program penerimaan keuangan daerah, program pembinaan kekayaan daerah, program pembinaan usaha kecil, program peningkatan prasarana dan sarana aparatur negara, program peningkatan efisiensi aparatur negara, program pendidikan dan peiatihan aparatur negara serta program pendayagunaan sistem dan pelaksanaan pengawasan ditambah program-program dari sektor transportasi dan sektor pendidikan yang telah disebutkan terdahulu akan semaldn krusial untuk diperhatikan. Di samping itu hasil simulasi menunjukkan bahwa sumber dana pembangunan yang langkah lagi-lagi adalah alokasi dana bidang fisik dan prasarana serta bidang ekonomi yang berasal dari bantuan Dati II komponen umum (block grant). Melihat semua kondisi diatas, dimana pemrograman pembangunan sama untuk semua level pemerintahan, beban urusan semakin meningkat, kebutuhan dana pembangunan semakin meningkat, sumber dana relatif terbatas, tingkat ketergantungan sangat besar, masyarakat tak memiliki ruang koreksi terhadap perencanaan pengeluaran pembangunan, perekonomian daerah hanya unggul disektor pertanian dan sektor bangunan Kalau ini terns berlanjut maka implikasi yang akan dihadapi pemerintah daerah, adalah kreativitas pemerintah daerah dalam menyusun program pembangunan berdasarkan kondisi daerah lemah, tuntutan masyarakat akan pelayanan dimungkin tidak terlayani dengan balk, kebutuhan dana pembangunan memnngkinan tidak tercukupi, masyarakat menjadi terbebani dalam pembiayaan pembangunan, konflik kepentingan didalam pengalokasian dana semaldn meningkat, pengembangan sektor basis kemungldnan terabaikan, dan secara keseluruhan didalam jangka panjang memungldnkan kredibilitas pemerintah daerah semakin menurun dimata masyarakat daerah. Dengan demikian kondisi perekonomian dan kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah Kabupaten Banggai dapat disimpulkan Panama, kondisi perekonomian wilayah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan kontribusi terbesar dikembangkan oleh bagian wilayah sesudah dimekarkan, basis perekonomian wilayah sebelum dan sesudah dimekarkan berada disektor pertanian, serta kondisi perekonomian wilayah sesudah dimekarkan lebih baik dibandingkan wilayah sebelum dimekarkan. Kedua, implementasi sistem perencanaan bottom up dan top down planning menyebabkan pemrograman pengeluaran pembangunan sama untuk semua level pemerintahan, pemerintah daerah kurang kreativ membuat program yang mencerminkan kondisi masyarakat daerah, kontrol publik yang kurang selama proses penganggaran berlangsung, dan diperlukan tenaga-tenaga perencana yang memiliki kualifikasi tertentu. Ketiga, seyogyanya selama ini pemerintah daerah memprioritaskan pengembangan program-program yang berada disektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Matta Esa, pemuda dan olah raga, sektor tenaga kerja, sektor pertambangan dan energi, sektor industri, sector sumber daya air dari irigasi, sektor keamanan dan ketertiban serta sektor kependudukan dan keluarga berencana. Hal ini terlihat bahwa sektor yang dikembangkan secara relatif meningkatkan kapasitas sumber daya manusia daerah. Disamping itu, karena pemerintah daerah sumber dananya terbatas maka kebutuhan bantuan sumber dana dari pemerintah pusat cukup besar tetapi yang memiliki sifat bantuan umum moral (pemerintah pusat menyediakan dana sedang pemerintah daerah bebas mengalokasikan ke sektor mana saja). Keempat, menyikapi pemekaran wilayah dan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah selain mengembangkan program dikedua sektor diatas ditambah lagi dengan mengembangkan program-program pads sektor perdagangan, pengembangan dunia usaha, keuangan dan koperasi, sektor aparatur negara dan pengawasan dan sektor politik, hubungan luar negeri, penerangan, komunikasi dan media massa& Karma masih terlihat langkahnya sumber dana bantuan umum make bagi daerah Kabupaten Banggai untuk mengurangi tingkat ketergantungan pembiayaan ini sudah hams melakukan upaya yang lebih komprehensif dan terpadu didalam mencari sumber-sumber penerimaan baru serta mengefektifkan sumber penerimaan yang telah berjalan. Untuk itu berbagai solusi alternatif yang dapat direkomendasikan adalah sebagai berikut ; pertama, dalam rangka pembangunan ekonomi daerah, make Pemerintah dan Masyarakat Daerah Kabupaten Banggai perlu memperhatikan indikator pembangunan ekonomi, baik bersifat umum dan khusus. Pemerintah Daerah memprakarsai tersedianya data indikator-indikator ekonomi yang dapat diakses masyarakat secara bebas dan terpadu. Selain itu pembangunan ekonomi diarahkan kepada pengembangan jenis usaha