Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herdis Herdiansyah
Abstrak :
Kegagalan modernitas memberikan kehidupan yang lebih baik kepada kehidupan manusia dipakai sebagai momentum kebangkitan era baru, era posmodernis. Pergeseran pola-pola konsumsi dan berubahnya tanda menyebabkan hubungan manusia dengan manusia yang lain ditandai dengan perubahan yang revolusioner. Perubahan ini terkait dengan perkemtangan lime pengetahuan dan teknologi. Seksualitas sebagai satu medium hubungan manusia dalam posmodemisme dilakukan dengan keragaman wacana, irnpressif dan bahkan dianggap melanggar tabu yang telah dibakukan. Tabu seksualitas ini adalah prinsip esensialisme yang beranggapan bahwa kodrat biologis manusia menyebabkan orientasi individu ditentukan oleh organ biologisnya. Laki-laki hanya boleh berhubungan dengan perempuan dalam satu ikatan resmi (heteroseksual-monogami). Penelitian ini mempergunakan metodologi analisis deskriptif, komparasi dan (khusus pada bab IV) dengan metode dekonstruksi. Grand-narrative dalam seksualitas terbentuk lewat etika Victorian, dimana seksualitas dibungkam dan diarahkan harrya untuk beribadah dan bekerja keras (puritanisme). Pemahaman Victorianisme bermula dari doktrin kepercayaan Gereja pada abad pertengahan dimana doktrin Gereja beranggapan bahwa tubuh dan seksualitas adalah sesuatu yang kotor. Doktrin ini beranggapan tubuh dan seksualitas harus diarahkan sedemikian rupa untuk penyatuan diri dengan Tuhan. Grand-narrative seksualitas juga terbangun dengan negasi the others Sarterian. Hubungan dengan yang lain (the others) adalah musuh bagi subjek. Kondisinya saling mengobjekan dengan yang lain. Melampaui grand-narrative dari seksualitas, -sebagai fondasi teoritis- seksualitas posmodernis terbangun melalui klasifikasi Freudian, yakni libido menjadi penggerak dalam kehidupan seseorang. Pemahaman Freudian mengharuskan ego sesuai dengan realitas, tapi bagi Lacan justru ego dibawah kendali realitas. Realitas hasrat ini berbentuk pada pencarian dari libido dalam pelbagai aktivitas kehidupan. Kenikmatan tubuh juga senantiasa bisa bergeser menjadi kenikmatan literal yang bersifat subversif. Marquis de Sade dan Sacher van-Mashoc berusaha untuk melawan moralitas dari modernitas berupa pengekengan dan pengendalian rnenjadi satu bentuk kejahatan sampai batasan yang ekstrim, salah satunya berupa kejahatan atas tubuh melalui teks. Senada dengan Sade dan Mashoc, Battaile beranggapan bahwa tabu dianggap sebagai penghalang dari kehidupan. Untuk mendapatkan kenikmatan maka tabu harus dilanggar dimana tabu ini adalah pengetatan dari sistem sosial. Teoritisasi yang dipakai dalam penelitian ini memakai analisa Butler, dimana tidak ada identitas asali selain proses pengulangan demi pengulangan. Proses pengulangan adalah imitasi tanpa henti sehingga tidak ada koherensi organ genital dengan preferensi seksual. Dari analisa Foucault, seksualitas merupakan arena kompleks relasi kekuasaan, pengetahuan dan kenikmatan, Seksualitas diatur dan diarahkan untuk membentuk individu yang patuh. Bagi Foucault, apapun peraturan dan tabu yang dipakai, seksualitas akan selalu mencari jalan keluar "penyimpangan" dari aturan yang dilakukan. Dari analisa Foucault, seksualitas tidak bisa dibatasi dan diatur dalam keketatan peraturan dan larangan. Teoritisasi terakhir memakai Baudrillard. BaudrilIard melihat seksualitas posmodernis kini tergantikan menjadi kenikmatan imajinasi dan bergesernya tubuh menjadi mesin, Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin cepat menyebabkan logika hasrat dan politik bujuk rayu menggeser kenikmatan ragawi menjadi proses konsumsi kenikmatan tanpa henti, yang kemudian dikenal dengan zaman post-seksualitas. Refleksi kritis dan dekonstruksi seksualitas posmodernis dalam wacana seksualitas kontemporer memberikan peluang yang sarna untuk kalangan marginal (feminis sampai minoritas seksual/homoseksualitas) dalam menentukan