Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mirna Nurasri Praptini
"Latar Belakang: Usia lanjut dan hubungannya dengan kesintasan kanker paru karsinoma bukan sel kecil sudah diteliti sebelumnya, namun kesintasannya di rumah sakit di Indonesia belum diteliti. Belum banyak penelitian lain yang memperhitungkan faktor perancu antara lain derajat keparahan penyakit, status fungsional, komorbiditas, dan indeks massa tubuh dalam meneliti pengaruh pertambahan usia dengan kesintasan kanker paru karsinoma bukan sel kecil.
Tujuan: Mengetahui adakah perbedaan kesintasan satu tahun pasien kanker paru karsinoma bukan sel kecil usia lanjut dan bukan usia lanjut yang diterapi di semua stadium dengan mempertimbangkan functional status, indeks massa tubuh, dan komorbiditas.
Metode: Kohort retrospektif dengan pendekatan analisis kesintasan terhadap 227 pasien kanker paru karsinoma bukan sel kecil yang berobat jalan maupun rawat inap di RS Cipto Mangunkusumo dan RS Kanker Dharmais tahun 2002-2012, terbagi 2 kelompok berdasarkan usia saat diagnosis (<60 tahun dan >60 tahun). Kurva Kaplan-Meier digunakan untuk mengetahui kesintasan satu tahun masingmasing kelompok. Analisis bivariat menggunakan uji log-rank, analisis multivariat menggunakan cox proportional hazard regression. Besarnya hubungan variabel usia dengan kesintasan dinyatakan dengan crude HR dan IK 95% serta adjusted HR dan IK 95% setelah dimasukkan variabel perancu.
Hasil dan Pembahasan: Terdapat 227 pasien adalah kanker paru karsinoma bukan sel kecil yang diterapi dimana karakteristik kedua kelompok (<60 tahun dan >60 tahun) sebanding kecuali jenis kelamin, merokok, ada tidaknya komorbiditas, dan jumlah komorbiditas. Persentase mortalitas satu tahun adalah 68,0% dan 61,9% untuk kelompok usia <60 dan >60 tahun dengan median kesintasan 8 dan 9 bulan bulan. Analisis bivariat tidak menunjukkan hubungan bermakna antara usia dengan kesintasan satu tahun.
Simpulan: Tidak ada pengaruh usia terhadap kesintasan satu tahun pasien kanker paru karsinoma bukan sel kecil yang diterapi di RS Cipto Mangunkusumo dan RS Kanker Dharmais di semua stadium dengan mempertimbangkan functional status, indeks massa tubuh, dan komorbiditas.

Background: Old age and its relations to non-small cell lung carcinoma survival has been studied before but its survival in Indonesia has not been studied before. Not many studies that have considered confounders, such as stage, functional status, comorbidities and body mass index, in the study between advancing age and non-small cell lung cancer carcinoma survival.
Aim: To evaluate differences of treated non-small cell lung carcinoma one year survival between non-elderly and elderly considering stages, functional status, body mass index and comorbidities.
Methods: Retrospective cohort design and survival analysis were used to 227 patients with non-small cell lung cancer that being treated at Cipto Mangunkusumo Hospital and Dharmais Cancer Hospital between 2002 and 2012 that divided into 2 groups according to age at diagnosis (<60 years and >60 years). Kaplan-Meier curve was used to evaluate the one year survival of each group. Bivariate analysis was conducted using log-rank test, multivariate analysis was conducted using cox proportional hazard regression. The extend of relation between advancing age and survival was expressed with crude HR with 95% CI and adjusted HR with 95% CI after adjusting for confounders.
Results and Discussion: There were 227 non-small cell lung carcinoma being treated whereas the characteristics between two groups (<60 years and >60 years) were the same except for sex, smoking status, comorbidities and number of comorbidities. One year mortality percentage were 68.0% and 61.9% to <60 years and >60 years groups, respectively, with the survival median of 8 and 9 months. Bivariate analysis didn’t find statistically significant relation between age and one year survival.
