Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Nasih
"Tesis ini menganalisis tentang evolusi gagasan politik Muhammadiyah dari negara Islam ke negara nasional (1945-2000) dengan mengangkat gagasan-gagasan tokoh-tokoh yang merupakan representasi institusi Muhammadiyah. Gagasan tentang negara Islam dikemukakan oleh Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Kahar Muzakkir, dan Hamka. Sedangkan gagasan tentang negara nasional dikemukakan oleh Amien Rais dan Syafii Maarif.
Akar genealogis gagasan politik Muhammadiyah tentang negara. Islam atau Islam sebagai dasar negara adalah pandangan bahwa Islam dan negara merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Sedangkan negara nasional yang dimaksud adalah negara Indonesia berdasar Pancasila yang dipandang kompatibel dengan ajaran-ajaran Islam, sehingga sesungguhnya negara nasional yang dimaksud di sini bukanlah negara nasional yang bersifat sekuler seperti konsep politik Barat.
Evolusi gagasan politik Muhammadiyah terjadi dalam konteks sosiopolitik yang sangat dinamis dan rentang waktu yang panjang. Dengan menggunakan metode kualitatif berdasarkan teknik analisis deskriptif, pembahasan mengenai evolusi gagasan politik Muhammadiyah ini dapat dijelaskan secara komprehensif dan mendalam melalui kajian kepustakaan terhadap dokumen-dokumen ilmiah terutama yang memuat pernyataan-pernyataan orisinal tokoh-tokoh Muhammadiyah tersebut di atas.
Berdasarkan metode tersebut, kesimpulan yang bisa ditarik adalah bahwa telah terjadi evolusi gagasan politik Muhammadiyah dari negara Islam ke negara nasional yang disebabkan oleh represi negara, tradisi kultural-intelektual, dan pragmatisme politik pars aktivis Muhammadiyah. Perubahan gagasan politik Muhammadiyah menandakan lahirnya sebuah orientasi gagasan politik baru dari formalisme Islam kepada substansialisme Islam.

This thesis analyzed the evolution of Muhammadiyah political idea, from Islamic state to nation state (1945-2000). This idea came from prominent figures in Muhammadiyah institutions; by Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Mahar Muzakkir, and Hamka on the idea of Islamic state and by Amien Rais and Syafii Ma'arif on the idea of nation state.
The gynecological basis of Muhammadiyah political idea on Islamic state or Islam as the principle of state lay in the perspective of Islam and the state as two things which cannot be separated. On the other hand, the idea of a nation state is based on the perspective that Indonesia has Pancasila as the principle of the nation, meaning that Pancasila is compatible with Islamic doctrine. However, the nation state in this matter does not mean a secular nation state in the political concept of western country as such.
The evolution of Muhammadiyah political idea took place in a dynamic socio political context during a long period. By using a qualitative method based on descriptive analytical technique, the discussion of the idea of Muhammadiyah political idea can be explained comprehensively and deeply through literature studies of scientific document, especially the documents which quote the original statement of the Muhammadiyah prominent figures mentioned above.
In conclusion, there was an evolution of Muhammadiyah political idea, from Islamic state to nation state. It happened because of the nation representation, cultural-intellectual tradition, and political pragmatism of the Muhammadiyah activists. The alteration of Muhammadiyah political idea is a sign of a new political idea orientation from Islamic formalism to Islamic substantialism.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22131
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Nasih
"Dinamika antara Islam dan nasionalisme di Turki dan Indonesia terjadi karena adanya perspektif yang mendikotomikan antara Islam dengan nasionalisme. Islam dianggap sebagai nilai-nilai yang bersumber dari Tuhan yang bersifat sakral. Sedangkan nasionalisme dianggap sebagai konsensus dan karena itu bersifat profan/sekuler, terlebih kelahirannya dipicu oleh perlawanan terhadap praktik sistem religio-politik integralisme Katholik di abad pertengahan. Pertentangan tersebut kemudian juga diberlakulam kepada seluruh agama, termasuk Islam.
Penelitian ini menggunakan pijakan teori hubungan entara agama (Islam) dengan negara yang teruraikan dalam konsepsi negara-Islam, nasionalisme-sekuler, dan nasionalisme-religius. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik analisis deskriptifanalitis. Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data dari sumber pustaka dan wawancara dengan bebrapa tokoh politik. Data- data tersebut kemudian dideskripsikan, sehingga menunjukkan dinamika antara Islam dan nasionalisme.
