Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ina Marta Fauzia
"Salah satu karakteristik sekolah adalah ditinjau dari komposisi jenis kelamin muridnya, yaitu sekolah co-edukasi dan non co-edukasi. Sekolah co-edukasi adalah sekolah yang muridnya terdiri dan laki-laki dan perempuan, sedangkan sekolah non co-edukasi adalah sekolah yang muridnya hanya Iaki-Iaki atau perempuan saja. Lingkungan sekolah merupakan salah satu sarana sosialisasi peran jenis kelamin sehingga peneliti berasumsi bahwa perbedaan Iingkungan sosial dan interaksi antar murid di kedua sekolah tersebut akan berakibat pada kecenderungan penghayatan peran jenis kelamin siswinya, karena corak interaksi siswi dengan murid Iaki-laki akan berbeda dengan corak interaksi dengan teman sesama perempuan. Di sekolah co-edukasi siswi cenderung Iebih menjaga tingkah lakunya dengan kehadiran murid Iaki-laki serta kurang mendapat kesempatan dalam kegiatan-kegiatan yang biasanya didominasi murid Iaki-Iaki. Namun demikian mereka mungkin juga dapat mempelajari karakteristik maskulin dari teman-teman laki-lakinya. Sedangkan di sekolah non co-edukasi, interaksi di antara sesama perempuan dapat mendorong siswinya untuk memiliki ciri feminim yang kuat. Akan tetapi mereka juga dapat Iebih bebas bertingkah Iaku di antara sesama perempuan dan menampilkan diri dalam berbagai aktivitas tanpa ada keteriibatan murid Iaki-Iaki. Berbagai kemungkinan tersebut dapat muncul tetapi disini ada bentuk interaksi antar murid yang berbeda, dimana di sekolah non co-edukasi mereka hanya berada di tengah sesama perempuan, sedangkan di sekoiah co-edukasi mereka berinteraksi dengan teman laki-laki. Hal itu membawa peneliti pada asumsi bahwa ada perbedaan pada peran jenis kelamin siswi dari kedua sekolah tersebut.
Di samping itu beberapa penelitian melaporkan adanya pengaruh positif sekolah non co-adukasi pada prestasi perempuan. Perempuan cenderung menurun prestasinya bila bersaing langsung dengan laki-laki dalam hal prestasi akademis. Guru pun kadangkala memberi kesempatan lebih besar pada murid laki-laki dalam aktivitas belajar di kelas sehingga murid perempuan tidak mendapat dorongan yang kuat untuk berprestasi. Untuk menghindari hal demikian maka pemisahan murid perempuan dan laki-Iaki dinilai akan memberi efek yang lebih baik bagi murid perempuan. Penelitian menyebutkan bahwa atmosfer akademis di sekolah non co-edukasi berkembang Iebih baik daripada di sekolah co-edukasi. Penelitian Iain juga menyebutkan prestasi akademis siswi non co-edukasi lebih tinggi daripada siswi co-edukasi. Prestasi tidak terlepas dari tingkat aspirasi akademis. Orang yang memiliki tingkat aspirasi tinggi termotivasi untuk mencapai sasarannya sehingga akan berprestasi tinggi bila berhasil. Sebaliknya orang dengan tingkat aspirasi akademis yang rendah tidak terdorong untuk berusaha optimal sehingga prestasinya cenderung Iebih rendah. Oleh karena itu peneliti berasumsi bahwa tingkat aspirasi akademis siswi di sekolah co-edukasi dan non co-edukasi juga berbeda. Berkaitan dengan peran jenis kelamin dan tingkat aspirasi akademis, maka peneliti ingin melihat kecenderungan tingkat aspirasi akademis siswi yang memiliki peran jenis maskulin, feminin, androgyn dan undifferentiated. Penelitian ada yang menyebutkan bahwa tingkat motivasi orang androgyn dan maskulin Iebih tinggi daripada orang feminin, karena prestasi dan keberhasilan Iebih sering dianggap sebagai kualitas maskulin dan bukan kualitas feminin. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposif, yaitu siswi-siswi kelas 3 SMU co-edukasi dan non co-edukasi swasta Katolik/Protestan. Alat pengumpul data berupa dua buah kuesioner yang bertujuan mengukur peran jenis kelamin dan tingkat aspirasi akademis.
