Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Karyanto
"ABSTRAK
Pembangunan lingkungan hidup merupakan subsistem dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Pembangunan nasional adalah kegiatan terencana yang dilakukan secara terus menerus daiam rangka mencapai tujuan nasional. Setiap kegiatan pembangunan tersebut diperkirakan menimbulkan dampak negatif di samping manfaat positif terhadap lingkungan hidup. Untuk mencegah dampak negatif dan memperbesar manfaat positif tersebut, telah dilaksanakan pembangunan lingkungan hidup sebagaimana arahan dalam GBHN 1993 yaitu terwujudnya kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam keseimbangan dan keserasian yang dinamis dengan perkembangan kependudukan agar dapat menjamin pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Tanggungjawab dalam pengendalian dampak lingkungan hidup merupakan komitmen bersama antara pemerintah dan masyarakat. Sedangkan untuk mencapai tujuan pembangungan lingkungan hidup tersebut telah dibuat berbagai kebijaksanaan dan perangkat hukum pendukungnya baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Hai ini sesuai dengan prinsip pembangunan itu sendiri bahwa pembangunan dilaksanakan secara menyeluruh dan merata baik di pusat, di daerah, di perkotaan, dan di perdesaan. Demikian juga dalam kelembagaan bidang lingkungan hidup. Di tingkat pusat telah dibentuk Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) Pusat dengan badan lininya di daerah yaitu BAPEDAL Wilayah. Di tingkat daerah pun secara formal diperbolehkan membentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah baik di Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat Il. Dasar hukumnya adalah Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 98 tahun 1996 tentang Pedoman Pembentukan, Organisasi, dan Tatakerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah.
Sebelum Kepmendagri Nomor 98/1996 dan Keputusan Kepala Bapedal Nomor 135/1995 tentang Bapedal Wilayah diterbitkan, di Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang telah dibentuk suatu lembaga yang mempunyai otoritas formal dalam pengendalian dampak lingkungan yang disebut Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA). Dasar hukum pembentukannya adalah Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Jawa Tengah Nomor 061.1/34/1992 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tatakerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang.
Menilik pembangunan industri di Semarang yang kian pesat, jumlah industri besar dan menengah 292 buah, industri kecil 4.868 buah, dan industri yang potensial mencemari lingkungan 267 buah, maka setiap dampak kegiatannya dipastikan menimbulkan permasalahan lingkungan hidup seperti masalah air bersih, limbah, penghijauan, transportasi. Dengan demikian maka keberadaan BAPEDALDA Kotamadya Dati II Semarang dirasa sangat penting.
Pembentukan BAPEDALDA yang relatif baru dengan tanggungjawab dalam menangani permasalahan lingkungan yang besar merupakan obyek menarik untuk diteliti.
Permasalahan dalam penelitian ini meliputi :
1. Permasalahan menyangkut kinerja (performance) lembaga BAPEDALDA Kotamadya Dati II Semarang dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2. Permasalahan hukum; berupa taraf sinkronisasi vertikal, yaitu tingkat kesesuaian antara Keputusan Gubernur KDH I Jawa Tengah Nomor 061.1/3411992 dengan Kepmendagri Namor 98 tahun 1996.
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengatahui kinerja lembaga BAPEDALDA Kotamadya Dati II Semarang dan mengidentifikasi faktor-faktor apa yang mempengaruhinya.
2. Mendalami dan menganalisis aspek-aspek hukum yang mendasari pembentukan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Kotamadya Dati II Semarang.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah organisasi BAPEDALDA Kotamadya Dati II Semarang. Populasinya adalah keseluruhan karyawan BAPEDALDA berjumlah 29 orang. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, eksploratif, dan metode penelitian hukum normatif taraf sinkronisasi vertikal. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan secara rinci fenomena, katagori, dan karakteristik tertentu dan secara kuantitatif yaitu menggunakan instrumen statistik regresi linier berganda dengan bantuan SPSS for Window. Sedangkan yang terkait dengan hukum menggunakan instrumen Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR Gotong Royong, dimana di dalamnya terdapat Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia.
