Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Metha Ramadita
"Sejak awal kemunculan space era, masyarakat internasional telah mendorong secara keras penggunaan ruang angkasa untuk tujuan damai (peaceful purposes). Namun, pengertian peaceful belum ada yang pasti hingga kini. Apakah kegiatan militer diperbolehkan atau tidak. Pada faktanya, sejak peluncuran Sputnik I, satelit tersebut sudah digunakan untuk tujuan militer. Sehingga, penjelasan mengenai kegiatan militer apa saja yang diperbolehkan di ruang angkasa menjadi sangatlah penting. Selain itu, mengingat semakin bergantungnya negara dengan teknologi ruang angkasa, dimulaui pengembangan teknologi anti-satellite untuk melindungi aset-aset nasional di ruang angkasa. Sejak tahun 1950an, sudah dilaksanakan uji coba anti-satellite weapons oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet yang mana banyak menimbulkan pertanyaan apakah kegiatan tersebut sesuai dengan prinsip peaceful purposes atau tidak. Oleh karena itu, juga perlu diketahui bentuk dari threat atau use of force dan pengecualiannya di ruang angkasa.
Since the dawn of space era, international community has voiced the use of outer space for peaceful purposes. However, there is no authoritative definition regard of peaceful until today. In fact, since the launced of Sputnik I, its objective was military purposes. Thus, it is important to know which one of military activity in outer space is permissible. Moreover, the increasing of national's dependency on space-based asset, make the states develope the anti-satellite to protect their national space asset. The employment of anti-satellite began since the late of 1950s by United States and Union of Soviet Socialist Republics. The test raised questions on its compliance with peaceful purposes principle. Therefore, it is also important to know the form of threat and use of force and its execptions in space."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65247
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Metha Ramadita
"Authorship dari suatu karya yang dapat dilindungi hak cipta telah menjadi isu yang hangat diperdebatkan. Isu tersebut semakin gencar diperbincangkan dengan munculnya kecerdasan buatan. Kemampuan dari kecerdasan buatan seperti halnya mobil yang dapat menyetir sendiri, mesin yang membuat karya kreatif, dan membuat algoritma, membuat banyak pakar, pembuat kebijkaan, dan konsumen semakin sadar akan keuntungan dan kebutuhan terhadap kecerdasan buatan ini. Kemampuan yang dimiliki oleh kecerdasan buatan ini juga membukakan fakta bahwa dalam hal membuat suatu karya, manusia bukanlah satu-satunya pencipta. Komputer dengan (terkadang tidak dengan) bantuan manusia juga dapat menciptakan karya yang bersifat artistic ataupun innovative. Berdasarkan penjelasan di atas dapat terlihat bahwa menciptakan suatu Ciptaan menggunakan subjek nonmanusia dapat memberikan implikasi yang penting bagi hukum hak cipta. Secara tradisional hak cipta dipahami untuk melindungi karya seni manusia untuk manusia. Namun dengan munculya teknologi, maka konsep ini perlu ditelaah lebih lanjut. Pemahaman yang ada pada saat ini terkait tentang Penciptaan tetap hanya dimiliki oleh manusia. Partipasi mesin pada tahap diciptakannya suatu karya seni tidak mendiskualifikasi manusia dari Pencipta, namun dengan semakin besarnya peranan subjek nonmanusia tersebut maka situasi yang semakin menjadi menantang.
Authorship of copyrightable works has been a hotly contested issue. With the recent boom of artificial intelligence, more and more creative works have been the result of non-human authors. Flashy news stories about self-driving cars, creative machines, and learning algorithms have made scholars, policy makers, and consumers more aware of both the benefits and need for AI. The recent popularization of AI has also made us aware of the fact that humans are no longer the only source of creative works. Traditionally copyright is understood to protect humans writing for humans. With the emergence of technology, this has come under scrutiny. However, there remains an understanding of authorship as profoundly human attribute. The participation of a machine in the creation of a work does not disqualify the human creator from authorship, but the greater the machine’s role, the more challenging the situation become."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T52387
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library