Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lina Erliana Muksin
Abstrak :
ABSTRAK
Multisystem Developmental Disorder (MSDD) atau Disorder of Relating and Communicating merupakan suatu klasifikasi diagnosis dalam Zero to Three Classification, dengan tujuan sebagai suatu alternatif diagnosa pada anak usia 0 - 3 tahun yang mengalami kesulitan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia di sekelilingnya. Aspek-aspek perkembangan yang paling sering terganggu pada kondisi ini adalah perkembangan komunikasi dan hubungan dengan orang lain, sehingga sering disebut sebagai Gangguan Relasi dan Komunikasi (Greenspan,1997). Anak-anak dengan gangguan relasi dan komunikasi memiliki ciri-ciri antara lain, gangguan secara bermakna dalam kesanggupan untuk melakukan dan mempertahankan hubungan sosial dan emosional secara timbal balik. Kesulitannya dalam berkomunikasi, ditandai oleh keterlambatan berbicara atau berbicara hanya satu arah dan sulit mempertahankan pembicaraan. Mereka juga sulit untuk melakukan interaksi yang timbal balik, cenderung sulit diarahkan karena tampak semaunya dan menganggap kehadiran orang lain sebagai ‘benda’. Mereka biasanya sulit untuk berinteraksi sosial dengan teman seusianya, kesulitan mempergunakan isyarat non verbal sebagai pengganti komunikasi verbal untuk mengatur interaksi sosial dan tidak tidak tanggap pada situasi sosial dan emosi orang disekitamya serta mengalami kesulitan untuk bermain pura-pura seperti yang biasanya dilakukan anak seumurnya. Anak dengan gangguan relasi dan komunikasi juga mengalami disfungsi sensoris dalam pemaknaan pada rangsang dengar maupun gangguan dalam pemprosesan sensasi lainnya, seperti gangguan perencanaan gerak motorik, kesulitan dalam melakukan keurutan gerakan atau tindakan. Berbagai pendekatan terapi untuk mengatasi gangguan ini dengan upayaupaya untuk meningkatkan kemampuan bahasa dan komunikasinya, telah banyak dilakukan. Dewasa ini berkembang model penanganan yang memandang sudut penggunaannya dalam situasi sosial, yang menekankan peningkatan komunikasi sosial dengan struktur yang lebih fleksibel, serta aktifitas yang lebih bervariasi, ditandai dengan interaksi yang timbal balik serta belajar melakukan aktifitas yang bermakna, berdasarkan minat dan motivasi anak. Pendekatan integratif dan interaktif yang berdasarkan perkembangan individual anak disebut juga tehnik Floor Time, yaitu suatu cara atau tehnik interaksi melalui bermain sebagai upaya untuk membantu anak dalam mencapai tahapan perkembangan, terutama anak dengan gangguan relasi dan komunkasi. Tehnik interaksi ini menekankan kekuatan relasi yang bersifat interaktif antara orang tua atau pembimbing dengan anak. Prinsip utama tehnik Floor Time adalah mencoba memanfaatkan setiap kesempatan yang muncul untuk berinteraksi, dengan cara yang disesuaikan dengan tahap perkembangan emosi. Asumsinya, bahwa perubahan cara anak ‘merasakan dan mengalami’ relasi akan meningkatkan peran sertanya dalam interaksi itu sendiri secara lebih komprehensif. Peneliti ingin mengetahui bagaimana penerapan tehnik ‘Floor Time’ dapat memberikan dukungan untuk mengembangkan kemampuan interaksi pada anak, khususnya anak dengan gangguan relasi dan komunikasi (Multisystem Developmental Disorder). Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan studi kasus tunggal. Pengambilan sampel tidak dipilih secara acak, melainkan mengikuti kriteria tertentu. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, serta alat bantu rekam suara dan gambar. Proses analisis data dimulai dengan memberikan koding pada data sesuai dengan kategori perilaku yang muncul. Setelah tahap kategorisasi peneliti melakukan proses analisis yang dibuat dalam bentuk naratif berdasarkan konsep teori pada penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara kualitatif terdapat peningkatan kualitas interaksi antara subjek dengan pembimbing. Peningkatan ini terutama lebih terlihat pada aspek ketrampilan Menjalin Ikatan Komunikasi Timbal Balik (MIKT) serta Ketrampilan Meniru (KM). Sedangkan pada kemampuan bahasa tidak terlihat kemajuan secara mencolok. Minat subjek serta ketertarikan untuk melakukan sesuatu bersama pembimbing, tampak semakin intens dan bervariasi. Subjek mulai menunjukkan kedekatan dan keintiman dengan ibu. Selama pelaksanaan Floor Time terlihat perilaku seperti memeluk, mencium, menyentuh wajah ibu, menarik/mengulurkan tangan (meminta pertolongan) atau duduk dipangkuan ibu lebih sering muncul dibanding sebelumnya. Ibu pun merasakan bahwa subjek mulai ‘menempel’ dan mencari ibu disaat ibu tidak berada ditempat. Perilaku menirukan suara pembimbing tampak semakin sering muncul. Atas dasar hasil penelitian ini, disarankan kepada peneliti lain di bidang psikologi, khususnya psikologi klinis anak untuk dilakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama, agar dapat memperoleh gambaran yang lebih baik mengenai kemajuan maupun informasi tambahan dari pelaksanaan Floor Time pada anak dengan gangguan relasi dan komunikasi.
