Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lubis, Andri Maruli Tua
Jakarta: UI Publishing, 2024
617.102 AND t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Andri Maruli Tua
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
PGB-pdf
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Andri Maruli Tua
Abstrak :
Penganiayaan anak merupakan masalah sosial dan masalah medis yang penting dan dapat menyebabkan kecacatan dan kematian pada anak. Angka kejadian penganiayaan anak dalam setahun diperkirakan sekitar 15 sampai 42 kasus diantara 1000 anak dan terdapat kecenderungan peningkatan. Patah tulang merupakan tanda klinis kedua terbanyak yang ditemukan setelah lesi kulit, dan sekitar sepertiga anak yang teraniaya akan mendatangi ahli bedah tulang. Kami melaporkan seorang anak laki-laki berusia 7 bulan yang diduga mengalami penganiyaan anak. Diagnosis kami didasarkan pada temuan patah tulang multiple, keterlambatan dalam mencari pertolongan medis dan perbedaan antara riwayat perjalanan penyakit dengan temuan klinis. Anak tersebut mengalami patah tulang multipel dengan proses penyembuhan yang bervariasi, termasuk patah tulang pada suprakondilar humerus kiri, radius dan ulna kiri, radius dan ulna kanan, kedua tulang femur, tibia kanan serta tibia dan fibula kiri. Pemeriksaan radiologis merupakan modalitas yang penting dalam menegakkan kemungkinan adanya penganiayaan pada anak tersebut. Anak tersebut telah mendapatkan penanganan medis, proteksi, kelompok konsultasi untuk kedua orang tua dan sedang dalam penyelidikan pihak kepolisian. (Med J Indones 2004; 13: 59-65)
Child abuse is a pervasive social and medical problem that remains a major cause of disability and death among children. The annual incidence of abuse is estimated to be 15 to 42 cases per 1,000 children and appears to be increasing. Fractures are the second most common presentation of physical abuse after skin lesions, and approximately one third of abused children will eventually be seen by an orthopedic surgeon. We report a 7-month-old boy who was suspected to be abused. Our diagnosis was based on findings of multiple fractures, delay in seeking medical treatment and discrepancy between the history of illness and the clinical findings. He sustained multiple fractures in variety of healing, namely fractures on left supracondylar humeri, left radius and ulna, right radius and ulna, both femora, right tibia, and left tibia and fibula. Radiological examination was an important modality in revealing the possibility of abuse on this child. He had received medical treatment, protection, consultation team for the parents and an underway police investigation. (Med J Indones 2004; 13: 59-65).
2004
MJIN-13-1-JanMar2004-59
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Andri Maruli Tua
Abstrak :
Saat ini penanganan osteomielitis kronis masih merupakan masalah dalam bidang orthopaedi. Debridemen dan pemberian antibiotika merupakan penatalaksanaan yang dianut. Seringkali antibiotika yang diberikan secara oral maupun parenteral tidak dapat mencapai lokasi infeksi dengan baik. Para ahli mengembangkan pemberian antibiotika lokal dalam bentuk antibiotic beads. Antibiotic beads yang terdapat dipasaran saat ini sangat mahal, sehingga kami mencoba membuat antibiotic beads sendiri dengan menggunakan bahan aktif ceftriakson. Ceftriaxone impregnated beads dibuat dengan mencampur 2 gram bubuk ceftriakson dan 40 gram polimetilmetakrilat secara steril. Ukuran beads 3x5 mm. Digunakan 30 ekor kelinci jantan yang masing-masing dilakukan induksi osteomielitis pada tulang radius kirinya dengan menggunakan kuman Staphylococcus aureus. Pada minggu ke-4 dilakukan pemeriksaan klinis, radiologis, biakan kuman dan histopatologis untuk membuktikan adanya osteomielitis. Selanjutnya dibagi menjadi tiga kelompok dengan jumlah setiap kelompoknya sepuluh kelinci. Kelompok pertama hanya dilakukan debridemen. Kelompok kedua debridemen diikuti pemberian ceftriakson intravena. Kelompok ke-3 debridemen diikuti pemberian ceftriakson intravena dan ceftriaxone impregnated beads. Setelah empat minggu kembali dievaluasi secara klinis, radiologis, biakan kuman dan histopatologis. Pada kelompok pertama, kejadian osteomielitis pada akhir empat minggu terapi adalah 60% (angka keberhasilan 40%). Pada kelompok kedua, angka kejadian osteomielitis setelah pengobatan adalah 20% (angka keberhasilan 80%). Sedangkan kejadian osteomielitis setelah empat minggu pengobatan pada kelompok ketiga adalah 0% (angka keberhasilan 100%). Kesimpulan: kombinasi antibiotik sistemik dengan ceftriaxone impregnated beads lebih efektif dari antibiotik sistemik. (Med J Indones 2005; 14: 157-62).
Up to now, orthopaedic management of chronic osteomyelitis is still problematic. Debridement and antibiotic administration is still a widely practiced management. However, oral or parenteral antibiotics often cannot reach the infection site well. Some experts have developed a system to administer local antibiotic in the form of antibiotic beads. Antibiotic beads on the market are still very expensive. Therefore, we made efforts to make our own antibiotic beads by using Ceftriaxone as the antibiotic. Ceftriaxone impregnated beads were made by mixing 2 grams of Ceftriaxone powder with 40 grams of polymethyl methacrylate (PMMA) bone cement sterilely. The size of the beads was 3 x 5 mm. Thirty male rabbits that were induced to get osteomyelitis by inoculating Staphylococcus aureus to their left radius bones were used. In the fourth week, clinical, radiological, histological examination and bacterial culture were performed to prove the presence of osteomyelitis. Then, the samples were divided into 3 groups of ten. The first group only underwent debridement. The second group underwent debridement followed by intravenous Ceftriaxone administration. The third group underwent debridement followed by intravenous Ceftriaxone and Ceftriaxone-impregnated beads administration. After four weeks, clinical, radiological, histological examination and bacterial culture were repeated. In the first group, the incidence rate of osteomyelitis at the end of the fourth week of therapy was 60% (success rate 40%). In the second group, after four weeks of therapy the incidence rate of osteomyelitis after treatment was 20% (success rate 80%), whereas that of the third group was 0% (success rate 100%). In conclusion, the efficacy of combination of systemic antibiotic therapy and ceftriaxone impregnated beads in the therapy of chronic osteomyelitis is better than systemic antibiotic therapy. (Med J Indones 2005; 14: 157-62).
Medical Journal of Indonesia, 2005
MJIN-14-3-JulSep2005-157
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library