Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mustafa Kamal
"Filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, utamanya di negara-negara South-East Asia Region (India, Bangladesh, Indonesia, Maldives, Myanmar, Thailand, Nepal, Srilanka). Diperkirakan sekitar 600 juta penduduk di negara-negara ini bertempat tinggal di daerah endemik filariasis. Meskipun tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi pada penderita khronis akan menurunkan kualitas sumber daya manusia dan produktivitas serta akan menjadi beban keluarga pada penderita elephantiasis. Di Indonesia penyakit filaria tersebar hampir di semua propinsi, dengan prakiraan sekitar 3% dari penduduk telah terinfeksi. Kabupaten Muara Jambi merupakan kabupaten di Propinsi Jambi yang paling banyak memiliki desa endemis tinggi filaria, dan sekitar 18,7% penduduk di kabupaten ini bertempat tinggal di daerah beresiko untuk terinfeksi filariasis.
Upaya penanggulangan yang dilaksanakan selama ini difokuskan pada pencegahan penularan dan pengobatan penderita dengan kegiatan pemberian garam DEC (Diethyl Carbamizad Citrat) atau pemberian obat filarzan secara massal pada seluruh penduduk di desa endemis untuk periode satu tahun. Kegiatan pengobatan massal bagi penduduk di desa endemik tidak selalu menunjukkan basil yang memuaskan, tetapi dengan kegiatan pemberian garam DEC yang dikonsumsi penduduk selama satu tahun di dua desa percontohan dalam Kabupaten Muara Jambi telah herhasil Menurunkan angka kesakitan menjadi nol persen. Faktor penerimaan masyarakat merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan kedua kegiatan di atas.
Penelitian ini bertujuan untuk rnengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan masyarakat terhadap penggunaan garam DEC dibandingkan dengan penggunaan obat filarzan dalam upaya pemberantasan penyakit Maria di Kabupaten Muara Jambi Propinsi Jambi. Rancangan penelitian adalah Cross Sectional dengan populasi rumah tangga yang dipilih secara acak sejumlah 200 responden, yaitu 100 responden untuk kelompok pengguna garam DEC dan 100 responden untuk kelompok pengguna obat filarzan. Lokasi penelitian dipilih secara purposive, yaitu desa-desa yang telah melaksanakan kegiatan pengguna garam DEC atau pengguna obat filarzan. Desa Pematang Raman dan Desa Kemungking Dalam merupakan 2 desa percontohan pelaksanaan kegiatan penggunaan garam DEC sekaligus merupakan lokasi survey, dan Desa kemingking Luar, Pulau Mentaro, Muara Kumpeh, Arang-arang merupakan desa lokasi survey pengguna obat filarzan. Responden diwawancarai langsung ke rumah, selain itu dilakukan wawancara mendalam kepada kader desa terpilih di desa sasaran penelitian. Data yang terkumpul diolah secara univariat, bivariat dengan uji chi square dan multivariat statistik regresi logistik ganda model prediksi.
Hasil penelitian menunjukkan 73% masyarakat pengguna garam DEC menerima program tersebut dengan baik, sedang pada masyarakat pengguan obat filarzan hanya 51% yang menerima program dengan baik. Analisis bivariat berdasarkan hasil uji chi square pada kelompook pengguna garam DEC menunjukkan dari 8 variabel independen, ternyata hanya 5 variabel yang mempunyai hubungan bermakna dengan penerimaan masyarakat, yaitu variabel pengetahuan (p value = 0,017), ketersediaan sarana dan bahan (p value = 0,005), kemudahan pelaksanaan kegiatan (p value = 0,005), keterpaparan penyuluhan (p value = 0,010), aktivitas dan supervisi petugas (p value = 0,017). Analisis Multivariat berdasarkan hasil uji statistik regresi logistik ganda menunjukkan variabel aktivitas dan supervisi petugas kesehatan merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap penerimaan masyarakat pengguna garam DEC (Odds Ratio = 6,529), sedang pada masyarakat pengguna obat filarzan. variabel yang paling berpengaruh adalah variabel keterpaparan penyuluhan (Odds Ratio = 3,490).