Penelitian ini menyimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada peran jenis kelamin siswi SMU oo-edukasi dan non co-edukasi. Nampaknya perbedaan komposisi jenis kelamin dan interaksi antar murid di kedua sekoiah ini tidak memberi dampak yang berbeda pada penghayatan peran jenis kelamin siswi-siswinya. Hal kedua yang dapat disimpulkan adalah tidak ada perbedaan tingkat aspirasi akademis siswi dari kedua jenis sekolah tersebut. Artinya siswi dari kedua jenis sekolah tersebut mempunyai kecenderungan yang sama untuk memiliki tingkat aspirasi tinggi maupun rendah. Untuk kesimpulan terakhir ternyata ditemukan adanya perbedaan tingkat aspirasi akademis antara siswi dengan peran jenis feminin, maskulin, androgyn dan undifferentiated dimana tingkat aspirasi akademis yang tinggi dimiliki oleh siswi maskulin dan androgyn sedangkan siswi feminin memiliki tingkat aspirasi akademis yang paling rendah. Dari peninjauan terhadap data kontrol ditemukan bahwa subyek yang merupakan anak pertama dan pemah mencapai peringkat 1,2,3 dan 5 besar kebanyakan memiliki tingkat aspirasi akademis yang tinggi. Subyek anak terakhir dan tunggal serta pernah menduduki peringkat 10 besar dan di luar 10 besar kebanyakan memiliki tingkat aspirasi akademis yang rendah.
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini antara lain berkaitan dengan ditemukannya faktor-faktor Iain yang dapat mempengaruhi tingkat aspirasi akademis, antara Iain prestasi yang pernah dicapai dan urutan kelahiran. Untuk itu mungkin perlu dilakukan penelitian lan}utan mengenai hubungan antara faktor-faktor telaebut dengan tingkat aspirasi akademis. Selain itu akan menarik pula bila dilakukan penelitian Ianjutan dengan sampel murid laki-Iaki sehingga bisadiketahui apakah ditemukan hasil yang berbeda pada murid Iaki-Iaki."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2961
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Marta Fauzia
"Anak tunarungu mengalami kererbatasan pendengaran yang dapat
berpengaruh pada berbagaiaspek kehidupannya. Sa!ah satunya adalah aspek sosial-emosional. Aspek sosial emosional antara lain mencakup sosialisasi, pemahaman diri, dan perkembangan emosi. Hambatan dalam pendengaran mempengaruhi
kemampuan dalam berkomunikasi. terutama secara lisan. Adanya keterbatasan komunikasi ini dapat membuat anak enggan berinteraksi dengan orang lain karcna
takut tidak diterima dan dipahami. Anak dapat menjadi kesepian dan terisolasi.
Kemurunguan anak juga dapat mempengaruhi penilaian anak terhadap dirinya
Apabila ia merasa kelunarnnguannya sebagai suatu kekurangan, maka ini dapat mengembangkan pemahaman diri yang cenderung negatif. Sebaliknya apabila anak tidak menganggap ketunarunguannya sebagai kekurangan diri, maka ia dapat memiliki pemahaman diri yang lebih positif. Dalam aspek emosi. anak tunarungu
dapat menjadi mudah cemas karena ingin selalu berada di dckal ibu dan kurang mandiri karena pengasuhan yang operproactive dari orangtua. Salah satu alay yang dapat menggali kondisi sosial-emosional adalah HFDs. Adanya berbagai
kemungkinan kondisi sosial-emosional tersebut mendorong peneliti untuk melihat
gambnran kondisi sosial-emosional anak tunarungu usi 8 tahun berdasarkan HF Ds.
Penelitian ini menggunakan penclekaran kualilalif karena dapat memberikan informasi yang lebih mendalam mengenai kondisi sosial emoslonal anak tunarungu
yang diteliti. Tes HFDS akan dilengkapi clengan anamnesis. Pcngambilan data
dilakukan di SDLB pada anak tunarungu yang bcrusia 8 tahun. ketunaruuguan
tergolong parah dan bert. serta mcmiliki inteligensi rata-rata. Subjek penelitian
berjumlah empat orang.
Hasil pcnclitian menunjukkan bahwa sebagian besar mengalami kesulitan
berintcraksi dengnn orang yang baru dikenal Sebagian besar subjek memiliki
kecenderungan bersikap kaku dan pemalu. Namun demikian mereka tidak memiliki masalah dalam berinteraksl dengan orang-orang di iingklulgan sekitar rumah.
Pemal1tian diri subjek ada yang positif dan ada juga yang cenderung negatif.
Umumnya subjek masih belum matang secara emosional dan berusaha melindungi
diri dari hal-hal yung dapat menimbulkan kecemasan.Beberapa subjek mcnunjukkan
kecendcrungan agresif`. Selain itu ada beberapa kondisi emosi yang adn panda masing-masing subjck. seperti kurnng percaya diri membutuhkan dukungan orang lain dan
orientusi ke dalam diri. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38772
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library