Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ilya Revianti Sudjono Sunarwinadi
"Latar belakang permasalahan yang mendarong dilakukannya studi penelitian ini ialah perkembangan dunia saat ini yang menampakkan semakin meningkatnya saling ketergantungan antar negara. Berbagai kepentingan atau minat yang mewarnai arus hubungan antar negara, serta perkembangan alat perhubungan dan teknologi, semakin meningkatkan hubungan yang mulanya terkendali oleh waktu maupun jarak ruang. Pertemuan antar manusia dengan latar belakang kebudayaan berbeda menjadi tidak terhindarkan dan setiap saat terjadi proses adaptasi antar budaya, yaitu ketika orang harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial budaya yang baru.
Adaptasi antar budaya tercermin pada kesesuaian antara pola komunikasi pendatang ke suatu lingkungan baru dengan pola komunikasi yang diharapkan oleh masyarakat setempat. Sebaliknya, adaptasi antar budaya juga ditunjang oleh kesesuaian pola komunikasi. Salah satu hakekat komunikasi ialah kegiatan pencaharian dan perolehan informasi dari lingkungan. Informasi dapat diperoleh melalui saluran media massa dan saluran non-media massa. Komunikasi massa dan komunikasi non-media massa merupakan unsur-unsur dari kegiatan komunikasi sosial, yang saling tidak terpisahkan dan saling mempengaruhi.
Sorotan terhadap hubungan antara komunikasi massa dengan komunikasi non-media massa mengarahkan perhatian pada suatu proposisi dari Miller (1982), yang melihat adanya kemungkinan bahwa 'pengenaan terhadap pesan media massa dalam jumlah banyak dapat menghambat kemampuan orang untuk berkomunikasi secara antar pribadi'. Proposisi Miller tersebut berlandaskan pada pemikirannya tentang adanya tiga jenis informasi, yaitu: informasi kultural, informasi sosiologikal masuk jenis informasi mengenai hasil dari konseptualisasi Miller adalah: bila ramalan dan informasi psikologikal. Masing dapat membantu peramalan seseorang upaya komunikasinya. Inti dari mengenai 'komunikasi antar pribadi' mengenai hasil komunikasi sangat tergantung pada informasi kultural dan/atau sosiologikal, maka para pelaku komunikasi komunikasi terlibat dalam komunikasi 'impersonal'; jika ramalan sangat didasarkan pada informasi psikologika., maka para pelaku komunikasi terlibat dalam komunikasi 'antar pribadi'. Miller menghubungkan ketiga jenis informasi dengan penggunaan saluran komunikasi melalui media massa dan non-media massa. Informasi kultural dan sosiologikal berperan pokok dalam komunikasi melalui media massa, sedangkan informasi psikologikal berperan dalam komunikasi non-media massa.
Proposisi Miller tersebut mendorong pada minat dalam studi ini untuk melihat kemungkinan terjadinya dalam situasi antar budaya, khususnya dalam konteks adaptasi antar budaya. Yang dilihat sebagai permasalahan pokok penelitian ialah: sampai sejauh mana kebenaran bahwa pengenaan media massa dapat menentukan kemampuan komunikasi antar pribadi dalam konteks adaptasi antar budaya? Bagaimana kemungkinan peranan dari komunikasi non-media massa terhadap kemampuan komunikasi antar pribadi dalam konteks adaptasi antar budaya? Bagaimana kemungkinan peranan dari faktor-faktor lain di luar kegiatan komunikasi terhadap kemampuan komunikasi antar pribadi dalam konteks adaptasi antar budaya?
Penelitian lapangan seluruhnya dilaksanakan di kota Tokyo, Jepang, terhadap warga masyarakat Indonesia yang telah menetap sedikitnya satu tahun, tidak mempunyai pertalian hubungan darah maupun perkawinan dengan orang Jepang dan berusia sedikitnya 18 tahun. Sampel ditentukan secara non-probabilita, karena tidak mungkinnya diperoleh daftar lengkap dan terinci mengenai jumlah populasi. Dari 100 kuesioner yang disebarkan, sejumlah 80 dikembalikan kepada peneliti. Penelitian lapangan keseluruhan, yaitu penjajagan dan survey dilaksanakan antara bulan Juli 1991 sampai dengan bulan Mei 1992.
Untuk analisis data dipergunakan:
(1) Metode analisis deskriptif, yaitu terhadap variabel-variabel pokok dalam studi, serta
(2) Metode analisis diskriminan, yakni untuk menjawab pertanyaan mengenai peranan atau kontribusi masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.