Hasil penelitian adalah :
1. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Kotamadya Dati II Semarang diselenggarakan berdasarkan atas desantralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan (medebewind) dalam rangka peningkatan otonomi daerah di bidang pengendalian dampak lingkungan hidup.
2. Program kegiatan yang berhasil dilaksanakan oleh BAPEDALDA Kotamadya Dati II Semarang adalah; Program Kali Bersih, Program Penanganan Kasus Pencemaran Lingkungan, Program Pengawasan RKL dan RPL, Program Pengendalian Dampak Usaha Kecil, Program Identifikasi Pencemaran Sungai, Program Pengendalian Kerusakan Lingkungan, Program Pembuatan Buku Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Program Pembangunan Laboratorium Lingkungan, Kursus Apresiasi AMDAL, dan Program Penanganan Lingkungan Dukuh Tapak.
3. Kinerja lembaga BAPEDALDA Kotamadya Dati II Semarang dilihat dari realisasi pelaksanaan program terhadap target yang ditetapkan dan tingkat kepuasan karyawan daiam pelaksanaan program kegiatan memiliki katagori tinggi, yaitu persentase rata-ratanya 90,24%.
4. Kinerja lembaga BAPEDALDA Kotamadya Dati II Semarang dalam upaya pengendalian dampak lingkungan dipengaruhi oleh faktor-faktor tatakerja dan proses organisasi meliputi; kepemimpinan, komunikasi, koordinasi, sumberdaya, dan struktur organisasi. Faktor kepemimpinan mencakup perhatian pimpinan terhadap upaya pengendalian dampak lingkungan dan perhatian kepentingan bawahan. Faktor komunikasi mencakup pemberian informasi, pemahaman langkah kegiatan, dan kemudahan melakukan interaksi dalam pelaksanaan pengendalian dampak lingkungan. Faktor koordinasi mencakup koordinasi antar unit dan koordinasi antar instansi dalam upaya pengendalian dampak lingkungan. Faktor sumberdaya mencakup sumberdaya manusia, sumberdana lembaga, bahan dan peralatan. Faktor struktur organisasi mencakup pola pendelegasian wewenang dan tanggungjawab, ada/tidaknya kegiatan pengendalian dampak lingkungan yang tumpang tindih. Rata-rata skor termasuk dalam katagori tinggi yaitu 89,62%.
5. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, diketahui bahwa kinerja BAPEDALDA Kotamadya Dati II Semarang dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan, komunikasi, koordinasi, sumberdaya, dan struktur organisasi. Hal ini ditunjukkan oleh F hitung sebesar 75,404 lebih besar dari F tabel sebesar 2,02. Berdasarkan nilai R2 = 0,943 dapat disimpulkan bahwa kinerja BAPEDALDA dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dari seluruh faktor tersebut ternyata kepemimpinan memberikan kontribusi terbesar dalam menentukan kinerja BAPEDALDA dengan koefsien persamaan sebesar 1,304.
6. BAPEDALDA Kotamadya Dati II Semarang yang sudah terbentuk adalah Badan Staf Pemerintah Daerah sebagai unsur pembantu Walikotamadya, bukan perangkat daerah yang memiliki kewenangan langsung dalam pelaksanaan tugas pengendalian dampak lingkungan. Namun dalam pelaksanaannya sudah berfungsi sebagai perangkat daerah yang mempunyai kewenangan langsung dalam pengendalian dampak lingkungan di Kotamadya Dati II Semarang.
7. Meskipun ada perbedaan susunan organisasi BAPEDALDA Kotamadya Dati II Semarang berdasarkan Kepgub No. 061.1134/1992 dengan Kepmendagri No. 98 tahun 1996, namun lembaga tersebut sudah berjalan sesuai dengan fungsinya. Dengan mengacu pada pasal 90 ayat (4) Kepmendagri Nomor 98 tahun 1996, bahwa perubahan susunan organisasi BAPEDALDA Tingkat I, BAPEDALDA Tingkat II dan BAPEDALDA Kotamadya ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan teknis dari Kepala BAPEDAL dan persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggungjawab di bidang Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN), maka perbedaan tersebut dimungkinkan.

