Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Iqbal Djajadi
"ABSTRAK
Tesis ini pada dasarnya merupakan suatu studi yang bertujuan untuk mengembangkan
pengukuran mengenai kondisi integrasi. Dengan menggunakan aksi kekerasan kolektif sebagai fokus pengamatan, dan Indonesia sebagai kasus, tesis ini memperoleh temuan-temuan teoritik dan empirik sebagai berikut.
Integrasi adalah suatu konsep derivasi dari struktur sosial. Bila struktur sosial merujuk kepada pola hubungan di antara unit-unit sosial yang membentuknya; maka integrasi merujuk kepada derajat kekuatan hubungan di antara unit-unit tersebut.
Ada berbagai rasa untuk mengukur kekuatan hubungan di antara unit-unit yang
terdapat dalam struktur sosial. Namun dengan menggunakan perspektif keteraturan
sosial, studi ini memusatkan perhatian kepada aksi-aksi kekerasan kolektif. Asumsinya adalah semakin rendah tingkat aksi kekerasan kolektif, semakin tinggi tingkat keteraturan sosial atau integrasinya. Demikian pula sebaliknya.
Secara konseptual, integrasi setidaknya memiliki dua dimensi: integrasi nasional dan integrasi sosial. Dimensi pertama merujuk kepada kekuatan hubungan di antara negara dan masyarakat, sedangkan dimensi kedua merujuk kepada kekuatan hubungan di antara unit-unit dalam masyarakat itu sendiri.
Kategori integrasi terentang antara kuat hingga lemah. Dalam rentang tersebut, kategori yang paling ekstrim memang adalah disintegrasi. Yakni, pemisahan antara unit-unit sosial yang terlibat. Namun di antara dua kategori ekstrim --integrasi kuat dan disintegrasi-- masih terdapat kategori lainnya: malintegrasi. Berbeda dengan istilah pertama yang merujuk kepada penolakan bahkan pemisahan, istilah yang disebut terakhir lebih merujuk kepada adanya. gangguan hubungan di antara unit-unit. Berdasarkan itu, studi ini kemudian mengembangkan tipologi: malintegrasi tipe A (kerusuhan), tipe B (penjarahan dan perusakan), dan tipe C (tawuran).
Dengan memanfaatkan data sekunder dari berbagai sumber, penelaahan menunjukkan bahwa Indonesia selama periode 1946 hingga April 1999 mengalami peningkatan aksi kekerasan kolektif. Dan puncak aksi tersebut terjadi pada masa periode Orde Reformasi. Namun berbeda dengan anggapan umum, kerusuhan sebenarnya cenderung terus menurun; aksi-aksi kekerasan kolektif lainnya yang justru meningkat. Di antaranya adalah penjarahan, perusakan, tawuran, dan pertempuran etnik. Mengikuti konsepsi sebelumnya, studi ini memiliki kerangka pemikiran tersendiri dalam menggunakan aksi-aksi kekerasan kolektif sebagai indikator integrasi.
Berdasarkan suatu rumus sederhana yang menyatakan bahwa integrasi nasional sama dengan satu dikurangi aksi separatis (sebagai indikator disintegrasi nasional); serta integrasi sosietal sebagai satu dikurangi pertempuran primordial (sebagai indikator disintegrasi sosietal); kerusuhan, penjarahan, perusakan dan tawuran (sebagai indikatorindikator malintegrasi), maka studi ini memperoleh kesimpulan sebagai berikut.
Studi berkesimpulan bahwa, hingga batas keberlakuan data yang dikumpulkan, sebenarnya kondisi integrasi nasional Indonesia masih tinggi. Berdasarkan periode
pemerintahan, hingga batas tertentu dapat dikatakan bahwa integrasi nasional di masa Habibie dan Soeharto cenderung lebih tinggi ketimbang masa Soekarno. Hal yang memperihatinkan adalah justru kondisi integrasi sosietal. Ada kecenderungan bahwa kondisi integrasi sosietal Indonesia tidak pernah mencapai tingkat paling optimal. Bahkan berdasarkan perkembangan periode, terlihat bahwa tingkat integrasi sosietal di masa Habibie yang baru berlangsung sekitar setahun ini berada pada titik yang paling rendah dibanding masa Soeharto dan Soekarno.
Secara umum tesis ini juga menyimpulkan bahwa sebenarnya kita tidak perlu mencemaskan kondisi disintegrasi nasional. Karena sebenarnya fenomena ini tidak selalu berjalan penuh kekerasan. Hal yang harus ditakuti adalah fenomena disintegrasi sosietal, dan komplikasinya ke arah disintegrasi nasional. Hal inilah yang sebenarnya terjadi di semenanjung Balkan yang menghancurkan Yugoslavia.