Penulis menvarankan agar pemberantasan filaria melalui metode penggunaan garam DEC lebih menjadi pilihan utama dibanding metode pengguna obat filarzan-Dalam replikasi metode penggunaan garam DEC perlu difokuskan pada kegiatan-kegiatan aktivitas dan supervisi petugas kesehatan yang dilaksanakan adalah berupa kegiatan penyiapan masyarakat, sosialisasi program, pelatihan kader serta penyuluhan kelompok/masal, sehingga operasional kegiatan di desa replikasi dapat memperoleh hasil yangoptimal.

Study on Public Acceptance of The Use of Dec Salt And Filarzan To Eliminate Filaria In Jambi Province Kabupaten Muara Jambi Filariasis has been a problem to public health, specially in the South East Region countries (India, Bangladesh, Indonesia, Maldives, Myanmar, Thailand, Nepal, Srilanka). Six Hundred million people ini these countries were estimated to be living in the filiarisis endemic habitat. Although it doesn't cause death directly, it will downgrade the human resources and productivities for the chronic ones and elephantiasis patient will certainly be a burden for their family. Filaria has spread in almost every provinces in Indonesia, approximately 3% of Indonesian have been infected. Muara Jambi in Jambi province has the most filarial endemic villages, and 18,7% of them live in the high risk filariasis infected region.
Current effort to overcome this disease is focused on the infection-prevention and curing the infected with DEC (Diethyl Carbamizad Citrat) salt or filarzan drug massively to the endemic region people in every year. This massive drugs-giving didn't always come in a satisfying result, but apparently DEC salt consumed by the people for a year in 2 experiment villages in Muara Jambi has lowered the number of the infected till zero percent. The acceptance from the people of it, is the most affecting factor on the succeed of the two activities above
This research is conducted to find out the factors that was connected with the public acceptance on the use of DEC salt compares to tilarzan on the efforts to eliminate filaria in Muara Jambi of Jambi province. The method used in this research is the cross sectional of 200 randomly respondents of the population involved, which 100 DEC salt consumers and 100 Filarzan users. The location was chosen purposively, was the villages which has conducted the DEC salt and filarzan activities. Those villages are Desa Pematang Raman and Desa Kemingking Luar as the DEC salt consuming and Desa Kemingking Luar, Pulau Mentaro, Muara Kumpeh, Arang-arang for the filarzan drug Aside of live interviews with the correspondents at their home the researcher also made a deeper type of interviews with the selected village government officers. The collected data would then be processed univariately and bivariately using the chi square test and multivariately using double logistics regression statistics by prediction models.
The results of the research shows 73% of the DEC salt consumers accepted the program well, while only 51% of the filarzan users did. The bivariat analysis using the chi square test on the DEC salt consumers results 4 variables that had significant connection to the public acceptance. These variables are knowledge (p value = 0,00), the availability of drugs and related miscellaneous (p value = 0.005), information socialization (0.000), Officers activities and superui.sion.c (0.000).Meanwhile, for the filarzan users analysis that has 8 independent variables, turned out to result in 5 significant public acceptance related variables. They are knowledge (p value = 0.017), the availability of drugs and related miscellaneous (p value = 0.005), the ease of activities implementation (p value = 0.005), the ease of implementing the activities (p value = 0,005), information socialization (p value = 0.010), officers activities and supervisions (p value = 0.017). Multivariate analysis based on the double logistics regression statistics test results shows that health officers activities and supervisions plays a major role influencing the public acceptance to use DEC salt (Odds Ratio = 6.529), while the filarzan users analysis shows the socialization of information to be the most affecting variable (Odds Ratio = 3,490).