ABSTRACT
Institutional Analysis Of District Environmental Impact Control Agency OfSemarangEnvironmental development is a sub system of national development as a whole. National development is a planned activity which is carried out continuously in order to achieve national goal. Each activity of development is expected to cause both positive and negative impact towards the environment. To prevent negative impact and to increase positive benefit, environmental development has been carried out as directed by the [993 GBHN, namely, the realization of sustained environmental function in a balance and dynamic harmony equilibrium with population growth in order to guarantee sustainable national development.
Responsibility in controlling environmental impact is a joint commitment between the government and society. Whereas, in order to achieve environmental development goal, various policies and supporting laws and regulations have been made both at the national and regional level. This in accordance with development principles, namely that development is implemented in its entirety at the national and regional level, in rural and urban areas. The same is true in environmental institutions.
At the national level, the office of the State Minister for Environment, Environmental Impact Control Agency (BAPEDAL) and its line agents in the regions namely Regional Environment Impact Control Agency (BAPEDAL Wilayah) were established. At the regional level Provincial Environmental Impact Control Agency (BAPEDALDA I) and District Environmental Impact Control (Bapedalda II) are formally permitted to be established. The legal foundation is Domestic Affairs Minister Decision (Kepmendagri) No. 9811996 on guidance of establishment of organization and procedures of BAPEDALDA. Long before the existence of Kepmendagri No. 9811996 and Decision of the Director of Environmental Impact Control Agency Agency No.13611995 on Regional Environmental Impact Control Agency, in Semarang an institution that has formal authority in controlling environmental impact has been established that is called BAPEDALDA. The legal basic of its existence is the Decision of the Governor of Central Java No. 061.11341 1992 on the formation of organizational chart and procedures of District Environmental Impact Control Agency of Semarang.
The rapid growth of industrial development in Semarang, the sum are 292 big and middle industrials level, 4,868 small industrials, and 267 industrials potentially degrading environment hence each activity to cause environmental problems, such as clean water, solid wastes, reboisation, transportation, etc., the establishment of District Environmental Impact Control Agency of Semarang is deemed to be important.
The establishment of a relatively new District Environmental Impact Control Agency of Semarang with responsibilities in managing big environmental problems is an interesting object to study. The problems in this study include :
1. Performance problems, namely organizational performane of District Environmental Impact Control Agency of Semarang and influencing factors.
2. Legal problems, namely synchronization at the vertical level dealing with conforming the Decision of Governor of Central Java No. 061.1/34/1992 and that of the Decision of Domestic Affairs Minister No.98/1996.
The objectives of this research include :
1. To know how organizational performance of District Environmental Impact Control Agency of Semarang and to identify each factors which influences it.
2. To deepen and analyse legal aspects which constitute the bases of establishing District Environmental Impact Control Agency of Semarang.
Unit of analysis of this research is the organization of District Environmental Impact Control Agency of Semarang. The population is the entire personnel of District Environmental Impact Control Agency of Semarang, the total is 29. The research methods used is descriptive, explorative as well as normative law at vertical synchronization level. Data analysis used were descriptive qualitative, that is, describing in detail the phenomena, categories, and characteristics by scoring. Meanwhile, quantitative analysis used statistical approach helped by SPSS Computer Program. Whereas data related the laws instrument used is Determination the MPRS No. XX/MPRS/1966 on DPRGR Memorandum, mentioning the sequence acts and regulations of Republik of Indonesia is used as an instrument.
The result of the study include :
1. District Environmental Impact Control Agency of Semarang is carried out based on principles of decentralization, deconcentration and coadministration with the framework of increasing regional autonomy in the environmental management sector.
2. Programs carried out succesfully by District Environmental Impact Control Agency of Semarang cover River Management, Environment Pollution Cases Management, RKL and RPL Implementation Control, Small Enterprise Impact Control, River Pollution Identification, Environmental Degradation Control, Making the Book in Environmental Management Policy, Building an Environmental Laboratories, AMDAL Appreciation Courses, Environmental Management of Dukuh Tapak.
3. Organizational performance of District Environmental Impact Control Agency of Semarang seen from indicators of achieving targets in implementation programs as well as personnel satisfaction. The score of organizational performance was categorized as high, percentage 90.24%.