Namun terlepas dari berbagai temuan empirik di atas, tesis ini masih memerlukan sejumlah penyempurnaan di masa mendatang. Dari segi alat ukur, ia perlu memasukkan aspek kuantitatif kerugian jiwa dan material sebagai indikator substantif. Sedangkan dari segi ketersediaan data, ia perlu memasuk berbagai data lainnya yang lebih lengkap dan relevan.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Iqbal Djajadi
"ABSTRAK
Tesis ini pada dasarnya merupakan suatu studi yang bertujuan untuk mengembangkan
pengukuran mengenai kondisi integrasi. Dengan menggunakan aksi kekerasan ko1ektif
sebagal fokus pengamatan, dan Indonesia sebagai kasus, tesis ini memperoleh temuan- temuan
teoritik dan empirik sebagai berikut
Integrasi adalah suatu konsep derivasi dari struktur sosial. Bila struktur sosial
merujuk kepada pola hubungan di antara unit-unit sosial yang membentuknya~ rnaka
integrasi merujuk kepada derajat kekuatan hubungan di antara unit-unit tersebut
Ada berbagai cara untuk mengukur kekuatan hubungan di antara unit-unit yang
terdapat dalam struktur sosial. Narnun dengan menggunakan perspektif keteraturan
sosial, studi ini memusatkan perhatian kepada aksi.aksi kekerasan kolektif Asumsinya
adalah semakin rendah tingkat aksi kekerasan semalkin tinggi tingkat keteraturan
sosial atau integrasinya, Dernikian pula sebaliknya.
Secara konseptual, integrasi setidaknya memiHki dua dimensi: integrasi nasional
dan integrasi sosietaL Dimensi pertama merujuk kepada kek:uatan hubungan di antara
negara dan masyarakat, sedangkan dimensi kedua merujuk kepada kekuatan hubungan di
antara unit-unit dalam masyarakat itu sendiri.
Kategori integrasi terentang antara kuat hingga lemah. Dalam rentang tersehut,
kategori yang paling ekstrim memang adalah disintegrasL Yakni, pemisahan antara unit-
unit sosial yang terlibat Namun di antara dua kategori ekstrim --integrasi kuat dan
disintegrasi masih terdapat kategori lairnya: maiintegrasi Berbeda dengan istilah
pcrtama yang merujuk kepada penolakan bahkan pemisahan. istilah yang disebut terakhir
lebih merujuk kepada adanya gangguan hubungan di antara unit-unit. Berdasarkan itu,
studi ini kemudian mengembangkan tipologi: malintegrasi tipe A (kerusuhan), tipe B
(penjarahan dan perusakan), dan tipe C (tawuran).
Dengan memanfaa!kan data sekunder dari berbagal sumber~ penelaahan
menunjukkan bahwa Indonesia selama periode 1946 hingga April 1999 mengalami
peningkatan aksi kekerasan kolektif. Dan puncak aksl tersebut terjadi pada masa periode
Orde Reformasi. Namun berbeda dengan anggapan umum. kerusuhan sebenamya
cenderung terus menurun; aksi-aksi kekerasan kolektiflainnya yang justru meningkat. Di
antaranya adalah penjarahan. perusakan, tawuran. dan pertempuran etnik. Mengikuti
konsepsi sebelumnya. studi ini memiliki kerangka pemikiran tersendiri dalam
menggunakan aksi~aksi kekerasan koiektif sebagai indikator integrasi.
Berdasarkan suatu rumus sederhana yang menyatakan hahwa integrasi nasional
sama dengan satu dikurangi aksi separatis (sebagai indikator disintegrasi nasional); serta
integrasi sosietal sebagai satu dikurangf pertempuran primordial (sebagai indikator
disintegrasi sosietal); kerusuhan, penjarahan, perusakan dan 1awuran (sebagai indikatorindikator
malintegrasi), maka studi ini memperoleh kesimpulan sebagai berikut.
Studi berkesimpulan bahwa, hingga batas keberlakuan data yang dikumpulkan,
sebenarnya kondisi integrasi nasional Indonesia masih tinggi. Berdasarkan periode
pemerintahan, hingga batas tertentu dapat dikatakan bahwa integrasi nasional di masa
Habibie dan Soeharto cenderung lebih tinggi ketimbang masa Soekamo. Hal yang
memperihatinkan adaiah justru kondisi integrasi sosietal. Ada kecenderungan bahwa
kondisi integrasi sosietallndonesia tidak pernah mencapai tingkat paling optimal. Bahkan
berdasarkan perkembangan periode, terlihat bahwa tingkat integrasi sosietal di masa
Habibie yang baru beriangsung sekJtar setahun ini berada pada titik yang paling rendah
dibanding masa Soeharto dan Soekamo.
Secara umum tesis ini juga menyimpulkan bahwa sebenarnya kita tidak periu
mencemaskan kondisi disintegrasi nasional. Karena sebenamya fenomena ini tidak selalu
berjalan penuh kekerasan. Hal yang hams ditakuti adalah fenomena disintegrasi sosietal,
dan komplikasinya ke arah disintegrasi nasional. Hal inilah yang sebenamya tetjadi di
semenanjung Balkan yang menghancurkan Yugoslavia.