yang berbasis disektor pertanian sebagai keunggulan daerah. Kedua, untuk mewujudkan pola perencanaan pengeluaran pembangunan daerah, Pemerintah Pusat seyogyanya merubah pemrograman pengeluaran pembangunan yang mencerminkan tanggung jawab masing-masing level pemerintahan, memberikan peluang kepada daerah untuk mengembangkan program program yang mencerminkan kondisi daerah, bagi daerah mengkaji lebih lanjut jenis program yang menjadi tanggung jawab daerah dan memberikan ruang publik bagi masyarakat daerah didalam proses penganggaran pembangunan daerah (usulan penulis began 5.02). Ketiga, pada saat kondisi tingkat ketergantungan pemerintah daerah cukup tinggi kepada pemerintah pusat, maka pemerintah daerah seyogyanya memacu kegiatan pembanguan infrastruktur daerah dan pengembangan sumber daya manusia khususnya bidang pendidikan. Selain itu perlu juga memperhatikan pengembangan industri, peningkatan kualitas tenaga kerja, pengembangan pertambangang dan stabilitas daerah. Keempat, menyikapi kondisi wilayah yang dimekarkan dan mengantisipasi pelaksanaan otonomi daerah, maka pemerintah daerah perlu mengkaji lebih intensif berbagai jenis-jenis kegiatan yang sangat mendukung pengembangan program-program pada sektor perdagangan, pengembangan dunia usaha, keuangan daerah dan koperasi, sektor aparatur negara dan pengawasan serta sektor politik, hubungan luar negeri (antar daerah), komunikasi dan media massa. Disamping meningkatkan terns pengembangan kegiatan-kegiatan sektor pendidikan dan sektor transportasi. Kegiatan-kegiatan yang diprioritaskan lebih difokuskan pada upaya-upaya pengembangan industri dan dunia usaha daerah, peningkatan pendapatan daerah, peningkatan kualitas aparatur pemerintah dan penguatan institusi politik maupun budaya masyarakat lokal.
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T2336
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Hambali
Abstrak :
Kombinasi komunikasi yang menggabungkan suara, gambar dari data akhir-akhir ini berkembang dengan sangat pesat terutama perkembangan Internet. Kecepatan informasi merupakan hal terpenting karena kebutuhan mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya. Solusinya menggunakan sistem telekomunkasi optik. Beberapa metode telah dikemukakan, namun perkembangannya terus berlanjut. Salah satu komponen yang paling berperan dalam sistem ini adalah EDFA (Erbium Doped Fiber Amplifier). Tulisan ini menganalisa struktur EDFA yang dapat digunakan pada jaringan metro (short distance telecomurncation). Analisa yang digunakan adalah analisa hubungan antara karakteristic gain terhadap daya pompa (pump power), daya input, panjang serat serta filter optik pada serat optik EDFA mode tunggal. Dan hasil analisa numerik dengan simulasi komputer terhadap besaran fisis yang dikandung dalam komponen aktif erbium doped diperoleh bahwa gain serat optik EDFA mode tunggal sangat bergantung pada daya pompa, daya input serta panjang serat. Kesulitan yang timbul adalah bahwa keluaran daya ASE (Amplified Spontaneous Emission) yang tidak sama pada panjang gelombang 1531 nm. Permasalahan tersebut dapat dipecahkan dengan menggunakan komponen pasif filter optik.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T10963
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ricky Hambali
Abstrak :
Gempa bumi dapat menimbulkan kerugian material yang cukup signifikan. Besar kecilnya kerugian material yang terjadi ditentukan oleh intensìtas gempa itu sendiri, kualitas struktur bangunan, kondisi geoteknik dimana bangunan berada dan nilai ekonomis dari bangunan-bangunan di daerah yang terkena gempa. Pada tahun 2000 di sebuah seminar Professor MT Zen pakar gempa bumi dan Institut Teknologi Bandung memperlihatkan kemungkinan bagaimana suatu gempa dangkal di Selat Sunda dapat menimbulkan kerugian material yang besar di propinsi Banten, Jawa Barat dan DKI Jakarta: Salah satu cara untuk meminimalkan kerugian jika gempa terjadi adalah dengan mengalihkan risiko kemungkinan kerugian ke perusahaan asuransi berupa penutupan asuransi kerugian atas risiko gempa bumi. Dewan Asuransi Indonesia (DAI) pada tahun 1996 telah mengeluarkan Polis Standar Gempa Bumi Indonesia dimana penutupan nsiko gempa bumi dilakukan secara tersendiri dan tidak berhubungan dengan risiko kebakaran pada umumnya. Selain itu DM juga telah mengeluarkan daftar tarip premi untuk risíko kerusakan akibat gempa bumi. Salah satu kegunaan dengan adanya daftar tarip premi ini, bahwa daftar tarip premi dimaksud dapat dijadikan acuan perusahaan asurunsi dalam penentuan tarip. DAI juga mengharapkan adanya