Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Inten Devita
"Kotamadya Bandung termasuk dalam kategon kota besar di Indonesia yang mempunyai fungsi utama sebagai kota pemerintahan, kota pendidikan, kota perdagangan, kota pariwisata dan kebudayaan serta sebagal kota penndustrian. Demikian besar potensi yang dimiliki Kotamadya Bandung sehingga beban etas prasarana den sarana kota relatif tinggi dan banyak menimbulkan masalah sehubungan dengan pertumbuhan kola yang belum seimbang. Masalah yang menonjol entara lain, tingginya arus urbanisasi, kepadatan penduduk yang tinggi, kurangnya kesempatan kerja dan terbatasnya fasilitas dan utilitas perkotaan sehingga dapat menyebabkan tindak kejahatan atau kriminalitas di masyarakat. Dapat dipahami apabila di Kotamadya Bandung banyak terjadi masalah kriminalitas, namun bagaimana pole kriminalitasnya, untuk itulah penelitian mi dilakukan. Berdasarkan uraian di etas, masalah yang timbul datam penelitian mi adalah Bagaimanakah pola kriminalitas di Kotamadya Bandung? Kasus kriminalitas yang diteliti merupakan jenis kejahatan yang paling sering terjadi di Kotamadya Bandung sesuai dengan Laporan Situasi Gangguan Kamtibmas tahun 1993, Polwiltabes Bandung. Kasus kriminalitas yang diteliti adalah curanmor (pencunan kendaraan bermotor) yang terdiri dad pencunan motor dan pencurian mobil; pencunan yang terdiri dan pencurian dengan pemberatan (curat), pencurian dengan kekerasan (cures) dan pencurian nngan (curing); penganiayaan yang terdiri den aniaya beret dan eniaya ringan. Pole kriminalitas di Kotamadya Bandung menunjukkan kecenderungan, jumlah kriminalitas akan semakin meningkat jika menuju ke pusat kota, sebaliknya akan semakin berkurang jika menjauhi pusat kota. Dengan kate lain, bagian timur memiliki jumlah kriminalitas yang lebih rendah dibandingkan dengan bagian barat. Kasus kriminalitas yang paling banyak terjadi adalah curanmor sedangkan yang paling sedikit adalah penganiayaan. Distribusi curanmor, pencurien dan penganiayaan mempunyal kecenderungan bertambah jumlah kasusnyajika ke arah pusat kota. Menurut tempat kejadiannya, kriminalitas paling banyak terjadi di pemukiman dan paling sedikit terjadi di jalan umum. Curanmor, pencurian dan penganiayaan paling banyak teijadi di pemukiman sedangkan curanmor paling sedikit terjadi di jalan umum, untuk penganiayaan paling sedikit terjadi di tempat ramai. Menurut waktu kejadiannya, kriminalitas paling banyak terjadi peda jam 18.01 - 24.00 (malam hail) sedangkan yang paling sedikit terjadi pada jam 06.01 - 12.00 (pagi had). Curanmor dan penganiayaan paling banyak terjadi pada jam 18.01 - 24.00 (malam had) sedangkan pencurian paling banyak teijadi pada jam 24.01 - 06.00 (dini han). Bagian sebelah timur Kotamadya Bandung mempunyai proporsi kepadatan penduduk yang Iebih rendah dibandingkan dengan bagian sebelah barat, mi berarti bagian barat mempunyai penduduk yang Iebih padat dailpada bagian timur. Demikian halnya dengan krimmnalitasnya, bagman timur mempunyai persentase kriminalitas yang Iebih rendah jika dibandingkan dengan bagian barat. Kejadian kriminalitas dengan penggunaan tanah memperhhatkan kecenderungan, semakin tinggi persentase luas penggunaan tanah untuk pemukiman, industri dan perusahaan serta jasa, maka persentase jumlah kriminalitasnya juga semakin tinggi. Pada daerah yang persentase luas pemukimannya tinggi, persentase curanmor, pencurian dan penganiayaannya tinggi. Untuk kecamatan yang persentase luas industri dan perusahaannya tinggi, persentase pencuriannya tinggi; sedangkan pada kecamatan yang mempunyai persentase luas jasanya tinggi, persentase curanmor dan penganiayaannya juga tinggi."