4. Organizational performance of District Environmental Impact Control Agency of Semarang in carrying out an environmental impact control was influenced by process and procedure factors such as leadership, communication, coordination, resources, and organizational structure. Leadership factor comprises the leader's attention to task of an environmental impact control and subordinates interests. Communication factor comprises to send information, to know work procedures, to facilitate interaction in carrying out an environmental impact control. Coordination factor consists of coordination among units as well as institutions. Resources factor consists of human resources, budget, tools and materials resources. Organizational structure consist of delegation of authority and responsibility, possibility of overlapping activities in an environment impact control. Mean score of the whole factors was categorized as high, namely 89.62%.
5. Analysis of multiple linear regression shows that all factors such as leadership, communication, coordination, structure, and resources have significantly influenced the organizational performance of District Environmental Impact Control Agency of Semarang.This is shown by F test = 75,404 more than F table = 2.02. The value of R square = 0.94 which indicated that all factors have clearly explained the organizational performance.
6. The established District Environmental Impact Control Agency of Semarang is the regional governmental staff institution as a support element to the Mayor. It is not a regional institution that has direct authority in carrying out the task of handling environmental impact at regional level. Whereas it has function as a regional institution that has direct authority in the field of an environmental impact control.
7. Although there are some differences of articles in the Decision of Domestic Affairs Minister No. 98/1996 on guidance of establishment, organization, and procedures of BAPEDALDA from the Decision of Governor of Central Java No. 061.1134/1992 on the establishment of organizational chart and procedures of BAPEDALDA II Semarang, but those institution has been functioning in an environment impact control. To make a reference by articles 90 clausula 4 Decision of Domestic Affairs Minister No. 9811996 that states changes in organizational structure of Bapedalda I, Bapedalda II and Kotamadya are determined by Domestic Affair Minister after obtaining technical considerations from Directors of Bapedal and written agreement from Minister that responsible in the field of efficiency of state aparatus sector (Menpan), hence some differences have enabled.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juli Karyanto
"Proses pengolahan gas di Plant SBN adalah sebuah pabrik yang mempunyai bahaya cukup tinggi. Kandungan gas alam yang didalamnya terdapat gas atau matcri pengotor seperti H2O, C02, H28 dan pengotor lainnya akan menyebabkan peralatan cepat mengalami kerusakan (teijadi korosi, penipisan dan retak). I-Iasil dari prosess produksi berupa gas, kondensaie dan sisa air produksi mempunyai tingkat bahaya yang berbeda. Disamping itu apabila gas tersebut bocor atau keluar dan terpapar ierhadap pekerja atau lingkungan dapat berakibat fatal. Penelitian ini berupa penilaian resiko yang bersifat analitis deslcritif dengan melakukan analisa dan perhitungan kemungkinan kegagalan Qorobability offailure-POP) dan tingkat keparahan dari suatu kegagalan (consequence of failure-COD dari suatu kejadian terhadap 6 buah tangki timbnm di Plant SBN dengan mengunakan prinsip standar API 581 qualitative risk assessment berupa label checklist. Berdasarkan hasil perhitungan factor proability of failure (POP) dan consequence of failure (COF) disimpulkan bahwa tingkat rcsiko 6 buah tangki timbun yang ada di Plant SBN adalah sebagai berikut: tangki condensate 235-T-101A dan 235-T-101B mempunyai tingkat nesiko "tinggi"; tangki condensate 235-T-201 mempunyai tingkat resiko "medium-tinggi"; tangki diesel fuel 247-T-101, produce water 258-T-101 dan 258-T-201 mempunyai tingkat reslko "rendah". Damage Factor dan Inspection Factor mempakan falctor kontribusi dominan dalam perhimngan kemunglcinan kegagalan sedangkan Chemical Factor, Quantity Factor, Auto Ignition Factor, Pressure Factor, dan Credit Factor (S'cy@ty Protection) merupakan faktor kontribusi dominan dalam perhitungan konsekwensi kegagalan pada ke-6 buah tangki tezsebut selama proses peuilaian resiko.