Narnun terlepas dari berbagai temuan empirik di atas, tesis ini masih memerlukan
sejumlah penyempumaan di masa mendatang. Dari segi alat ukur. ia p.erlu memasukkan
aspek kuantitatif kerugian jiwa dan material sebagai indikator substantif. Sedangkan dari
segi ketersediaan data, ia perlu memasuk berbagai data laiTlllya yang lebib lengkap dan
relevan.

"
1999
T32797
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Iqbal Djajadi
"Ada dua anggapan dasar dalam studi ini. Bahwa keintiman adalah suatu masalah sosial di kota-kota besar. Dan bahwa ada hubungan antara tingkat keintiman dengan propinkuitas. Pada prinsipnya tujuan studi ini adalah berusaha membuktikan secara empiris anggapan yang disebut terakhir tadi. Berdasarkan kajian teoritis yang menelaah secara seksama pokok tersebut, diketahui bahwa sebelum diadakan pengujian empiris itu sendiri, keberhati-hatian mutlak diperlukan. Hal itu disebabkan oleh, karena tidak semua penduduk kota mengembangkan interaksi yang tidak intim oleh karena adanya ketidaktepatan kerangka konseptual keintiman dan oleh karena banyak variabel yang mempengaruhi keintian serta oleh karena konsep atau teori propinkuitas sudah tidak memadai lagi untuk dipergunakan sebagai sarana pengujian. Sebagai tanggapan atas hasil kajian teoritis tersebut, peneliti mengembangkan suatu kerangka konseptual atau pendekatan masalah yang baru sifatnya. Keintiman secara proporsional dilihat dari sudut Pandang interaksi interpersonal yang beruang lingkup mikro. Dan persahabatan ditetapkan sebagai tema keintiman yang khusus hendak dikaji dalam studi ini. Propinkuitas diderivasi menjadi variabel jarak. Namun jarak tidak langsung mempengaruhi keintiman; melainkan harus terlebih dahulu melalui variabel intervening intensitas interaksi di rumah. Studi juga mengemukakan fakta bahwa terdapat cukup banyak variabel independen yang mempengaruhi keintiman. Mekanisme yang ditempuh studi guna meyakinkan kesimpulan mengenai hubungan jarak dan keintiman ini ada dua. Keduanya berangkat dari spirit kontrol yang ketat ,sesuai dengan hasil kajian teoritis sebelumnya yang meperlihatkan banyaknya variabel yang turut bermain. Mekanisme pertama dilakukan dengan memilih sampel yang memiliki karakteristik sosial tertentu yang dinilai paling kurang kondusif dalam membenarkan keberlakuan hipotesa studi ini. Dan mekanisme selanjutnya, kedua, dilakukan dengan mengadakan kontrol variabel menurut kaidah statistik. Dengan mengambil mahasiswa FISIP UI sebagai responden penelitian, studi ini memperoleh beberapa penemuan tipikal sebagai berikut. Penemuan yang paling menyolok tentu saja adalah yang berkaitan dengan hirtesa penelitian. Secara meyakinkan telah diperlihatkan hahwa proinkuitas hampir sama sekali tidak mempengaruhi keintiman. Sebagian besar responden ternyata lebih banyak mengembangkan persahabatan mereka dengan orang-orang yang tidak tinggal berdekatan, daripada dengan tetangga mereka. Lebih jauh lagi, hasil penelitian tersebut tetap tidak berubah meskipun propinkuitas telah diderivasi menjadi jarak. Revisi yang semula sengaja dirancang untuk memoderasikan ketidakberdayagunaan teori propinkuitas itu pada kenyataannya tidak membawa pengaruh yang signifikan terhadap keintiman. Hampir tidak adaperbedaan sama sekali di antara responden Yang tinggal berjauhan dengan sahabatnya; dengan mereka yang memiliki sahabat dikawasan tetangga, bahkan yang tinggal satu rumah sekalipun. Ringkasnya, keintiman bukanlah semacam fungsi dari bekeranya variabel jarak. Variabe1 yang mempengaruhi keintiman adalah intensitas interaksi di rumah. Perbedaan variansi pada variabel yang disebut terakhir tadi, cenderung diikuti pula oleh kecenderungan yang sama pada variabel keintiman. Kendati pun berbagai variabel independen lainnya yang turut mempengaruhi keintiman dikontrol keberlakuannya, namun kontribusi variabel tersebut tetap memuliki signifikansinya. Konsekuensinya, hingga tingkat tertentu, tingginya intensitas interaksi di rumah condong menyebabkan lahirnya keintiman. Dalam spirit ini bukan hal yang berlebihan jika variabel intensitas interaksi di sini, sebagai akibatnya, dipandang mengalami pergeseran peran. Tidak lagi sebagai variabel intervening dalam kerangka teori jarak; apa lagi sebagai peran pembantu" yang tidak memiliki status variabel yang otonom dalam kerangka teori propinkuitas; lebih dari itu, melainkan sebagai variabel independen yang ikut menentukan lahir dan bertahannya suatu keintian. Berapa pun jauhnya jarak yang memisahkan seorang individu dengan sahabatnya, sepanjang ia bisa memperoleh sarana untuk mempertahankan intensitas interaksi yang tinggi, keintiman akan senantisa lahir."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library