Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kushartanti
"Penelitian ini bertujuan memerikan bentuk-bentuk rangkaian cerita dan memerikan strategi pemertahanan topik yang diungkapkan oleh anak-anak usia prasekolah yang berbahasa Indonesia ketika berinteraksi dengan orang dewasa. Subyek penelitian ini adalah seorang anak laki-laki (usia 4,2) dan seorang anak perernpuan (usia 4,6). Keduanya berasal dari perkawinan antar suku dan dari lingkungan keluarga kelas menengah yang tinggal di Jakarta.
Berdasarkan data, yaitu segmen-segmen percakapan yang memuat cerita, ditemukan adanya bentuk bentuk rangkaian ujaran berupa dialog berimbang, monolog dalam dialog, dan dialog dalam dialog. Berdasarkan isinya, terdapat jenis cerita percakapan tentang dongeng, cerita percakapan tentang pengalaman, dan cerita percakapan tentang bermain pura-pura.
Terungkap pula bahwa anak-anak mampu memisahkan diri mereka sebagai pencerita dan sebagai yang diceritakan. Mereka dapat menjadi pencerita, yang diceritakan, dan bahkan menjadi tokoh dalam cerita yang mereka ungkapkan. Selain itu ditemukan pula adanya aspek-aspek khusus yang menandai setiap ketiga jenis cerita percakapan tersebut. Di dalam cerita percakapan tentang dongeng, kerangka cerita merupakan aspek yang berperan. Di dalam cerita tentang pengalaman, otoritas anak untuk mengembangkan cerita merupakan aspek yang berperan. Adapun di dalam cerita percakapan tentang bermain pura-pura, imajinasi anak memegang peranan.
Anak-anak mempergunakan penanda-penanda kesinambungan topik, pengulanganpengulangan, dan pelesapan-pelesapan untuk mempertahankan topik percakapan. Setiap jenis cerita percakapan mempunyai penanda kesinambungan topik berupa anafora zero (0), pronomina, dan demonstrativa. Persamaan di antara ketiganya adalah pada bentuk anafora zero dan wujud pronomina - nya, Perbedaannya terletak pada wujud-wujud pronomina yang lain dan demonstrativa, serta pada fungsi setiap wujud penanda kesinambungan topik. Di dalam cerita percakapan tentang dongeng dan tentang pengalaman ditemukan dia dan itu, yang tidak muncul dalam cerita percakapan tentang bermain pura-pura Dalam cerita percakapan tentang pengalaman dan tentang berinain pura-pura ditemukan ini, yang tidak ditemukan dalam cerita percakapan tentang dongeng. Penanda kesinambungan topik gini hanya terdapat pada cerita percakapan tentang bermain pura-pura. Setiap pcnanda kesinambungan topik memegang peranan dalam identifikasi topik.
Terungkap pula adanya pergeseran dan peralihan topik-topik dalam cerita percakapan tentang dongeng dan tentang pengalarnan. Pergeseran topik terjadi jika topik-topik itu dikembangkan oleh anak-anak, sedangkan peralihan topik terjadi jika dalam percakapan terjadi peralihan perhatian dari obyek tertentu kepada obyek yang lain. Interupsi, bentuk lain dari peralihan topik, muncul dalam cerita percakapan tentang dongeng. Bentuk ini muncul karena adanya peralihan perhatian sesaat.

The aims of this research are to describe Indonesian preschoolers' forms of story-telling and their strategies on maintaining topics when they interact with an adult. The subjects, a boy (aged 4,2) and a girl (aged 4,6), both speak Indonesian as their first language. They are children from inter ethnic marriages and from middle class families. They live in Jakarta. Based on the data, conversational segments containing stories, there are balanced dialogues, monologue in dialogues, and dialogs in dialogues. The contents of those kinds of dialogue can be distinguished into three kinds of conversational stories: conversational stories of fairy tale, conversational stories of experience, and conversational stories of imaginary play.
The children could make role separations. They could be the teller, or the experience, or even the characters of their fairy tale stories. There are specific aspects which signify each kind of story: children's frame of story awareness plays important role in conversational stories of fairy tale; children's authority in conversational stories of experience; and children's imagination in conversational stories of imaginary play.
Using repetitions, ellipses, and topic continuity markers are the children's strategies to maintain conversational topic. Each topic continuity marker plays important role in topic identification. Each kind of story has zero anaphora, pronouns, and demonstratives. There are zero anaphora and pronoun in each kind of conversational story. The difference is on the forms of other pronouns and demonstratives, and on the function of each topic continuity marker. In conversational stories of fairy tale and of experience there are dia and itu. Those markers are not found in conversational stories of imaginary play. In conversational stories of experience and of imaginary play there is ini, which is not found in the stories of fairy tale ini, a kind of demonstrative, found only in conversational stories of imaginary play.
Topics in conversational stories of fairy tale and of experience can be shifted or changed, since there are objects which can be developed. Topic shift occurs when the children develop an object, whereas topic change occurs when attention changes. A kind of topic change, the interruption, only occurs in conversational stories of fairy tale when a temporary change of attention happens."