The writer suggests to use the DEC salt better than filarzan drug in order to eliminate filarial. In the use of DEC salt method replication needs to focus on the health officer activities and supervisions, the availability of drugs and related miscellaneous items and socialization of information, Health officers activities and supervisions includes preparation, socialization and training, so that the optimum results can be achieved.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12651
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustafa Kamal
"Infeksi nosokomial adalah infeksi yang khas terjadi atau didapat di Rumah Sakit. Faktor risiko yang berhubungan dengan infeksi nosokomial di Ruang Perawatan RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo belum diketahui. Periode pengumpulan data dilakukan sejak tanggal 1 Juli 1996 sampai dengan 30 Juni 1997 dengan menggunakan desain kasus kontrol. Jumlah sampel kasus penelitian adalah 210 pasien dan jumlah kontrol 420 pasien. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata usia pasien yang terkena infeksi nosokomial lebih tua daripada rata-rata pasien yang tidak terkena infeksi dan perbedaan ini secara statistik bermakna (P = 0,0079). Rata-rata lama hari rawat pasien yang terinfeksi lebih lama daripada pasien yang tidak terinfeksi dan perbedaan ini secara statstik bermakna (P = 0,0122). Kelas III lebih berisiko terkena infeksi nosokomial dibanding kelas I dan II (OR = 1,12, P = 0,6968). Komplikasi dan penyakit penyerta lebih berisiko terkena infeksi nosokomial dibanding tanpa komplikasi dan penyakit penyerta (OR = 1,37, P = 0,0805). Lama tindakan infus yang menggunakan waktu lebih lama lebih berisiko terkena infeksi nosokomial (OR > 3 hari. = 1,85 P = 0,0038). Tindakan operasi yang lamanya lebih dari satu jam lebih berisiko terkena infeksi nosokomial dibanding yang iamanya kurang atau sama dengan satu jam (OR>1 jam = 1,20, p = 0,3897). Tindakan kateter yang membutuhkan waktu lebih lama (lebih 3 hari) berisiko terkena infeksi nosokomial dibanding yang waktunya lebih singkat (kurang atau sama 3 hari) (OR > 3 hari = 2,77, P = 0,0000). Janis tindakan kateter lebih berisiko terkena infeksi nosokomial dibanding tidak dilakukan tindakan kateter (OR = 1,74, P = 0,0020). Pasien yang mendapat banyak tindakan ( > 3 tindakan) lebih berisiko terkena infeksi nosokomial dibanding kurang dari 3 tindakan (OR 3 tindakan = 1,5, P = 0,0329). Pada pemakaian antibiotika yang tidak sesuai dengan hasil kultur (OR = 5,53, P = 0,5186), pemakaian antibiotika irrasional (OR = 3,07, P = 0,0000) dan pemakaian satu/dua jenis antibiotika (0R = 148,8 / 99,46, P = 0,0000) lebih berisiko terkena infeksi nosokomial dibanding antibiotika yang sesuai, antibiotika rasional dan tanpa antibiotika. Faktor-faktor lainnya yang berefek kepada kejadian infeksi nosokomial adalah tindakan infus yang lebih lama, jenis tindakan kateter dan pemakaian antibiotika tidak sesuai dengan hasil kultur. Secara multivariat efek positif tertinggi terdapat pada pemakaian antibiotika tidak sesuai dengan hasil kultur (OR = 6,1848, P - 0,0332) dan efek negatif tertinggi pada pemakaian satu jenis antibiotika (OR.= 0,0095, P = 0,0000). Terdapat interaksi antara lama tindakan lain-lain dengan jenis tindakan kateter (OR = 0,2226, P = 0,0538), interaksi, antara lama tindakan lain-lain dengan pemeriksaan kultur (OR = 0,0209, P = 0,0264), interaksi antara jenis tindakan kateter dengan pemeriksaan kultur (OR. = 0,1353, P = 0,0224). Prevalensi infeksi nosokomial 4,65% sedangkan prevalensi .jenis infeksi luka infus 4,63%, perlu mendapatkan perhatian khusus tentang faktor risiko infeksi nosokomial.

