Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nastiti Mugi Lestari
"Perkembangan sektor industri, seperti di DKI Jakarta sangat pesat. Industri selain sebagai indikator adanya kegiatan ekonomi yang potensial dan pemerataan lapangan kerja, menyumbang dampak pada lingkungan. Sentra industri PIK PRIMKOPTI Swakerta Semanan belum melakukan pengelolaan limbah hasil produksi tahu. Proses produksi tahu menghasilkan limbah yang menyebabkan bau. Bau tersebut dapat berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan, terutama pada pekerja. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi kadar gas H2S dan NH3 pada limbah, menganalisis tingkat risiko limbah gas, dan menganalisis keluhan kesehatan pekerja industri tahu di PIK KOPTI Semanan.
Penelitian ini menggunakan metode analisis risiko kesehatan dan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Kadar NH3 dan H2S pada lokasi penelitian berturut-turut mempunyai rata-rata sebesar 0,1897 ppm dan 0,0546 ppm. Tingkat risiko NH3 rata-rata 0,367383 (RQ<1) dan Tingkat risiko pajanan H2S 11,99166 (RQ>1). Tingkat risiko pajanan NH3 dan H2S rata-rata 12,359042. Terdapat hubungan antara kadar NH3 dan H2S dengan tingkat risiko kesehatan (p=0,000). Terdapat hubungan antara usia (p=0,003) dan IMT (p=0,000) dengan keluhan kesehatan pekerja. Terdapat hubungan antara kadar H2S dengan keluhan pusing (p=0,033), mata perih (p=0,000), dan tenggorokan kering (p=0,018).

The development of the industrial sector, such as in Jakarta is growing very rapidly. In addition, the industry as an indicator of the presence of potential economic activities and equitable employment, accounted for the impact on the environment. Industrial centers PIK PRIMKOPTI Swakerta Semanan waste management have not made the results of the production of tofu. Production process produces waste that cause odor. The odor can potentially cause health problems, especially on workers. The purpose of this research is to identify the levels of gaseous NH3 and H2S on sewage, to analyze the level of risk of waste gas, and analyze health complaints in tofu industry workers PIK PRIMKOPTI Semanan.
This research using the method of analysis of the health risks and use quantitative and qualitative approaches. Concentration of NH3 and H2S on consecutive research site has an average of 0.1897 ppm and the average of 0.0546 ppm. The level of risk of NH3 and H2S in a row an average of 0,367383 (RQ<1) and 11,99166 (RQ > 1). The level of risk of NH3 and H2S has anaverage of 12,359042. There are relation between NH3 and H2S concentration with level of risk (p=0,000). There are relation between age (p=0,003) and BMI (p=0,000) with health complaints. There are relation between H2S concentration with dizzines (p=0,033), sore eyes (p=0,000), and dry throat (p=0,018).
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwiet Mugi Lestari
"ABSTRAK
Keterikatan tempat terhadap lingkungan tempat tinggal akan berbeda, sesuai dengan karakteristik tempat dan karakteristik penduduk. Dengan membagi wilayah penelitian Kelurahan Kampung Melayu menjadi dua, yaitu wilayah tidak banjir dan wilayah banjir, tujuan penelitian ini adalah menganalisis keterikatan tempat terhadap lingkungan tempat tinggal dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keterikatan tempat. Kuesioner self-administered menggunakan skala likert disebar secara random pada 400 penduduk. Analisis statistik menggunakan distribusi frekuensi dan Structural Equation Modelling SEM . Hasil dari penelitian menunjukkan penduduk cenderung memiliki keterikatan tempat dengan lingkungan tempat tinggalnya. Faktor yang mempengaruhi keterikatan tempat pada penduduk yang lahir di lingkungan tempat tinggal dengan lama tinggal 10 tahun atau lebih dan memiliki rumah adalah faktor keluarga untuk penduduk di wilayah tidak banjir dan faktor fisik serta faktor sosial di wilayah banjir. Kesimpulan dari penelitian ini adalah keterikatan tempat terhadap lingkungan tempat tinggal terbentuk karena dimensi tempat dimaknai tidak hanya dalam setting fisik, namun juga secara sosial yaitu adanya ikatan keluarga dan hubungan sosial dengan orang-orang di lingkungan tempat tinggalnya.