batasan kenikmatan, rangsangan dan Cara memperoleh kenikmatannya sendiri. Begitupula dengan pornografi yang menjadi salah satu probiematika masyarakat. Ketika memang tidak ada dehumanisasi, eksploitasi objek dan dilakukan lengan kesadaran objek sebagai pilihan dari kebebasannnya, maka pornografi adalah satu perbuatan legal dan patut dihormati, Tapi ketika terjadi eksploitasi dan dehumanisasi maka delik pidana mutlak dikenakan dengan sanksi yang berat bagi pelaku (produser). Penelitian ini akhirnya menghasilkan kesimpulan bahwa seksualitas posmodernis yang konsep-konsep filosofisnya salah satunya terbangun dengan plularitas wacana, denaturalisasi, dan polimorfisme hasrat (disamping fondasi teoritis pada bab 11) adalah berupa keharusan untuk memberikan penghormatan atas aktivitas-aktivitas seksualitas di luar esensialisme (heteroseksual-monogami). Sebagai bentuk kesadaran dan kebebasan, seksualitas posmodernis akan selalu mencari bentuk pelepasan hasrat. Dengan kondisi ini, maka normalisasi, pengawasan yang membatasi, pengaturan yang ketat justru akan membuat aktivitas seksualitas masyarakat posmodernis semakin beragam, ekspresif, dan subversif Pengakomodiran dan penghormatan aktivitas-aktivitas di luar essensiaiisme mutlak untuk dilakukan, Seksualitas posmodernis juga tidak akan menimbulkan satu kondisi kacau berupa penjungkir balikan nilai-nilai yang selama ini diyakini, tetapi maiah menimbulkan sate kohesi sosial yang positif karena ditopang oleh penghormatan dan pengafirmasian wacana seksualitas diluar apa yang satu individu lakukan. Satu kondisi dimana wacana seksualitas ini sebatas tidak terjadinya satu eksploitasi dan dehumanisasi pihak yang lain.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17377
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herdis Herdiansyah
Abstrak :
ABSTRAK
Climate change currently becomes the concern of policymakers and academics because the impact is already extensive. The Bajo People Community, located in Wakatobi, Southeast Sulawesi is a coastal community with a significant portion of its population living as fishermen. The people and fishermen in the Bajo people also felt the impact of climate change on the coastal and marine environment. The effect on the environment is very influential on the economic and social community of the Bajo People. This study aims to define the alternative to propose adaptation strategy to deal with climate change for fishermen. The benefit of this study is to provide input for planners, policymakers, and practitioners related to fisheries in the territory of Indonesia. Climate change adaptation is necessary to maintain the quality of life of fishers and to achieve the stability of available resources. This study used a literature study and Analytical Hierarchy Process (AHP) as its method to find the alternative strategy in order to face climate change. The plan proposed in this research are three, namely increasing knowledge and information about climate change, resource management, and livelihood diversification. The result of this research is that Bajo Fishermen need an appropriate adaptation strategy to mitigate the situation towards climate change issues, which is necessary to prevent the disruption of economic and social activities, focusing on the cognitive, practical and structured aspects that base on cultural values, norms, and customs of the Bajo people. This study found four useful variables to be used as coping strategies for climate change, which are social, ecological, economic and political alternatives. The four variables are strengthening the surveillance of epidemic disease, developing fish gear technology, improving proper water treatment management, and creating awareness of climate change for the fishermen community.
Jakarta: Research and Development Agency Ministry of Home Affairs, 2018
351 JBP 10:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library