Nosocomial Infection is an infection that specifically occurs or is found in hospitals. The risk factors related to nosocomial infection in the wards of RSUPtk Dr. Cipto Mangunkusumo are not yet known. Data was collected from 1 July 1996 up to 30 June 1997 using the control case design. 210 patients were used as case samples for the research and 420 patients for control. The results of the research show that average age of patients who were nosocomially infected is older than the average age of patients who were not infected and this difference is statistically significant (P = 0,0079i. The average length of stay of infected patients is longer than patients not infected and this difference is statistically significant (P = 0,0122). Class III patients have a higher risk of being infected nosocomially than Class I and II (OR = 1,12, P = 0,6968). Patients with Complications and other side effect diseases have a higher risk of getting infected compared to those without complication or side -- effect (OR = 1,37. A longer use of infusion procedures increases the risk of nosocomially infection (OR ) 3 days = 1,65, P = 0,0038). Operation of longer than one hour cause a higher risk of nosocomial infection compared to operations of one hour or less OR > 1 hour = 1,20, P = 0,3897). The extended use of a catheter (longer than 3 days) increases the risk of nosocomial infection compared to cases in which a chateter is not used (less than or equal to 3 days) (OR > 3 days = 2,77, P = 0,0000). Treatment using a chateter increases the risk of nosocomial infection compared to treatment not using a chateter (OR = 1,74, P = 0,0020). Patients who are treated with several different treatment c> 3 treatments) run a higher risk of getting nosocomial infection compared to those receiving less than 3 treatments (OR 3 treatments = 1,5, F' = 0,0329). The use of unsuitable antibiotics for the culture result (OR = 5,53. F' = 0,5186). an irrational use of antibiotics (OR= 3,07, P = 0,0000) or the use of one or two different antibiotics (OR = 146,8 / 99,46, P = 0,0000) increase the risk of nosocomial infection compared to the use of suitable, rational or no use of infusion, use of catheter and the use of unsuitable antibiotics for culture results. Other factors that influence the occurrence of nosocomial infection are longer use of infusion, use of catheter and the use of unsuitable antibiotics for culture result. In terms of multi-variant the highest positive effect occurs in the use of antibiotics that are not suitable for the culture result (OR = 6.1848,?P = 0,0332) and the highest negative effect is the use of one kind of antibiotic OR = 0,0095, P = 0,0000). There is an interaction between the duration of other treatments and the use of catheter (OR = 0,2228, P = 0,0538), an interaction between the duration of other treatment and culture examinations (OR = 0,0209, P = 0,0264), the interaction between treatment using a catheter and culture examinations (OR = 0,1353, P = 0,0224). The prevalence of nosocomial infection of 4.65% compared to the prevalence of infection caused by wounds induced by infusion needles of 4.63%, shows that special attention should be paid to nosocomial infection risk factors.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustafa Kamal
"Dalam menghadapi era globalisasi pada tahun 2020 mendatang, perlu dipersiapkan tenaga kerja yang profesional yang mampu berkompetisi dan mempunyai kompetensi tinggi. Peningkatan kualitas SDM dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan pengembangan keterampilan. Balai Latihan Kerja telah melaksanakan berbagai jenis program pelatihan dan keterampilan yang sesuai dengan misi Depnaker yakni : (i) mendorong perluasan lapangan kerja dan penempatan tenaga kerja, (ii) meningkatkan keahlian dan keterampilan serta produktivitas tenaga kerja, (iii) meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja. Tetapi sampai sejauh ini terlihat bahwa manajemen pelatihan yang dikelola oleh BLK belum seperti yang diharapkan. Masih banyak lulusan BLK yang belum bekerja dan tidak dapat berusaha mandiri.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari alternatif model manajemen pelatihan BLK agar menjadi lembaga pelatihan yang profesional dengan meningkatkan kualitas pelatihan dan kinerja dari instruktur serta penyelenggara pelatihan. Temuan dari penelitian adalah bahwa banyak kelemahan manajemen pelatihan BLK yang perlu di reformasi baik dari segi perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan SDM dan pengendalian program maupun pengendalian keuangan. Proses perencanaan pelatihan yang memakan waktu terlalu lama, perencanaan program pelatihan sebaiknya benar-benar memperhatikan kebutuhan pasar dan marketable. Dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan, beberapa peraturan yang mengakibatkan inefisiensi yang perlu segera diregulasi. Pengelolaan SDM mulai dari rekrutmen dan seleksi sebaiknya mengutamakan kriteria standar. Keberadaan dua instansi pengendali yang dalam menjalankan fungsinya terkesan tumpang tindih, sebaiknya mengadakan koordinasi yang lebih baik, karena ternyata dalam pelaksanaannya dapat menimbulkan inefisiensi.