Conclusion: Age didn’t influence one year survival of treated non-small cell lung carcinoma at Cipto Mangunkusumo Hospital and Dharmais Cancer Hospital considering stage, functional status, comorbidities and body mass index.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mirna Nurasri Praptini
"Latar Belakang: Angka kematian pasien penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) akibat penyakit kardiovaskular (PKV) sangat tinggi, khususnya pada pasien hemodialisis kronik (HDK), PKV juga dipengaruhi oleh kondisi malnutrisi dan inflamasi. Malnutrition Inflammation Score (MIS) dipakai sebagai prediktor morbiditas dan mortalitas pasien HDK. Asymmetric dimethylarginine (ADMA) dan symmetric dimethylarginine (SDMA) adalah hasil dari proteolisis protein termetilasi yang merupakan penanda inflamasi dan malnutrisi dan ditemukan meningkat pada pasien hemodialisis.
Tujuan: Mencari korelasi rasio ADMA/SDMA terhadap MIS pada pasien Penyakit ginjal kronik (PGK) yang menjalani HDK 2x seminggu.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang yang dikerjakan pada bulan Juli 2022 pada pasien HDK > 3 bulan. Kadar ADMA, SDMA, dan MIS diambil dan dicatat saat sebelum pasien memulai sesi hemodialisis. Analisis bivariat dilakukan dengan analisis Spearman dan Mann – Whitney dan analisis multivariat dengan regresi linier.
Hasil: Sebanyak 23 sampel adalah laki-laki (48,9%) dengan rerata usia 51,2 tahun. Median Albumin adalah 4,0 g/dl dan median TIBC adalah 220 mcg/dl. Median ADMA adalah 82ng/ml, median SDMA 599 ng/ml, rasio ADMA/SDMA 0,14, dan skor MIS 4 (3-6). Skor MIS >5 adalah sebesar 34% dengan <5 sebesar 66%. Dalam analisis bivariat dan multivariat setelah dikontrol penggunaan penghambat ACE, tidak ditemukan hubungan antara rasio ADMA/SDMA dengan MIS (p=0,154).
Simpulan: Tidak ditemukan korelasi antara rasio ADMA/SDMA terhadap MIS pada pasien PGK yang menjalani HDK 2x seminggu. 

Background: The mortality rate of patients with nd tageidney isease (ESKD) due to cardiovascular disease (CVD) is very high, especially in chronic hemodialysis (HD) patients. CVD is also affected by malnutrition and inflammatory conditions. Malnutrition Inflammation Score (MIS) is used as a predictor of morbidity and mortality in HD patients. Asymmetric dimethylarginine (ADMA) and symmetric dimethylarginine (SDMA) are the results of proteolysis of methylated proteins which are markers of inflammation and malnutrition and are found to be increased in hemodialysis patients.
Objective: To find a correlation between the ratio of ADMA/SDMA to MIS in chronic kidney disease (CKD) patients who underwent HD 2x a week.
Methods: A cross-sectional study conducted in July 2022 in HD patients > 3 months. ADMA, SDMA, and MIS levels were taken and recorded before the patient started the hemodialysis session. Bivariate analysis was performed using Spearman and Mann-Whitney analysis and multivariate analysis using linear regression.
Results: A total of 23 samples were male (48.9%) with an average age of 51.2 years. The median Albumin is 4.0 g/dl and the median TIBC is 220 mcg/dl. The median ADMA was 82 ng/ml, the median SDMA was 599 ng/ml, the ADMA/SDMA ratio was 0.14, and the MIS score was 4 (3-6). MIS score > 5 is 34% with < 5 is 66%. In bivariate and multivariate analysis after adjusted for the use of ACE inhibitors, no relations were found between the ADMA/SDMA ratio and MIS (p=0.154).
Conclusion: No correlation was found between the ratio of ADMA/SDMA to MIS in CKD patients who underwent HD 2x a week.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library