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1995
S33503
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inten Devita
"Di masa sekarang ini setiap organisasi dituntut untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dan selaras dengan lingkungannya untuk dapat tetap bertahan. West (1997) dalam bukunya juga menekankan bahwa firma-firma yang terampi l dalam berinovasi, sukses mengeksploitasi ide-ide baru, akan mendapatkan keunggulan bersaing di pasar dunia yang berubah-ubah dengan cepat ini dan mereka yang tidak terampil akan tertinggal. West (1997) menjelaskan bahwa inovasi bukanlah mengisyaratkan kebaruan absolut. Perubahan bisa _dipandang sebagai suatu inovasi jika perubahan tersebut baru bagi seseorang, kelompok, atau organisasi yang memperkenalkannya. Labih lanjut dia mengatakan bahwa inovasi adalah sembarang produk baru dan lebih baik, atau cara baru dan lebih baik dalam mengerjakan berbagai hal, yang diperkenalkan oleh individu, kelompok, atau organisasi, dan yang mempengaruhi pekerjaan, individu, kelompok, atau organisasi Menurut West (1995), perilaku individu yang inovatif dapat ditunjukkan oleh dimensi-dimensi, seperti kecenderungan menciptakan ide-ide baru, tingginya toleransi terhadap ambiguitas, mempunyai motivasi untuk menjadi efektif, berorientasi pada inovasi dan juga berorientasi pada pencapaian. Menurut Siegel dan Kaemmerer (1978), iklim organisasi dapat mempengaruhi perilaku inovatif. Namun tidak begitu halnya dengan apa yang dikatakan oleh Pasaribu (1992), dia menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara iklim organisasi dengan perilaku inovatif.Beberapa ahli seperti Basu, Scott, dan Bruce (dalam Scott dan Bruce 1994) mengatakan bahwa perilaku inovatif dipengaruhi oleh hubungan timbal batik antara atasan bawahan (leader-member exchange). Kajian ini akan menjelaskan seberapa besar pengaruh leader- member erchange dan iklim organisasi terhadap perilaku inovatif dan sekaligus membuktikan bahwa iklim organisasi berhubungan secara signifikan dengan perilaku inovatif. Subyek yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 200 yang meliputi manajer tingkat menengah, manajer tingkat bawah, dan staf atau karyawan. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner perilaku inovatif yang disusun oleh West (1997), kuesioner leader-member exchange yang disusun oleh Dienesch dan Liden (1986), serta kuesioner iklim organisasi yang disusun oleh Scott dan Bruce (1994). Hasil kajian menunjukkan bahwa leader-member exchange dan iklim organisasi secara bersama-sama memiliki pengaruh yang bermakna terhadap perilaku inovatif karyawan. Semakin baik hubungan timbal balik antara atasan bawahan (leader-member exchange) dan semakin inovatif iklim organisasinya, semakin tinggi pula perilaku inovatif para karyawan organisasi tersebut. Meskipun demikian, diperoleh bukti bahwa leader-member exchange mempunyai sumbangan yang lebih berarti dalam menjelaskan perilaku inovatif dibandingkan dengan iklim organisasi. Dengan kata lain, vafiabel leader-member exchange mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap perilaku inovatif dibandingkan dengan variabel iklim organisasi. Dimensi professional respect (persepsi mengenai hubungan yang lebih dari hanya sekadar hubungan biasa di dalam pekerjaan), loyalty (ungkapan atau pernyataan yang mendukung penuh tujuan hubungan timbal balik antara atasan bawahan atau kesetiaan penuh pada seseorang), affect (hubungan saling kasih sayang dan persahabatan antara atasan bawahan berdasarkan daya tank antarindividu dan bukan hanya sekadar hubungan pekerjaan biasa), dan contribution (berorientasi pada tugas dan kesediaan untuk melakukan tugas melebihi dari uraian kerja) secara bersama-sama memiliki pengaruh yang bermakna terhadap perilaku inovatif karyawan. Meskipun demikian, diperoleh bukti bahwa dimensi contribution mempunyai sumbangan yang lebih berarti dalam menjelaskan perilaku inovatif dibandingkan dengan ketiga dimensi leader-member exchange lainnya (professional respect, loyalty, dan affect). Dengan kata lain, dimensi contribution mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap perilaku inovatif dibandingkan dengan ketiga dimensi leader-member exchange lainnya (professional respect, loyalty, dan affect). Dimensi support for innovation (dukungan terhadap inovasi) dan resource supply (sumber daya untuk bennovasi) secara bersama-sama memiliki pengaruh yang bermakna terhadap perilaku inovatif karyawan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dimensi resource supply dan support for innovation dengan perilaku inovatif, dimana variasi kemunculan dimensi-dimensi tersebut mempengaruhi tinggi rendahnya kadar perilaku inovatif. Meskipun demikian, diperoleh bukti bahwa dimensi resource supply mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap perilku inovatif dibandingkan dengan dimensi support for innovation. Saran bagi kajian selanjutnya dengan topik yang sama agar lebih memperkaya hasil penelitian dengan lebih memfokuskan pada karaktenstik internal perusahaan atau struktur organisasi yang akan diteliti. Hal ini tentu saja akan lebih menarik karena kita akan melihat apakah struktur organisasi atau karakteristik internal suatu perusahaan yang berbeda dan tentu saja mempunyai iklim organisasi yang berbeda, akan menunjukkan perilaku inovatif yang berbeda. Sehubungan dengan hasil kajian yang diperoleh, yaitu leader-member exchange mempunyai sumbangan yang lebih berarti dalam menjelaskan perilaku inovatif dibandingkan dengan iklim organisasi, perlu dilakukan studi lanjutan untuk melihat apakah iklim organisasi hanya berfungsi sebagai variabel pengontrol antara variabel leader-member exchange dengan perilaku inovatif yang mempunyai hubungan lebih kuat. Artinya, semakin inovatif iklim organisasinya, jika leader-member exchange semakin tinggi, maka ada kecenderungan perilaku inovatif karyawan tersebut akan semakin meningkat. Demikian sebaliknya, semakin tidak inovatif iklim organisasinya, jika leader-member exchange semakin rendah, maka ada kecenderungan perilaku inovatif karyawan tersebut juga akan semakin menurun."
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38522
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library