Balai Latihan Kerja perlu meningkatkan kerjasama dan menjadi mitra dari dunia industri dan dunia usaha. BLK diharapkan dapat menjadi semacam Production Training Centre (PTC) yang menghasilkan jenis-jenis produk ataupun jasa dan menjadikannya sebagai institusi pengembang program pelatihan yang potensial di daerahnya masing-masing."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T3653
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustafa Kamal
"Pada tahun 80an hingga tahun 1986, penerimaan dalam negeri sangat tergantung pada sektor migas. Bahkan dalam tahun 1981/1982, penerimaan sektor migas mencapai 70,9% dari seluruh penerimaan dalam negeri. Dengan mulai berlangsungnya resesi dunia tahun 1979, yang efeknya mulai dirasakan Indonesia tahun 1982, merupakan sinyalemen bagi pemerintah Indonesia untuk mulai berkemas meninggalkan ketergantungannya terhadap penerimaan migas. Mulai tahun 1982/1983, penerimaan migas turun menjadi 65,95%, kemudian meningkat lagi menjadi 69,35%. Namun hingga tahun 1996/1997, penerimaan migas menunjukkan penurunan terus sampai mencapai 18,06%. Oleh karena perkembangan penerimaan migas mengindikasikan adanya ketidakpastian, maka penerimaan pajak dalam struktur penerimaan dalam negeri sejak tahun 1986/1987 terus diupayakan untuk lebih berperan karena penerimaan pajak akan lebih menjamin kestabilan bagi tersedianya somber penerimaan negara. Penerimaan dalam negeri terdiri dari penerimaan minyak bumi dan gas alam (migas), penerimaan pajak dan bukan pajak. Penerimaan pajak antara lain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak ata Bumi dan Bangunan (BPHTB), Pajak Lainnya, Bea Masuk, Cukai dan Pajak Ekspor. Penerimaan pajak mempunyai peranan yang sangat strategis dalam menunjang operasi fiskal pemerintah.
Menurut Muhammad (1992:1), Tjakradiwirja (1993:217-223) dan Prasentiantono (1997:191), pajak merupakan perwujudan dari kemampuan sendiri membiayai kegiatan pembangunan dari seturuh komponen bangsa. Hai ini sesuai dengan program pemerintah untuk dapat lebih mandiri dalam membiayai pembangunan, mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri dan penjualan minyak bumi yang rentan dari faktor faktor eksternal. Dari perspektif ekonomi, kemandirian diartikan sebagai pengurangan ketergantungan perekonomian terhadap luar negeri, mengurangi campur tangan Iuar negeri, dan meningkatkan kemampuan penggunaan dan penggaiian potensi yang ada. Sedangkan dari segi politik, kemandirian diartikan sebagai peningkatan peran serta masyarakat dalam proses pembangunan.
"
2001
T3555
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustafa Kamal
Jakarta: Lembaga Kajian Budaya Nusantara, 2000
297.43 MUS k (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mustafa Kamal
"ABSTRAK
Skripsi ini terpusat pada tokoh Sutan Sjahrir. Titik fokusnya adalah pemikirannya selama di Penjara Cipinang, Boven Digoel, dan Banda Neira. Rentang waktu yang diambil adalah mulai saat penangkapannya tahun 1934 sampai kedatangan Jepang di Indonesia tahun 1942. Akan tetapi demi kejelasan perjalanan mentalitas dan pemikirannya, didiskripsikan pula masa kecil, remaja, dan mudanya. Pembahasan mengenai riwayat hidup Sutan Sjahrir sudah cukup banyak. Akan tetapi pembahasan yang mengkhususkan diri pada bidang pemikiran terutama dalam kaitannya dengan perkembangan pematangan pemikiran pada masa-masa pemenja_raannya di Cipinang, pembuangannya di Boven Digoel dan Banda Neira masih perlu dilakukan.