......Gas refinery process at SBN Plant is a plant which contains hazardous material/fluid during its process. Natural gas composition as hydrocarbon contains impurities such as HQO, CO2, H23 and other particles, which may cause equipment damage (including corrosion, thinning or cracking). A product from gas refinery is gas, condensate and produce water which they have difference hazards characteristic. However if there is gas or condensate leaking or exposed to employees or environment, it can lead a worst event. This research is to perform risk assessment using descriptive analysis approach by calculating and analyzing the probability of failure (POF) and consequence of failure (COF) at 6 (six) storage tanks at SBN Plant by using API 581 Standard as qualitative risk assessment approach with checklist table. Results suggested that probability of failure (POF) and consequence of failure (COF) factors are as follows: condensate tanks 235-T-101A and 235-T-101B have risk ranking "high"; condensate tank 235-T-201 has risk ranking "medium-high" (significant risk); diesel fuel tank 247-T-101, produce water tank 258-T-101 and 258-T-201 have risk ranking "low". Damage Factor and Inspection Factor are dominant contributing factors in probability of failure calculation and Chemical Factor, Quantity Factor, Auto Ignition Factor, Pressure Factor, Credit Factor (Safety Protection) are dominant contributing factors for consequences of failure calculation for 6 (six) storage tanks during risk assessment process."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T29150
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Karyanto
"Penelitian ini memfokuskan pada dampak kebijakan konversi minyak tanah ke LPG terhadap ketahanan keluarga masyarakat sebagai sasaran kebijakan di Kota Administrasi Jakarta Timur. Kebijakan tersebut telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 tentang penyediaan, pendidtribusian, dan penetapan harga Liquefied Pctrolium Gas tabung 3 kg. Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif dan komparatif.
Operasional penelitian menggunakan survey melalui angket dan diperdalam dengan wawancara serta studi kepustakaan. Angket diberikan kepada masyarakat sebagai sampel penelitian yang berjumlah 191 keluarga sebagai sasaran kebijakan. Masyarakat dipilih secara cluster sampling dengan menetapkan 7 kecamatan dari 10 kecamatan serta dengan memperhatikan karakteristik masyarakat yang terdiri atas jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan jenis pekerjaan di Jakarta Timur. Adapun analisis data korelasi dilakukan dengan Korelasi Product Moment dan Kendall Tau, serta analisis perbandingan dengan Uji Paired Sample T Test.
Dari analisis dapat disimpulkan bahwa : 1) Pelaksanaan konversi minyak tanah ke LPG dapat berjalan dengan skor 76 % dari skor yang diharapkan; 2) Ketahanan keluarga pada pemakaian minyak tanah (sebelum dilaksanakan konversi) memiliki skor 61 % dari skor yang diharapkan; 3) Ketahanan keluarga pada pemakaian LPG (setelah konversi dilaksanakan) mencapai skor 67 % dari skor yang diharapkan; 4) Perbandingan ketahanan keluarga pemakaian minyak tanah dan LPG secara nyata berbeda, yang berarti bahwa pemakaian LPG secara umum berdampak positif terhadap ketahanan keluarga dibandingkan dengan pemakaian minyak tanah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa pelaksanaan kebijakan konversi minyak tanah ke LPG belum sepenuhnya terlaksana sesuai tujuan, khususnya pada kebijakan pembagian paket perlengkapan LPG, yakni sebagian masyarakat yang membutuhkan belum mendapatkan paket pembagian, sementara im beberapa masyarakat yang kurang membutuhkan mendapatkan pembagian. Dalam hal pemakaian LPG meskipun secara keseluruhan pemakaian LPG lebih menjamin untuk peningkatan ketahanan keluarga, namun aspek keamanan pemakaian LPG masih menjadikan kendala dibandingkan dengan pemakaian minyak tanah. Oleh karena itu dibutuhkan langkah-langkah untuk memperbaiki pelaksanaan kebijakan dan umtuk memperoleh tujuan kebijakan yang lebih optimal.
......This research focussed at policy impact of kerosene conversion to LPG to resilience of public family as policy target in Kota Administrasi Jakarta Timur. The policy has been specified by govemment through Peraturan Presiden Nomor 104 The year 2007 about supply, distribution, and pricing Liquefied Pctroiium Gas tube 3 kg. This research is including quantitative research with comparative and descriptive design.
