Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Izzah Aulia
Abstrak :
Latar belakang. Diare merupakan penyebab kematian anak ketiga di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah infeksi Entamoeba histolytica. Deteksi E.histolytica pada individu asimtomatis penting untuk langkah pencegahan, karena kista E.histolytica sebagai penyebabnya, mudah ditularkan lewat fekal maupun oral. Selama ini, metode deteksi yang tersedia telah berkembang hingga molekuler. Namun deteksi secara mikroskopik tetap digunakan secara luas karena murah. Salah satu kelemahan metode ini adalah pada pemeriksaan langsung, organisme dalam jumlah sedikit tidak dapat terdeteksi. Salah satu cara untuk meningkatkan sensitivitas dalam pemeriksaan mikroskopik adalah dengan metode konsentrasi sampel tinja pasien. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan sensitivitas pemeriksaan mikroskopik dengan metode konsentrasi, dan mengetahui prevalensi infeksi E.histolytica asimtomatis pada populasi anak sekolah di Kampung Melayu. Metode. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil spesimen tinja subyek penelitian untuk diperiksa di laboratorium Parasitologi FKUI. Hasil. Didapatkan 673 sampel pemeriksaan mikroskopik dengan metode langsung, dan 540 sampel dengan metode konsentrasi. Frekuensi infeksi E.histolytica/E.dispar asimtomatik adalah 2,5% dengan menggunakan metode langsung, sedangkan dengan metode konsentrasi 6,3%. Sensitivitasnya adalah 38,5% sedangkan spesifisitasnya 94,6%. Nilai prediksi positif 15,2% dan nilai prediksi negatif 98,4%. Rasio kemungkinan positif 11,67 dan rasio kemungkinan negatif 0,64. Nilai p = 0,001. Kesimpulan. Terdapat peningkatan sensitivitas pemeriksaan mikroskopik dengan metode konsentrasi dibandingkan metode langsung. ......Background. Diarrhea is the third cause of mortality among children in Indonesia. One of the cause of diarrhea is Entamoeba histolytica. E.histolytica detection in asymptomatic individual is important for prevention, because E.histolytica cyst as the cause is easy to infect either orally or fecally. Recently, detection methods have been developing until molecular. But microscopic detection still used widely because of its ease. The disadvantage of microscopic detection is unability to detect organism in small amount when we use direct stool examination. One of ways to increase the sensitivity in microscopic detection is by concentration method for patient’s stool. Objective. This research is aimed to know the sensitivity raising of microscopic detection by concentration method, and to know the prevalence of E.histolytica asymptomatic infection in school children in Kampung Melayu. Methods. This research was done by cross sectional design. Sample were gained by taking stool of research subjects then examined in Parasitological laboratory FMUI. Results. 673 samples for direct stool examination, and 540 samples for concentration method. Frequency of E.histolytica/E.dispar asymptomatic infection was 2,5% by direct examination, then 6,3% by concentration. Sensitivity is 38,5% and specificity is 94,6%. Positive predictive value is 15,2% and negative predictive value is 98,4%. Positive likelihood ratio is 11,67 and negative likelihood ratio is 0,64. P value is 0,001. Conclusion. There is sensitivity raising of E.histolytica microscopic detection by concentration method.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Izzah Aulia
Abstrak :
Keratosis Seboroik (KS) merupakan salah satu tumor jinak epidermis dengan faktor risiko utama pajanan matahari yang berlebihan. Selain pajanan matahari, defisiensi vitamin D diduga berperan pada patogenesis KS. Defisiensi vitamin D dapat disebabkan pajanan matahari yang kurang maupun kurangnya asupan vitamin D. Daerah pesisir memiliki karakteristik pajanan matahari yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang menilai hubungan kadar vitamin D (kalsidiol serum) pasien KS di daerah pesisir dengan pajanan matahari (sun index) dan asupan vitamin D. Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik dengan desain potong lintang. Dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner sun index, food frequency questionnaire semikuantitatif vitamin D, pemeriksaan fisis dan dermoskopi untuk menilai ukuran terbesar lesi KS, serta pengukuran kadar kalsidiol serum pada 39 individu usia 19-59 tahun di Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Median ukuran lesi KS adalah 2 mm; median nilai sun index adalah 3,95; median kadar kalsidiol serum sebesar 14,3 ng/ml, dan median asupan vitamin D adalah 4,3 mcg/hari. Tidak ditemukan korelasi yang bermakna antara sun index dan kadar kalsidiol dengan ukuran lesi KS, serta sun index dan asupan vitamin D dengan kadar kalsidiol pada masyarakat pesisir tersebut. ......Seborrheic keratosis (SK) is a benign epidermal tumor with high sun exposure as a major risk factor. In addition, vitamin D deficiency is thought to play a role in the pathogenesis of SK. Vitamin D deficiency can be caused by insufficient sun exposure or a lack of vitamin D intake. Coastal areas are characterized by high sun exposure. Therefore, research assessing the relationship of vitamin D levels of SK patients living in a coastal area with sun exposure and vitamin D intake needs to be done. This is an analytic-descriptive cross-sectional study. We performed interview using sun index questionnaire; semi quantitative food frequency questionnaire for vitamin D; physical examination and dermoscopy to determine the largest diameter of SK lesions; and measurement of serum calcidiol levels in 39 individuals with 19-59 years age living in Cilincing District, North Jakarta. The Spearman correlation test was used to assess the relationship between variables. Median of the largest SK lesions size, sun index, serum calcidiol, and vitamin D intake were 2 mm, 3.95, 14.3 ng/ml, and 4.3 mcg/day, respectively. There were no significant correlations between sun index and calcidiol level with SK lesion size, as well as sun index and vitamin D intake with calcidiol level in this coastal population.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library