Masa-masa itu temyata memberikan guratan yang mendalam dalam garis pemikiran Sjahrir. Karena di sana is tidak hanya mengawangkan pikirannya saja sebagai mahasiswa yang bergulat dengan buku-buku, tapi terbentur dengan realitas yang amat pahit dari penderitaan hidup. Secara strategic upaya untuk lebih jernih melihat kiprah politik dan konstruksi pemikiran Sutan Sjahrir di masa pendudukan Jepang, revolusi, pasca revolusi sampai akhir hayatnya, akan memperoleh ketajamannya apabila diteropong dari sebuah rekonstruksi pemikirannya di masa-_masa itu. Dalam keseluruhan hidup Sutan Sjahrir saat-saat yang memakan waktu hampir delapan tahun inilah yang merupakan sebuah pertapaan panjang.
Dari sebuah kontemplasi ini pulalah akan lahir sebuah pemikiran-pemikiran seseorang yang orisinil, mendalam, dan matang. Tujuan utama penulis adalah memperkaya khasanah karya ilmiah yang memberikan nuansa baru pada tulisan-tulisan tentang Sjahrir sehingga dapat lebih akurat memposisikannya dalam sejarah. Misalnya raja tentang penempatannya sebagai sayap kiri moderat dengan sosialisme demokrasinya, atau tentang tuduhan dirinya yang kebarat-baratan akan memperoleh landasannya dari skripsi ini. Dari hasil analisis terhadap diskripsi yang dipaparkan dalam skripsi ini dapat disimpulkan bahwa benturan-benturan realitas temyata telah menjadikan Sutan Sjahrir sebagai seorang realis. Realitas telah menggeser pandangan-pandangan marxisnya menjadi bemada revisionis. Dari masa pematangan pemikirannya dapat dilihat sebuah benang merah pemikiran politiknya yang tak terputus hingga penentangannya terhadap demokrasi terpimpin ala Sukarno, yakni dirinya sebagai Real Politiker.
Masa-masa itu juga telah menggumpalkan keyakinannya yang membulat tentang humanisme universal yang menjadi weltarrschaung-nya. Pluralitas kehidupan yang membentuk struktur awal kehidupannya dan rasionalitas barat yang mencerahkannya seolah diujicobakan melalui benturan-benturan realitas kehidupan yang bertolak belakang dengan kenyataan yang sebelumnya. Akan tetapi benturan-benturan itu ternyata tidak cukup untuk menghilangkan jarak kultural dan kesenjangan pemikirannya dengan bangsanya. Di atas segala keterasingannya itu ia masih ingin berbuat sesuatu, namun dalam kenyataan politiknya Sutan Sjahrir adalah seorang realis yang tidak terlampau berhasil.