Yang dianggap sebagai variabel-variabel independen adalah aspek-aspek yang tercakup dalam konsep-konsep: 'penggunaan media massa', 'komunikasi non-media massa', 'faktor disposisional' dan 'faktor situasional'. Sedangkan yang dilihat sebagai variabel dependen ialah konsep 'kemampuan komunikasi antar pribadi dalam konteks antar budaya'. Untuk konsep ini digunakan tiga indikator, yaitu 'anggapan tentang hubungan dengan orang Jepang', 'penilaian tentang keefektifan komunikasi' dan 'pengetahuan tentang kelayakan komunikasi'.
Hasil penelitian menemukan bahwa:
(1) 'Faktor disposisional' merupakan faktor yang terbesar peranannya dalam menentukan kemampuan komunikasi antar pribadi dalam konteks adaptasi antar budaya. Khususnya aspek-aspek yang berperan adalah 'rencana menetap keseluruhan', 'perasaan ketika menghadapi perbedaan', 'lama menetap', 'usaha menggunakan bahasa Jepang' dan 'pekerjaan', 'pengetahuan tentang Jepang sebelum menetap'.
(2) ?Penggunaan media massa' merupakan faktor kedua terbesar yang berperan menentukan kemampuan komunikasi antar pribadi dalam konteks adaptasi antar budaya. Khususnya aspek-aspek yang berperan adalah : 'bahasa pengantar dalam menggunakan televisi', 'pilihan topik televisi secara khusus', 'kegiatan lain selama menggunakan televisi' dan 'pilihan topik televisi secara umum'. Menjawab pertanyaan pokok dalam penelitian ini, maka ternyata proposisi Miller yang menyatakan kemungkinan terdapatnya hubungan antara penggunaan media massa dalam jumlah banyak dengan kemampuan komunikasi antar pribadi, kurang didukung oleh data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun hubungan itu ada, namun termasuk 'lemah' atau 'rendah'. Ternyata aspek penggunaan media massa yang lebih kuat peranannya adalah 'pilihan topik televisi secara khusus'. Artinya, pelaku adaptasi antar budaya yang mempunyai lebih banyak pilihan topik khusus dalam televisi, adalah yang cenderung untuk memandang hubungannya dengan orang Jepang bersifat 'non-antar pribadi'.
(3) 'Komunikasi non media massa', dalam menunjukkan peranannya, hampir sama besarnya dengan 'penggunaan media massa' dalam menentukan kemampuan komunikasi antar pribadi dalam konteks adaptasi antar budaya. Khususnya aspek-aspek yang berperan ialah . 'penggunaan Bahasa Jepang dalam berkomunikasi antar budaya', 'frekuensi hubungan antar budaya', 'tingkat keakraban dalam hubungan antar budaya' dan 'mayoritas anggota dalam organisasi yang diikuti'.
(4) 'Faktor situasional' adalah yang terkecil peranannya terhadap 'kemampuan komunikasi antar pribadi dalam konteks antar budaya'. Aspek dari faktor situasional yang menunjukkan peranannya hanyalah 'pengalaman pernah tersinggung atau tidak tersinggung karena perlakuan orang Jepang' dan 'tetangga terdekat dari tempat tinggal'.
Secara keseluruhan, dari hasil studi dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi antar pribadi dalam pengertian 'anggapan tentang hubungan dengan orang Jepang sebagai hubungan antar pribadi' tidak sama dengan kemampuan komunikasi antar pribadi dalam pengertian 'penilaian tentang keefektifan komunikasi' dan 'pengetahuan tentang kelayakan komunikasi'. Data kategorikal atau informasi kultural dan sosiologikal tetap diperlukan bagi berlangsungnya 'komunikasi antar pribadi dalam konteks antar budaya'."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
D345
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilya Revianti Sudjono Sunarwinadi
Jakarta: UI-Press, 2009
PGB 0305
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Ilya Revianti Sudjono Sunarwinadi
"ABSTRAK
Jawa Barat merupakan provinsi yang rawan akan bencana antara lain longsor dan gempa bumi. Gempa bumi dengan kekuatan (magnitudo) besar dapat menimbulkan banyak risiko salah satunya adalah longsor. Untuk menggambarkan tingkat risiko gempa bumi di suatu lokasi dapat digunakan persebaran nilai PGA (Peak Ground Acceleration). Modified Mercalli Intensity (MMI) dan PGA memiliki korelasi yang tinggi dengan pola distribusi tanah longsor. Penelitian ini menjelaskan tentang sebaran kejadian longsor yang berhubungan dengan gempa bumi di Provinsi Jawa Barat dan mengetahui hubungan antara sebaran longsor yang terjadi dengan sebaran Nilai PGA. Data longsor maupun gempa bumi didapat dari berbagai instansi pemerintahan. Rumus perhitungan PGA yang digunakan adalah model perhitungan PGA McGuire. Data PGA didapat dari hasil pengolahan data gempa bumi. Pada periode tahun 1998-2013 di Jawa Barat terdapat 481 kejadian longsor, tetapi hanya ada dua kejadian longsor yang berhubungan secara langsung dengan gempa bumi atau longsor akibat gempa. Longsor tersebut terdapat di wilayah selatan Jawa Barat yang merupakan wilayah pegunungan curam dan longsor berada di jarak ±100 km dari sumber gempa atau episenter. Dua kejadian longsor tersebut berada di wilayah nilai PGA 75-139 gals dengan tingkat kerusakan sedang. Sehingga dapat diketahui bahwa longsor dapat berhubungan secara langsung dengan gempa bumi apabila nilai PGA di suatu lokasi mencapai nilai 75-139 gals atau lebih besar.