2000
T3681
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kushartanti
"Penelitian mengenai bentuk-bentuk percakapan dilakukan di Bandung, pada bulan Januari 1992 dan Januari 1993. Tujuannya ialah untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk percakapan anak yang berdwibahasa dengan orang lain. Tujuan penelitian ini bertolak dari anggapan bahwa kepandaian dan keterampilan anak dalam memperoleh informasi dan berinteraksi dengan orang lain dipengaruhi oleh lingkungan dwibahasa. Penelitian ini merupakan studi kasus dengan informan seorang anak usia 4 tahun yang berdwibahasa Jawa dan Indonesia. Pemerolehan data, pemilihan data, dan analisis data dijelaskan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pembedaan yang dilakukan si anak terhadap orang lain, yaitu pembedaan bentuk-bentuk pertanyaan dan perintah serta pembedaan bahasa; partisipan yang berbeda memberi informasi yang berbeda, dan informasi yang berbeda tersebut diungkapkan kembali oleh si anak; dan ada pula hubungan antara perkembangan bahasa dengan perkembangan kognitif pada usia si anak. Aspek-aspek lain kemudian muncul dalam penelitian ini dan memerlukan penelitian lanjutan. Penelitian yang perlu dilakukan lebih lanjut adalah penelitian mengenai: 1) perkembangan moral, konsep, dan pemahaman jenis kelamin yang terungkap dari pertanyaan dan perintah; 2) pengaruh bahasa Sunda yang diperoleh si anak; dan 3) latar belakang, pola asuh yang diterapkan di lingkungan si anak serta tingkat kecerdasan yang dapat dilihat dari apa yang diungkapkan oleh si anak."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S10948
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kushartanti
"Teaching Indonesian in formal schools today is regarded as a challenge by many Indonesian teachers. In a country like Indonesia, in which language situation is very complex due to many languages and dialects (and also the fast-growing English usage in big cities), this phenomenon can be understood. Since the country?s independence, there have been several curricula?one of them is Kurikulum Berbasis Kompetensi (competence-based curriculum), the newest being Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Unit Level of Education-Based Curriculum). The latter seems to be regarded as the most ideal curriculum, because it can be adjusted to the regions? policy. The problems are that there are still Ujian Nasional (national examination) and that the ?readability? of the curriculum is still a big question for many teachers. This paper is focused on the elementary school teacher?s strategies on applying the curriculum. This paper also discusses the curriculum, some principles on language learning, and the emergence of literary matters."
University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2007
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadette Kushartanti
"ABSTRAK
This study deals with the acquisition of Indonesian varieties used in Jakarta? the standard variety of Indonesian, the Bahasa Indonesia (BI) and the non-standard one, the Colloquial Jakarta Indonesian (CJI) ? by children of middle class families. Many today?s Jakarta Indonesian children learn Indonesian as their first language in informal settings, and generally they learn the informal variety first, namely Colloquial Jakarta Indonesian (CJI) (see also Wouk 1989, 1999). Yet, at very early age, before formal schooling, they are also confronted with the formal variety of Indonesian, the Bahasa Indonesia (BI) as they learned from children program in television or story-telling by parents. Children are also encouraged to speak BI as a means of politeness.
The focus in this study is on factors that influence choice of the language variety, capability of style-shifting, and morphological variation. The main research questions concern the following."
Depok: University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2015
909 UI-WACANA 16:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadette Kushartanti
"At a very young age children living in Jakarta use both Colloquial Jakarta Indonesia and Bahasa Indonesia. The children’s first and most used language is Colloquial Jakarta Indonesia. In the formal school setting Bahasa Indonesia is frequently used and stimulated on a daily basis, and the learning process of Bahasa Indonesia is accelerated. The question addressed in this article is: how do these children choose from their repertoire of language varieties at this stage of language development? In our study 63 children (aged three to five), were interviewed in a formal and an informal situation in three playgroups and kindergartens. This study shows that even in the preschool setting, young children are already developing their sociolinguistic competence, knowing when to choose which language variety."
University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2015
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Amalianisa Kushartanti
"Studi ini mengeksplorasi bagaimana scanning sebagai aktivitas visual sangat penting dalam pengalaman lingkungan yang imersif. Lingkungan seperti itu semakin relevan dengan produksi ruang arsitektur virtual yang terus meningkat, menggunakan teknologi layar dan proyeksi gambar. Scanning mengkonstruksi rasa imersivitas atau perasaan realitas sebagai narasi utama dari lingkungan tersebut. Ini memungkinkan detection, estimation, and assembly batas dimensi ruang, yang mengarah ke berbagai kemungkinan occupation scenarios di ruang tersebut. Studi ini memetakan pengalaman scanning di pameran lukisan imersif Affandi dan Van Gogh. Ini menyoroti bagaimana gambar yang di-scan menjadi elemen naratif yang membangun imersivitas di lingkungan tersebut. Proses pemetaan dari gambar yang di-scan ini menunjukkan berbagai aspek yang membentuk pengalaman imersivitas. Aspek-aspek tersebut terdiri dari pentingnya kontras untuk mendeteksi tepi spasial, perlunya perspective blur untuk menciptakan citra dengan kejelasan yang berbeda, dan adanya spasi linier untuk membangun batas spasial secara berlapis.

The study explores how scanning as a visual activity is critical in the experience of an immersive environment. Such environment is increasingly relevant with growing production of virtual architectural spaces, using screen technologies and image projections. Scanning constructs the sense of immersivity or the feeling of reality as the main narrative of such environment. It enables detection, estimation, and assembly of dimensional boundaries of the space, leading to different possibilities of occupation scenarios in such space. The study maps scanning experience in Affandi and Van Gogh immersive painting exhibitions. It highlights how the scanned images become the narrative elements that construct immersivity in such environment. The mapping process of these scanned images demonstrate multiple aspects that shape the experience of immersivity. Such aspects consist of the importance of contrast to detect spatial edges, the need for a perspective blur to create images with different clarity, and the existence of linear spacing to construct the spatial boundaries in a layered way."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library