Research operational applies survey through enquette and deepened with interview and bibliogaphy study. Enquette given to public as research sample which amounts to 191 families as policy target. Public is selected in cluster wmpling by specifying 7 District out of 10 Districts and by paying attention to public characteristic consisted of gender, education, earnings and work type in Jakarta Timur. As for correlation data analysis is done with Korelasi Kendall Tau and Product Moment and comparative analysis with Uji Paired Sample Test.
From inferential analysis that : 1) Execution of kerosene conversion to LPG can run with score 76 % lifom score expected; 2) Resilience of family at kerosene usage ( before executed [by] conversion) has score 61 % fiom score expected; 3) Resilience of family at usage LPG ( after conversion is executed) reaehs score 67 % from score expected; 4) Resilience comparison of usage family of kerosene and LPG manifestly difers in, is meaning that usage of LPG in general aH`ects positive of resilience bound of family compared to kerosene usage.
Things required to is paid attention is that execution of policy of kerosene conversion to LPG has not fully is executed according to purpose, especially at policy division of supply package LPG, namely some of requiring publics has not got division package, meanwhile some publics that is unsatisfying requirw gets division. In the case of umge of LPG though as a whole usage of LPG is more guarantyingly for improvement of resilience of family, but usage security and safety aspect of LPG still making constraint compmed to kerosene usage. Therefore is required stages;steps to improve;repair execution of policy and obtain purpose of policy which more optimal."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T34001
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Karyanto
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi industri pertahanan nasional yang tertinggal dari industri pertahanan negara-negara di dunia, bahkan dengan negara yang terhitung muda dalam pengembangan industri tersebut, meskipun berbagai kebijakan telah diterbitkan. Kondisi tersebut memunculkan pertanyaan bagaimana implementasi kebijakan industri pertahanan Indonesia. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini memfokuskan pada industri pertahanan PT DI dalam mendukung  pertahanan udara tahun 2010 s/d 2015.  Empat pembahasan utama dalam penelitian yaitu: implementasi kebijakan sinkronisasi rencana kebutuhan dan rencana produksi, serta rencana induk industri pertahanan; pengadaan alat pertahanan; peningkatan kualitas produksi, perluasan usaha dan kapasitas produksi; serta penelitian dan pengembangan.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas teori:  implementasi kebijakan Meriles S. Grindle, strukturisasi Anthony Gidden, perlindungan industri J.S Mill, serta konflik dan konsensus Maswadi Rauf.  Teori implementasi kebijakan dan strukturisasi menjadi teori utama.  Sedangkan teori lainnya sebagai teori pendukung. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan studi kasus.  Pengumpulan data dilaksanakan dengan cara observasi dan wawancara yang melibatkan empat belas informan dipilih dengan teknik purposive

Penelitian ini menemukan bahwa antara rencana kebutuhan alat pertahanan dan rencana produksi tidak sinkron, karena penyusunan rencana induk industri pertahanan tidak terjadi kesepakatan antara pemerintah dengan pengguna.  Implementasi pengadaan alat pertahanan yang diproduksi PT DI terjadi permasalahan berupa keterlambatan produksi. Sedangkan pengadaan dari luar negeri tidak melibatkan PT DI, baik melalui ToT, ofset maupun kandungan lokal.  Untuk peningkatan kualitas produksi dilakukan melalui penerbitan sertifikat kelaikan; perluasan usaha dan kapasitas produksi dilaksanakan dengan cara memberikan pinjaman modal usaha; dan kegiatan litbang PT DI mengandalkan kerja sama dengan pemerintah/lembaga lain.

Implikasi teoritis, yaitu teori implementasi kebijakan Grindle,  memperlihatkan tidak seluruh faktor pada variabel isi kebijakan dan lingkungan berpengaruh secara siknifikan terhadap impementasi kebijakan, disamping itu terdapat faktor lain yang berpengaruh secara sinifikan, namun tidak dijelaskan oleh teori Grindle. Teori strukturisasi Anthony Gidden, terdapat relevansi yang ditunjukkan, yakni tidak adanya perubahan implementasi meskipun struktur telah berubah. Hal tersebut ditemukan pada pengadaan alat pertahanan dari luar negeri. Teori perlindungan industri J.S Mill serta teori konflik dan konsensus Maswadi Rauf cukup relevan sebagai teori pendukung.