2005
T37817
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Erliana Muksin
Abstrak :
ABSTRAK
Multisystem Developmental Disorder (MSDD) atau Disorder o f Relating and Communicating merupakan suatu klasifikasi diagnosis dalam Zero to Three Classification, dengan tujuan sebagai suatu alternatif diagnosa pada anak usia 0 - 3 tahun yang mengalami kesulitan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia di sekelilingnya. Aspek-aspek perkembangan yang paling sering terganggu pada kondisi ini adalah perkembangan komunikasi dan hubungan dengan orang lain, sehingga sering disebut sebagai Gangguan Relasi dan Komunikasi (Greenspan,1997). Anak-anak dengan gangguan relasi dan komunikasi memiliki ciri-ciri antara lain, gangguan secara bermakna dalam kesanggupan untuk melakukan dan mempertahankan hubungan sosial dan emosional secara timbal balik. Kesulitannya dalam berkomunikasi, ditandai oleh keterlambatan berbicara atau berbicara hanya satu arah dan sulit mempertahankan pembicaraan. Mereka juga sulit untuk melakukan interaksi yang timbal balik, cenderung sulit diarahkan karena tampak semaunya dan menganggap kehadiran orang lain sebagai ‘benda’. Mereka biasanya sulit untuk berinteraksi sosial dengan teman seusianya, kesulitan mempergunakan isyarat non verbal sebagai pengganti komunikasi verbal untuk mengatur interaksi sosial dan tidak tidak tanggap pada situasi sosial dan emosi orang disekitamya serta mengalami kesulitan untuk bermain pura-pura seperti yang biasanya dilakukan anak seumurnya. Anak dengan gangguan relasi dan komunikasi juga mengalami disfungsi sensoris dalam pemaknaan pada rangsang dengar maupun gangguan dalam pemprosesan sensasi lainnya, seperti gangguan perencanaan gerak motorik, kesulitan dalam melakukan keurutan gerakan atau tindakan. Berbagai pendekatan terapi untuk mengatasi gangguan ini dengan upayaupaya untuk meningkatkan kemampuan bahasa dan komunikasinya, telah banyak dilakukan. Dewasa ini berkembang model penanganan yang memandang sudut penggunaannya dalam situasi sosial, yang menekankan peningkatan komunikasi sosial dengan struktur yang lebih fleksibel, serta aktifitas yang lebih bervariasi, ditandai dengan interaksi yang timbal balik serta belajar melakukan aktifitas yang bermakna, berdasarkan minat dan motivasi anak. Pendekatan integratif dan interaktif yang berdasarkan perkembangan individual anak disebut juga tehnik Floor Time, yaitu suatu cara atau tehnik interaksi melalui bermain sebagai upaya untuk membantu anak dalam mencapai tahapan perkembangan, terutama anak dengan gangguan relasi dan komunkasi. Tehnik interaksi ini menekankan kekuatan relasi yang bersifat interaktif antara orang tua atau pembimbing dengan anak. Prinsip utama tehnik Floor Time adalah mencoba memanfaatkan setiap kesempatan yang muncul untuk berinteraksi, dengan cara yang disesuaikan dengan tahap perkembangan emosi. Asumsinya, bahwa perubahan cara anak ‘merasakan dan mengalami’ relasi akan meningkatkan peran sertanya dalam interaksi itu sendiri secara lebih komprehensif. Peneliti ingin mengetahui bagaimana penerapan tehnik ‘Floor Time' dapat memberikan dukungan untuk mengembangkan kemampuan interaksi pada anak, khususnya anak dengan gangguan relasi dan komunikasi (Multisystem Developmental Disorder). Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan studi kasus tunggal. Pengambilan sampel tidak dipilih secara acak, melainkan mengikuti kriteria tertentu. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, serta alat bantu rekam suara dan gambar. Proses analisis data dimulai dengan memberikan koding pada data sesuai dengan kategori perilaku yang muncul. Setelah tahap kategorisasi peneliti melakukan proses analisis yang dibuat dalam bentuk naratif berdasarkan konsep teori pada penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara kualitatif terdapat peningkatan kualitas interaksi antara subjek dengan pembimbing. Peningkatan ini terutama lebih terlihat pada aspek ketrampilan Menjalin Ikatan Komunikasi Timbal Balik (MIKT) serta Ketrampilan Meniru (KM). Sedangkan pada kemampuan bahasa tidak terlihat kemajuan secara mencolok. Minat subjek serta ketertarikan untuk melakukan sesuatu bersama pembimbing, tampak semakin intens dan bervariasi. Subjek mulai menunjukkan kedekatan dan keintiman dengan ibu. Selama pelaksanaan Floor Time terlihat perilaku seperti memeluk, mencium, menyentuh wajah ibu, menarik/mengulurkan tangan (meminta pertolongan) atau duduk dipangkuan ibu lebih sering muncul dibanding sebelumnya. Ibu pun merasakan bahwa subjek mulai ‘menempel’ dan mencari ibu disaat ibu tidak berada ditempat. Perilaku menirukan suara pembimbing tampak semakin sering muncul. Atas dasar hasil penelitian ini, disarankan kepada peneliti lain di bidang psikologi, khususnya psikologi klinis anak untuk dilakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama, agar dapat memperoleh gambaran yang lebih baik mengenai kemajuan maupun informasi tambahan dari pelaksanaan Floor Time pada anak dengan gangguan relasi dan komunikasi.
2005
T38022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library