daftar tersebut dapat menghindarkan persaingan yang tidak sehat antar perusahaan asuransi serta standardisasi syarat-syarat pertanggungan. Sebelum tahun 1996 banyak perusahaan asuransi memberikan cuma - cuina penutupan risiko gempa sebagai perluasan dan penutupan risiko kebakaran sebegai dampak dari persarngan bisnis asuransi kerugian dalam memperebutkan market share yang lebih besar. Dengan menggunakan dasar-dasar (teori probabilitas bersyarat), fungsi eksponential Possion sebagai penyederhanaan periode ulang suatu gempa merusak dan tabel-tabel yang disiapkan oleh Prof. Whitman dkk dari MIT (Massachusets Institute of Technology) sebagai penyederhanaan tingkat rata-rata kerusakan yang timbul di suatu bangunan akibat adanya sebuah gempa merusak, dan dengan data gempa merusak yang diperoleh dari Pusat Gempa Nasional Sub Bidang Analisa Geofisika Badan Meeorologi dan Geofisika, dapat ditentukan faktor frekuensi rata rata terjadinya gempa merusak dan faktor severity kerusakan rata-rata. Kajian juga hanya dilakukan untuk wilayah 3 dan 4 menurut Peraturan Perancanaan Tahan Gempa Indonesia untuk gedung 1983 mengingat di wilayuh 3 dan 4 tersebut terletak kota-kota yang memiIiki gedung-gedung dengan nilai ekonomis tinngi yang berarti memiliki tingkat potensi kerugian yang tinggi pula. Expected toss yang terjadi dapat ditentukan setelah faktor frekuensi rata-rata gempa besar terjadi dan faktor kerusakan rata-rata (severIty) di suatu bangunan akibat adanya sebuah gempa diketahui, Expected Loss merupakari hasil perkaIian antara faktor frekuensi dan faktor severly. Berdasafkan hash perhitungan penulis diperoleh tarip premi untuk wilayah 3 dan 4 yang tidak terlalu berbeda dngan tarip yang dikeluarkan DAI tanpa menggunakan loading factor.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T2592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Hambali
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya Propinsi Jawa Timur dengan lama waktu tiga bulan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan kebijakan reception facilities di pelabuhan dan menetapkan urutan determinan pelaksanaan kebijakan reception facilities dari yang paling baik. Penelitian menggunakan metode eksplorasi (exploratory studies) yaitu penelitian yang mencari ide-ide atau hubunganhubungan atau variabel-variabel yang berkaitan dan menyelidiki, mengapa kebijakan pemerintah tersebut tidak dilaksanakan di lapangan. Hipotesis penelitian jika peraturan-peraturan yang tegas dan akomodatif, kelembagaan yang jelas, sarana prasarana yang memadai dan sumberdaya manusia yang profesional, dapat dipenuhi maka kebijakan reception facilities dapat berjalan dengan baik dan dapat mendukung kelestarian lingkungan hidup di perairan pelabuhan dalam rangka program Bandar Indah (Ecoport). Pelabuhan Tanjung Perak telah memiliki reception facilities yang dibangun tahun 1988 sebagai tindak lanjut dari kebijakan IMO dalam International Convention for Prevention of Pollution From Ships, 1973-1978 yang telah diratifikasi melalui Keppres No 46 Tahun 1986 tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal, dan ditindak lanjuti oleh Kepmen Perhubungan No 215/AL.506/PHB-87 tentang Pengadaan Fasilitas Penampungan Limbah dari Kapal-kapal (reception facilities). Namun kondisi reception facilites sejak dibangun hingga saat ini tidak pernah digunakan sama sekali sehingga telah mengalami degradasi fungsi dan wujudnya. Penelitian ini menemukenali dan mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan kebijakan reception facilities di Pelabuhan Tanjung Perak. Hasil evaluasi pelaksanaan kebijakan reception facilities di pelabuhan Tanjung Perak menunjukan bahwa kebijakan tersebut tidak berjalan sehingga tidak dapat mendukung grogram ecoport (Bandar Indah). Determinan atau faktor-faktor penentu kebijakan reception facilities yang terlaksana di Pelabuhan Tanjung Perak adalah penyediaan sarana yang memadai (dengan tingkat pelaksanaan 65,84 %), ketersediaan peraturanperaturan yang tegas dan akomodatif (dengan tingkat pelaksanaan 51,75 %), ketersediaan sumberdaya manusia yang profesional (dengan tingkat pelaksanaan 46,95 %), kelembagaan yang jelas (dengan tingkat pelaksanaan 40,23 %), dan prasarana yang baik (dengan tingkat pelaksanaan 35,02 %). Pada akhimya, berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian yang dilakukan dapat disarankan bahwa: 1. Perlu ditinjau kembali Kepmen Perhubungan Nomor 215 Tahun 1987. 2. Pemerintah Indonesia cq Departemen Perhubungan lebih berkonsentrasi pada penegakan regulasi operasional yang telah dibuat.
