Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Thea Hapsari
"Pemberian barang gratis sebagai bonus kepada konsumen merupakan strategi promosi yang umum dilakukan oleh Wajib Pajak. Namun, sering terjadi sengketa antara Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi ini. DJP menganggap pemberian ini sebagai pemberian cuma-cuma yang termasuk penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) terutang PPN, sedangkan Wajib Pajak berpendapat bahwa barang promosi tidak terutang PPN. Penelitian ini bertujuan menganalisis penyebab perbedaan interpretasi antara Wajib Pajak dan DJP terkait pengenaan PPN atas pemberian cuma-cuma serta memberikan solusi untuk mengurangi sengketa. Metode kualitatif digunakan dengan menganalisis 33 putusan banding di Pengadilan Pajak dari Januari 2020 hingga September 2024 serta wawancara dengan penelaah keberatan, regulator, dan konsultan pajak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Wajib Pajak menganggap barang promosi, seperti dalam skema bundling atau gift-with-purchase, merupakan bagian dari harga jual produk utama sehingga tidak dikenakan PPN secara terpisah. Selain itu, mereka merasa pengenaan PPN ganda terjadi karena barang promosi sudah tercantum dalam faktur pajak produk utama. Sebaliknya, DJP menilai bahwa barang promosi, baik hasil produksi sendiri maupun bukan, tetap terutang PPN untuk mencegah penghindaran pajak dan memastikan PPN sebagai pajak konsumsi dalam negeri. Penelitian menyimpulkan bahwa pemberian cuma-cuma dikenakan PPN jika memenuhi syarat kumulatif: barang adalah BKP, memiliki nilai dasar pengenaan pajak, diberikan tanpa pembayaran atau syarat tertentu, dan dilakukan di dalam negeri untuk mendukung usaha. Untuk mengurangi sengketa, Wajib Pajak disarankan mencatat harga beli dan harga jual secara rinci, sementara DJP diharapkan memberikan aturan pelaksanaan yang lebih jelas terkait pemberian cuma-cuma.

The provision of free goods as bonuses for consumers is a common promotional strategy employed by taxpayers. However, disputes often arise between taxpayers and the Directorate General of Taxation (DGT) regarding the imposition of Value-Added Tax (VAT) on these promotional transactions. The DGT views such transactions as free gifts, which constitute the delivery of Taxable Goods (BKP) subject to VAT. Conversely, taxpayers argue that these transactions should not be subject to VAT. This study aims to analyze the causes of interpretational differences between taxpayers and the DGT regarding VAT on free gifts and propose solutions to reduce such disputes. Using a qualitative case study approach, data were collected from 33 tax court appeal decisions from January 2020 to September 2024 and interviews with objection reviewers, regulators, and tax consultants. The findings reveal that taxpayers consider promotional goods, such as bundling or gift-with-purchase schemes, part of the main product's price and, thus, not separately taxable. Taxpayers also argue that VAT on promotional goods constitutes double taxation, as the goods are already included in the main product’s tax invoice. On the other hand, the DGT argues that all promotional goods, regardless of origin, fall under the scope of BKP subject to VAT to prevent tax avoidance and uphold VAT’s nature as a domestic consumption tax. The study concludes that free gifts are subject to VAT if they meet cumulative criteria: they are BKP, have a taxable value, are provided without payment or conditions, and are given domestically to support business activities. To reduce disputes, taxpayers are advised to maintain detailed records of purchase and sale prices to clarify that promotional goods are part of a single price. Additionally, the DGT should issue clearer guidelines or implementing regulations regarding the treatment of free gifts. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library