Penelitian ini menemukan bahwa dinamika antara Islam dan nasionalisme di Turki dan Indonesia terjadi dalam organisasi-organisasi masyarakat sipil, partai- partai politik, dan lembaga-lembaga negara/pemerintahan. Dinamika di dalam salah satu institusi berpengaruh Inepada yang lain. Karakter nasionalisme Turki awalnya terbangun berdasarkan prinsip sekularisme laicisme. Dinamika antara Islam dan nasionalisme menyebabkan konvergensi antara keduanya tanpa mengubah konstitusi negara dan melahirkan paradigma baru nasionalisme dengan karakter sekularisme non-laicisme dalam praktik. Bentuk konvergensi antara Islam dan nasionalisme di Turki belum stabil karena sikap politik kalangan Islam belum didasarkan pada landasan teologis (theological statement), melainkan karena penimbangan-penimbangan politik (political statement) untuk menghindari tekanan kekuatan pro-sekularisme.
Sedangkan karakter nasionalisme di Indonesia adalah nasionalisme-religius, karena konstitusi dan dasar negara (Pancasila) secara tegas memberikan ruang yang cukup kepada agama. Hanya saja, praktik politik represif rezim Orde Baru dalam periode politik dekade 1980-an terhadap kalangan Islam menghidupkan paradigma politik yang mendikotomikan antara Islam dengan nasionalisme. Umat Islam dicurigai memiliki cita-cita untuk mengembalikan Islam sebagai dasar formal dalam praktik politik-keagamaan. Tekanan rezim menyebabkan sebagian kalangan Islam mengkonstruksi pandangan teologis baru tentang konvergensi antara Islam dan nasionalisme yang berpengaruh kepada penerimaan mayoritas kalangan politik Islam di Indonesia kepada Pancasila berdasarkan pada pandangan teologis (theological statement), bukan sekedar politis (political statement).
Implikasi teoritis penelitian ini adalah hubungan antara Islam dengan negara terjadi, negara-Islam dan nasionaIisme-sekuIer tidak berlaku, dan nasionalisme religius semakin menguat. Konsepsi nasionalisme-religius menempatkan agama (Islam) sebagai landasan moral dan etika dalam kehidupan politik kenegaraan.

The dynamics between Islam and nationalism in Turkey and Indonesia is due to a dispute between the Islamic view with nationalism. Islam is considered as the values that stem lion: God that is sacred. While nationalism is considered as a consensus and because it is profane / secular, first birth was triggered by the opposition to the practice of integralisrn religio-political system in the medieval Catholic. Conflicts are then also applied to all religions, including Islam.
This research uses theoretical framework of the relation between religion (Islam) with the state described in the conception of state-Islam, nationalism, secular, and nationalist-religious. This study uses qualitative methode with analytical descriptive analysis techniques. Data collection was conducted by collecting data from literature sources and interviews with some political figures. These data are then described, thus showing the dynamics between Islam and Nationalism.
This study found that the dynamic between Islam and nationalism in turkey and Indonesia occurred in in the civil society organizations, political parties, and the institutions of stare / government. Dynamics in one institution inlluent to another. Turkish nationalism awoke Erst character based on the principle of laicisme secularism. The dynamics between Islam and nationalism lcd to convergence between the two withoutchanging the state constitution andgave birth to anew paradigm of nationalism with the character of non-laicisrn secularism in practice. Form of convergence between Islam and nationalism in Turkey is not stable because of political attitudes among muslims are not based on theological foundation (theological statement), but because of political considerations (political statement) to avoid the pressureoftlre pro-secular forces.
While the character of nationalism in Indonesia is a religious nationalism, because the constitution and the basic state (Pancasila) expressly provides enough space for religion. Only, a repressive political practices ofthe New Order regime in the period of the 1980s politics of Islamic political paradigm that contradict switch between Islam and nationalism. Muslims suspected of having to mtore the ideals of lslam as a formal basis in-state political practices. Pressure caused some of the Islamic regime to construct a new theological view about the convergence between Islam and nationalism, which had affected the acceptance among the majority of political Islam in Indonesia to Pancasila are based on theological view (theological statement), not merely political (political statement).
Theoretical implications of this research is the relationship between Islam and the state occurs, the state-Islamic and secular-nationalism does not apply, and religious nationalism intensified. The conception of religious nationalism puts religion (Islam) as the foundation of morals and ethics in the political life of state.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
D915
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library