This research was carried out in Tanjung Perak Port-Surabaya, East Java Province in three months. It is aimed at evaluating implementation of reception facility policy in port and providing the best determinant priority in the implementation of reception facility policy. The research applies exploratory study method, namely a research finding related ideas, relations or variables as well as inquiry on why the government policy is not implemented. Research hypothesis: if there are firm and accommodative regulation, clear institution, sufficient facility and infrastructure and professional human resources, then reception facility policy could run well and support environmental conservation in port waters in the frame of Beautiful Port Program (Ecoport). Tanjung Perak Port has been equipped with reception facility constructed in 1988 as the follow-up of IMO policy in International Convention for Prevention of Pollution from Ships, 1973-1978, which has been ratified by Presidential Decree No. 46 year 1986 on Prevention of Pollution from Ships, and is completed by Decree of the Minister of Transportation No. 2151AL.5061PHB-87 on Procurement of Reception Facilities. However, the reception facility has never been utilized since its construction until the present time. Thus, it degrades in its function and shape. This research has identified and evaluated the factors influencing implementation of reception facility in Tanjung Perak Port. Result of implementation evaluation of the reception facility policy in Tanjung Perak Port indicates that the policy is not implemented. As the result, it cannot support the ecoport program. Determinant or factors influencing implementation of reception facility in Tanjung Perak Port are sufficient facility (with implementation degree of 65.84%), firm and accommodative regulation (with implementation degree of 51.75%), professional human resources (with implementation degree of 46.95%), clear institution (with implementation degree of 40.23%), and sufficient infrastructure (with implementation degree of 35.02%). Finally, based on analysis against result of the research carried out it is recommended that: 1. Decree of the Minister of Transportation No. 215 of 1987 should be reviewed 2. Indonesian Government eq the Ministry of Transportation should give more concentration on enforcement of operational regulation provided.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14927
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasan Hambali
Abstrak :
Perusahaan X adalah perusahaan minyak yang beroperasi di konsesi Selat Malaka dan merupakan kontraktor bagi hasil dengan Pertamina. Perusahaan ini telah beroperasi di konse si tersebut selama 10 tahun lebih. Konsesi ini pada mulanya dieksplorasi oleh perusahaan minyak Y selama 10 tahun tetapi perusahaan Y tidak menemukan adanya ladang minyak. Lama periode kontrak konsesi ini adalah 30 tahun dimulai sejak perusahaan Y beroperasi. Dengan demikian perusahaan X baru memasuki perioda 10 tahun terakhir. Selama 10 tahun beroperasi perusahaan minyak X telah menemukan dan mengembangkan 5 buah lapangan minyak yaitu Lapangan A, B, C, D dan E. Produksi lapangan-lapangan tersebut terus menurun kare na produksi sumur-sumurnya secara alami akan menurun. Produksi sumur yang terus menurun pada suatu saat akan mencapai suatu batas ekonomis. Batas ekonomis sumur tersebut sangat tergantung pada frekuensi workover dan biaya melakukan workover. Workover adalah suatu pekerjaan yang berhubungan dengan perbaikan sumur seperti penggaritian peralatan bawah tanah dan perbalkan struktur aliran fluida ke lubang sumur. Hasil perhitungan batas ekonomis produksi sumur yang ada pada Lapangan A, B, C, D dan E berturut-turut adalah 21 bph, 27 bph, 19 bph, 35 pbh dan 39 bph. Batas ekonoinis produksi sumur tersebut kemudian diguna kan untuk membuat ramalan jumlah sumur yang hidup. Sumur sumur yang hidup tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan sumur offshore dan sumur onshore. Setiap kelompok disedia kan sejumlah rig untuk keperluan workover. Juinlah rig opti mum yang harus standby djtentukan berdasarkan suatu teori antrian untuk jumlah populasi yang rendah. Penentuan jumlah rig optimum akan menghasilkan biaya standby workover yang juga optimum. Biaya standby ini akan sangat besar pengaruh nya terhadap total biaya lapangan. Batas ekonomis sebuah lapangan kemudian ditentukan berdasarkan ramalan pendapatan dan ramalan biaya. Batas ekonomis tersebut