ABSTRACT
Place attachment on neighborhood differs according to place characteristics and person characteristics. By dividing the research area of Kelurahan Kampung Melayu into flood area and non flood area, this research aims at analyzing place attachment on neighborhood and analyzing factors influencing the place attachment. Self administered questionnaires using likert scale were distributed randomly to 400 residents. Statistical analysis is carried out using frequency distribution and Structural Equation Modeling SEM . Result of the study shows that residents tend to have place attachment to their neighborhood. Factors influencing place attachment on residents born in the neighborhood with length of stay 10 years or longer and having house are family factor for residents living in non flood area and physical factor as well as social factor for residents in flood area. This research concludes that place attachment on neighborhood is formed because dimension of place is interpreted not merely physically but also socially, namely the existence of family ties and social relationship with people in the neighborhood."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mugi Lestari
"Latar Belakang: Pekerja jalan raya merupakan kelompok rentan terpapar CO kronis dengan efek yang mungkin tidak dikenali. Penelitian terkait dampak pajanan kronis CO terhadap COHB dan penurunannya masih terbatas. Terapi Oksigen Hiperbarik terbukti menyebabkan peningkatan waktu paruh CO darah sehingga mengurangi CO yang berikatan dengan sitokrom oksidase. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi oksigen hiperbarik dosis tunggal 2,4 ATA selama 3x30 menit O2 interval 5 menit udara Terhadap Pajanan Kronis Karbon Monoksida pada pekerja jalan raya Dinas Perhubungan Jakarta Timur dengan Penanda COHb dan SOD Metode: Penelitian ini merupakan true experimental pre post dengan desain double blind pada 30 pekerja jalan raya yang dibagi menjadi kelompok control (normobarik hiperoksik) dan kelompok perlakuan (hiperbarik hiperoksik) dengan randomisasi blok, Kadar COHb dan SOD darah perifer diambil sebelum dan 2 jam sesudah perlakuan. Pemeriksaan dilakukan menggunakan spektrofotometer. Hasil. Terdapat peningkatan kadar SOD baik pada kelompok hiperbarik hiperoksik (p= 0,955)dan kelompok normobarik hiperoksik (p=0,246) akan tetapi tidak terdapat perbedaan bermakna (p> 0,05) setelah perlakuan pada kadar SOD antara 2 kelompok. Terdapat penurunan kadar COHb baik pada kelompok hiperbarik hiperoksik (p= 0,480)dan kelompok normobarik hiperoksik (p=0,776) tidak terdapat perbedaan bermakna (p> 0,05) setelah perlakuan pada kadar COHB antara 2 kelompok. Kesimpulan. Terapi hiperbarik hiperbarik (HBOT) tidak secara signifikan menurunkan COHb yang berada dalam nilai normal dibandingkan dengan hiperoksia normobarik dan status antioksidan setelah perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda secara statistik yang berarti terapi hiperbarik hiperoksik tidak menyebabkan lebih banyak stres oksidatif dibandingkan dengan hiperoksia normobarik. Penelitian selanjutnya harus fokus pada efek HBOT pada dosis COHb yang berbeda dan apakah terapi multipel akan memberikan hasil yang berbeda.

Background: Road workers are a vulnerable group to chronic CO exposure with effects that may go unrecognized. Research on the impact of chronic CO exposure to COHB and its reduction is limited. Hyperbaric oxygen therapy has been shown to increase the CO half-life of the blood, thereby reducing CO binding to cytochrome oxidase. The purpose of this study was to determine the effect of single dose hyperbaric oxygen therapy of 2,4 ATA for 3x30 minutes O2 5 minute intervals of air against Chronic Carbon Monoxide Exposure to highway workers of the East Jakarta Transportation Agency with COHb and SOD markers. Methods: This research is a true experimental pre post with double blind design on 30 road workers which is divided into a control group (hyperoxic normobaric) and a treatment group (hyperbaric hyperoxic) with block randomization, peripheral blood SOD and COHB levels were taken before and 2 hours after treatment. The examination was carried out using a spectrophotometer. Result: There was an increase in SOD levels in both the hyperoxic hyperbaric group (p = 0.955) and the hyperoxic normobaric group (p = 0.246) but there was no significant difference (p> 0.05) after treatment on the SOD levels between the 2 groups. There was a decrease in COHb levels in both the hyperbaric group (p = 0.480) and the normobaric group (p = 0.776) and the difference between group is not significant Conclusion: hyperoxic hyperbaric therapy (HBOT) does not significantly lowered COHb that already within normal value compared to normobaric hyperoxia and antioxidant status after treatment on both group are not statistically different which means hyperoxic hyperbaric therapy does not caused more oxidative stress compared to normobaric hyperoxia. Future research should focus on the effect of hyperoxic hyperbaric therapy on different doses of COHb and whether if multiple hyperoxic hyperbaric therapy will give different outcome."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library