......This research is motivated by the condition of the national defense industry that lags behind the defense industry of countries in the world, even with countries that are relatively young in developing the industry, even though various policies have been issued. This condition raises the question of how to implement Indonesia's defense industry policy. To answer this question, this study focuses on the defense industry of PT DI in supporting air defense in 2010 to 2015. The four main discussions in the research are: implementation of the policy of synchronizing demand plans and production plans, as well as the preparation of a master plan for the defense industry; procurement of defense equipment; improvement of production quality, expansion of business and production capacity; and research and development.

The theory used in this study consists of theories: implementation of Meriles S. Grindle's policies, Anthony Gidden's structuring, J.S Mill's industrial protection, and Maswadi Rauf's conflict and consensus. The theory of policy implementation and structuring is the main theory. While other theories as supporting theories. The research method uses qualitative methods through a case study approach. Data collection was carried out by means of observation and interviews involving faurteen informants selected by purposive technique.

This study found that the plan for the need for defense equipment and the production plan was out of sync, because the preparation of the master plan for the defense industry did not have an agreement between the government and the user. Implementation of the procurement of defense equipment produced by PT DI encountered problems in the form of production delays. Meanwhile, foreign procurement does not involve PT DI, either through ToT, offset or local content. To improve the quality of production, it is carried out through the issuance of a certificate of eligibility; expansion of business and production capacity is carried out by providing business capital loans; and PT DI's research and development activities rely on cooperation with the government/other institutions.

The theoretical implication, namely Grindle's theory of policy implementation, shows that not all factors in the policy content and environmental variables have a significant effect on policy implementation, besides that there are other factors that have a significant influence, but are not explained by Grindle's theory. Anthony Gidden's structuration theory, there is relevance that is shown, namely there is no change in implementation even though the structure has changed. This is found in the procurement of defense equipment from abroad. J.S Mill's industrial protection theory as well as Maswadi Rauf's conflict and consensus theory are quite relevant as supporting theories."

Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juli Karyanto
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S41220
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arthur Widjaja Karyanto
"Masa kanak-kanak, terutama masa usia prasekolah, yaku usia 2 - 6 tahun merupakan masa yang penting dan menentukan bagi perkembangan anak di masa depan. Pada masa ini anak-anak berada dalam masa eksplorasi dan selalu mencoba berbagai macam cara dalam mengekspresikan did, baik secara fisik, emosional maupun secara estetik. Maka, proses eksplorasi dan ekspresi did anakanak itu hares bedangsung di tempat yang aman dan nyaman.
Di masa usia prasekolah ini, anak-anak memulai pendidikan formal pertamanya di sebuah institusi prasekolah, institusi ini memiliki berbagai macam bentuk, seperti nursery school ,Taman Kanak-kanaklKindergarten, Kelompok bermainlplaygroup, dsb. Pada institusi prasekolah ini, anak-anak belajar melalui permainan kreatif, kontak social dan ekspresi alami. Dengan menekankan pada proses belajar tersebut, dapat terpenuhi kebutuhan fisik, mental, sosial dan emosional anak.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, lingkungan fisik juga sangat berpengaruh pada perkembangan anak usia prasekolah. Lingkungan fisik yang dimaksud adalah lingkungan institusi prasekolah, atau dengan kata lain adalah bangunan institusi prasekolah, tempat dimana anak usia prasekolah mengembangkan kemampuan-kemampuan dalam dirinya dengan bimbingan orang dewasa.
Lingkungan institusi prasekolah haruslah aman, baik secara psikologis maupun secara fisik agar proses eksplorasi dan ekspresi dalam pendidikan bagi anak usia prasekolah dapat berhasil. Lingkungan yang aman dapat diperoleh dengan sebuah perancangan arsitektur. Diharapkan dengan tulisan ini, perancang bangunan mulai memikirkan aspek keamanan secara khusus dalam merancang sebuah institusi bagi anak-anak usia prasekolah."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S48556
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
E. Karyanto
Jakarta: Ghalia Indonesia, [date of publication not identified]
621.4352 KAR t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library