merupakan batas mulai dilakukannya disin vestasi. Ramalan pendapatan dihitung dengan menggunakan ramalan harga minyak dan ramalan produksi lapangan. Ramalan produksi lapangan merupakan jumnlah ramalan produksi sumur sumur yang ada pada lapangan tersebut. Ramalan biaya dihi tung dengan menggunakan asumsi kenaikan biaya sebesar 4 % per tahun. Dengan menggunakan ramalan pendapatan dan ramalan biaya tersebut kemudian dihitung net cash flow (NCF) lapangan. Batas ekonomis tercapai Pada saat NCF menjadi negatif. Dengan mengamati nilai-nilai NCF tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Lapangan C ternyata akan terus ekonomis sampai akhir konsesi yaitu bulan Agustus 2000. Batas ekonomis laparigan-lapangan lainnya yaitu Lapangan A, B, D dan E berturut-turut adalah Agustus 1994, Agustus 1997, Oktober 1993 dan Juli 1993
Depok: Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Humaidi Hambali
Abstrak :
[ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi adanya suatu sistem pemerintahan yang di gulirkan oleh seorang tokoh Syi?ah Ayatullah Khumaini, yang selanjutnya terkonsep dalam bentuk sistem yang disebut Wilayah Faqih, yang berbeda dengan sistem pemerintahan di negara lain yang menganut sistem pemerintahan Islam sekalipun. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mencari jawaban tentang bagaimana bentuk kongkrit sistem pemerintahan Republik Islam Iran? Sebagai kerangka teori dalam penelitian ini menggunakan teori politik Islam Syi?ah. Dan penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil temuan dalam penelitian ini bahwa pemikiran politik Islam Syi?ah tertuang dalam konstitusi negara dengan berlandaskan teks agama baik dari al-Qur?an maupun al-Hadist, atau konsep ini juga dikenal dengan sebutan Teo-Demokrasi, walau demikian kekuasaan ada pada rakyat dalam hal partisipasi politik. Wilayah Faqih juga mengadopsi sistem trias politica, dimana kekuasaan terbagi dalam tiga lembaga ; Yudikatif, Eksekutif dan Legislatif. Yang menjadi pembeda adalah landasan pada masing-masing bagian. Dalam sistem Wilayah Faqih terdapat kekuasaan di atas 3 lembaga tersebut, yaitu Rahbar.
ABSTRACT
This research is motivated existence of a system of government in the scroll by a Shiite leader Ayatollah Khomeini, who subsequently conceptualized in the form of a system called Wilayah Faqih, which is different from the system of government in other countries that embrace the Islamic government system though. Therefore, this study was conducted to seek answers about how the concrete form system of government of the Islamic Republic of Iran As a theoretical framework in this study using Shiite Islamic political theory. And this study used qualitative research methods. The findings in this study that the Shiite Islamic political thought contained in the state constitution on the basis of religious texts from both the Koran and al- Hadith, or the concept is also known as Teo-Democracy, however power is in the people in terms of political participation. Wilayah Faqih also adopted trias politica system, in which power is divided in three institutions; Judiciary, Executive and Legislative. That the difference is the cornerstone on each section. In the system there is power in the Wilayah Faqih on 3 institutions, namely Rahbar, This research is motivated existence of a system of government in the scroll by a Shiite leader Ayatollah Khomeini, who subsequently conceptualized in the form of a system called Wilayah Faqih, which is different from the system of government in other countries that embrace the Islamic government system though. Therefore, this study was conducted to seek answers about how the concrete form system of government of the Islamic Republic of Iran? As a theoretical framework in this study using Shiite Islamic political theory. And this study used qualitative research methods. The findings in this study that the Shiite Islamic political thought contained in the state constitution on the basis of religious texts from both the Koran and al- Hadith, or the concept is also known as Teo-Democracy, however power is in the people in terms of political participation. Wilayah Faqih also adopted trias politica system, in which power is divided in three institutions; Judiciary, Executive and Legislative. That the difference is the cornerstone on each section. In the system there is power in the Wilayah Faqih on 3 institutions, namely Rahbar]
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>