Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Inna Indah Sejati
Abstrak :
Pendahuluan: Covid-19 merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus SARS Cov-2. Covid-19 menyebabkan pandemic yang sudah berlangsung sejak tahun 2020. Sejak pandemic banyak orang yang pernah terkonfirmasi dan ada banyak juga yang sudah sembuh yang dikatakan sebagai penyintas covid-19. Penyintas covid-19 masih dapat merasakan gejala seperti brain fog (kabut otak). Pada mahasiswa sebagai penyintas Covid-19 yang melakukan pembelajaran dapat merasakan stress, stress yang di dapat ini disebut stress akademik. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mencari suatu hubungan antara stress akademik dengan brain fog pada mahasiswa penyintas Covid-19. Metodologi: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan melibatkan 125 mahasiswa penyintas Covid-19. Hasil: Analisa data menunjukan sebanyak 49 mahasiswa (39.2%) tidak mengalami Brain Fog, sedangkan 76 mahasiswa (60.8%) diduga mengalami Brain fog. Uji korelasi Rank Spearman juga menunjukan adanya korelasi antara tingkat stres akademik dengan Brain Fog (p value= 0.000) pada mahasiswa penyintas Covid-19 dengan nilai r sebesar 0.409. Kesimpulan: Kejadian Brain Fog pada penyintas Covid-19 diduga dipengaruhi adanya stres akademik. Perlu adanya manajamen stres yang baik pada mahasiswa penyintas Covid-19 untuk menjaga kemampuan berpikir. ......Introduction: Covid-19 is an infectious disease caused by the SARS Cov-2 virus. Covid-19 caused a pandemic that has been going on since 2020. Since the pandemic many people have been confirmed and many have recovered who are said to be survivors of covid-19. Covid-19 survivors can still experience symptoms such as brain fog. Students as survivors of Covid-19 who do learning can feel stress, the stress they get is called academic stress. Purpose: This research was conducted to find a relationship between academic stress and brain fog in students who survived Covid-19. Methodology: This study used a cross-sectional design involving 125 student survivors of Covid-19. Results: Data analysis showed that 49 students (39.2%) did not experience Brain Fog, while 76 students (60.8%) were suspected of experiencing Brain Fog. Spearman's Rank correlation test also showed a correlation between academic stress levels and Brain Fog (p value = 0.000) in students who survived Covid-19 with an r value of 0.409. Conclusion: The incidence of Brain Fog in Covid-19 survivors is deemed to be influenced by academic stress. There needs to be good stress management for students who are survivors of Covid-19 to maintain their thinking skills
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inna Indah Sejati
Abstrak :
Hidrosefalus yang terjadi pada seseorang dapat disebabkan oleh adanya perdarahan di dalam otak yang akhirnya menumpuk dan menekan otak dan perlu dilakukan operasi VP-Shunt. Gejala yang timbul dari penyakit ini dapat menimbulkan pasien penurunan kesadaran atau perubahan pada tingkat kesadaran dan perubahan fungsi kognitif yang dapat menyebabkan pasien gelisah. Penanganan pasien yang gelisah di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan di Intensive Care Unit (ICU) ialah berupa pemasangan Physical restraint di setiap ekstremitas. Penggunaan Physical restraint dalam jangka panjang dapat menimbulkan komplikasi neurovascular di ekstremitas. Seperti edema, kemerahan, mati rasa, keterbatasan gerak, peningkatan nyeri suhu, perubahan warna, dan kerusakan saraf. Sehingga, perlu adanya pemantauan pada anggota gerak yang terpasang Physical restraint. Metode dalam karya ilmiah ini dengan case study pada praktik klinik keperawatan kegawatdaruratan di RSUI. Pasien kelolaan adalah Tn. F berusia 69 tahun dengan diagnosis Pasca VP-Shunt atas indikasi hidrosefalus karena adanya perdarahan intraserebral dan intravaskuler di otak. Dan pasien dilakukan pemantauan pada anggota gerak yang terpasang Physical restrain selama perawatan. Didapatkan hasil tidak adanya komplikasi yang terjadi pada bagian ekstremitas pasien. Perawat dapat menggunakan pemantauan ini untuk mencegah terjadinya komplikasi neurovascular di ekstremitas. ......Hydrocephalus that occurs in a person can be caused by bleeding in the brain which eventually builds up and presses on the brain and requires VP-Shunt surgery. Symptoms arising from this disease can cause the patient to lose consciousness and changes in cognitive function which can cause the patient to become restless. Handling anxious patients in the Emergency Room (IGD) and Intensive Care Unit (ICU) is in the form of physical restraints on each extremity. Long-term use of physical restraints can cause neurovascular complications in the extremities. Such as oedema, redness, numbness, limited movement, increased pain, temperature, discoloration, and nerve damage. So, it is necessary to monitor the limbs that are attached to physical restraints. The method in this scientific work is a case study on emergency nursing clinical practice at RSUI. The patient managed is Mr. F is 69 years old with a diagnosis of Pasca-VP-Shunt for indications of hydrocephalus due to intracerebral and intravascular bleeding in the brain. And patients are monitored on the limbs that are attached to physical restraints during treatment. The results showed that there were no complications occurring in the patient's extremities. Nurses can use this monitoring to prevent neurovascular complications in the extremities.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library