ABSTRACT
West Java province is prone to disasters such as landslides and earthquakes Strong earthquakes can cause a lot of risk one is the landslide. To illustrate the level of earthquake risk at a given location can be used scatter PGA (Peak Ground Acceleration). Modified Mercalli Intensity (MMI) and the PGA has a high correlation with the pattern of distribution of landslides. This study describes the distribution of landslides associated with the earthquake in West Java province and determine the relationship between the distribution of landslides that occurred with the distribution of PGA value. Landslides and earthquakes data obtained from various government agencies. PGA calculation formula used is the model calculation PGA McGuire. PGA of data obtained from the processing of earthquake data. In the period 1998-2013 in West Java were 481 landslides, but only two landslides that associated to earthquakes are directly or landslides caused by the earthquake. Two landslides are in the southern region of West Java, which is a region of steep mountains and landslides are in the range ± 100 km from the earthquake source or epicenter. Two landslides are in the region of PGA values 75-139 gals with medium levels of damage. So it can be seen that the landslide can associate directly to the earthquake when the PGA value at a location reaches 75-139 gals or greater.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S57910
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilya Revianti Sudjono Sunarwinadi
"Kebebasan pers dan kebebasan menyatakan pendapat secara formal dijamin dalam Konstitusi Jepang, sehingga diharapkan bahwa pers dan masyarakat secara umum memiliki kebebasan dalam hubungannya dengan pemerintah. Praktisi media Jepang merasa bahwa kebebasan itu dalam kenyataannya telah dipraktekkan, dan pasal khusus yang menyangkut masalah kebebasan pers dalam konstitusi dipandang sebagai norma yang harus diikuti oleh pers Jepang. Namun muncul pendapat-pendapat bahwa kebebasan pers di Jepang sesungguhnya sampai batas tertentu telah mendapatkan pengontrolan oleh penguasa. Anggapan ini berhubungan dengan praktek ?sensor-diri? yang biasanya dikaitkan dengan pihak media Jepang. Praktek tersebut dalam kajian ini dilihat erat kaitannya dengan falsafah budaya tradisional Jepang. Kalangan media Jepang menganggap sebagai suatu kewajiban bagi mereka untuk secara sukarela memandang semua hal yang berhubungan dengan keluarga kerajaan Jepang merupakan hal yang sangat sensitif dan tidak boleh disinggung. Terdapat beberapa pembatasan yang tidak dapat atau tidak patut untuk dilanggar. Pelanggaran terhadap larangan atau pembatasan tersebut akan menyebabkan mereka dikenakan sanksi penyingkiran oleh rekanrekan anggota ?klub kisha? atau sanksi sosial oleh publik. Kadang-kadang sensor-diri dilakukan oleh kalangan media lebih karena kekhawatirannya terhadap pihak sayap kanan atau partai yang berkuasa.

Freedom of the press and freedom of expression are formally guaranteed on the Constitution of Japan, therefore to be expected that the press and people in general have their independency vis a vis the state. The Japanese media people feel that those freedoms have been practiced, and the particular article of the constitution has been regarded as a norm by the media. But some opinions have also emerged that freedom of the press in Japan is in fact controlled in some ways by those in power. This notion is perhaps related to the practice of ?self-censorship? that has been commonly thought of the Japanese media. This practice is seen in this work as closely linked to Japan?s traditional cultural philosophy. The Japan media make it as an ?obligation? for themselves to voluntarily regard things related to the imperial family as something very sensitive to be touched upon. There are limitations that cannot be breached. Violations will mean that they will be sanctioned by other fellow members of the? kisha kurabbu? or socially punished by the public. Sometimes self-censorship is implemented by the media out of their fear of right wingers or the ruling party."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library