"
1995
S12438
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustafa Kamal
"Baja SPHC CQt yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah baja lembaran canai panas produksi PT COLD ROLLING HILL CCRM. PT Krakatau Steel, Cilegon. Baja ini termasuk kelompok SPHC. Baja ini umumnya sebagai bahan baku untuk proses canai dingin dan selanjutnya dapat diperuntukkan sebagai bahan baku metal forming. Rangkaian penelitian yang dilakukan adalah untuk mencari temperatur anil optimum pada Lembaran baja SPHC CGI yang telah mengalami canai dingin 65%. Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa temperatur anil 65O°C menghasilhan Lembaran baja dengan sifat mampu bentuk yang optimum. Lembaran baja hasil ini memiliki nilai rata-rata bilangan besar butir ASTM (6)8.7Q3, koefisien anisotropt CR) 1.3294 dan koefisien pengerasan regangan Cn) sebesar 0.2533 serta kehuatan tarik 32.951 kg/mm2. Lembaran baja hasil anil 700 dan. 750°C memiliki nilai ukuran bulir, koefisien n dan R yang lebih tinggi dibandingkan lembaran baja hasil anil 650°C, tetapi lembaran-Lembaran baja hasil kedua anil ini memiliki kekuatan tarik yang lebih rendah C3O.19i dan 29.262 kg/mm2J dan ukuran butir yang cukup rasa cweaah mengalami penumbuhan bulir cg masing-masing adalah 8.538 dan 8.452)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S41196
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustafa Kamal
"Diet mengendalikan hipertensi orang Indonesia di Jakarta (dietary approach to stop hypertension for Indonesian at Jakarta, disingkat DASHI-J) dan olahraga jalan cepat dapat mengurangi berat badan dan menurunkan tekanan darah pada pasien prahipertensi. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi diet dan olahraga tersebut dengan desain penelitian clinical trial terhadap 100 laki-laki berusia 25 ? 55 tahun di PT Krama Yudha Ratu Motor. Responden dialokasikan secara acak dalam 4 kelompok perlakuan meliputi kelompok diet (A), kelompok olahraga jalan cepat (B), kelompok diet dan olahraga jalan cepat (C), dan kelompok kontrol (D). Kelompok A dan C menerima diet 5 hari dalam seminggu selama 8 minggu. Kelompok diet DASHI-J diberikan makan siang dan makan malam. Setelah 2 bulan intervensi, berat badan, indeks massa tubuh, visceral fat, body fat, lingkar perut, tekanan darah sistolik dan diastolik, kolesterol serum dari semua kelompok menurun secara signifikan. Penurunan tertinggi terjadi pada kelompok diet DASHI-J dan olahraga jalan cepat dengan penurunan berat badan 4,18kg, indeks massa tubuh 1,50 kg/m2, tekanan darah 12,00 mmHg/8,60 mmHg. Diet DASHI-J dan olahraga jalan cepat berperan menurunkan berat badan, indeks massa tubuh, serta tekanan darah sistolik dan diastolik.

Dietary approach to stop hypertension for Indonesian at Jakarta (DASHI-J) and brisk walking exercise could reduce body weight and blood pressure of males prehypertension. The objective of the study was to evaluate DASHI-J by an experimental clinical trial conducted with 100 male subjects, aged 25 ? 55 years divided randomly into 4 groups: DASHI-J diet group (A), brisk walking exercise group (B), DASHI-J and brisk walking exercise group (C), and control group (D). Group A and C got 5 days a week for 8 weeks diet. DASHI-J group was given lunch and dinner. After 2 months of intervension, the body weight, body mass index, body fat, visceral fat, waist circumference, systole, diastole, cholesterol serum of the groups all reduce significantly. The highest reduction of those intervention achieved by DASHI-J and brisk walking exercise group with body weight decreased 4.18 kg, Body Mass Index (BMI) 1.50 kg/m2, blood pressure 12.00/8.60 mmHg. This implies that DASHI-J and brisk walking exercise play a significant role in reducing body weight, BMI, and both sistolic and diastolic blood pressure."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mustafa Kamal
"Rasio elektrifikasi adalah rasio antara rumah tangga yang memiliki akses listrik dan rumah tangga yang tidak memiliki akses listrik. Pada tahun 2014 Indonesia memiliki rasio elektrisikasi sebesar 81 , yang berarti terdapat sekitar 19 rumah tangga di Indonesia tidak memiliki akses listrik. Kondisi geografik Indonesia yang menyebabkan banyak daerah terpencil, daerah yang sulit terjangkau oleh jaringan listrik nasional. Untuk mengatasi masalah ini, area-area tersebut harus memiliki kemampuan untuk menghasilkan listrik sendiri karena memperpanjang jaringan listrik nasional merupakan solusi yang memakan biaya yang sangat besar. Turbin turgo merupakan turbin impuls yang biasa dipakai untuk nilai yang head tinggi. Akan tetapi penelitian-penelitian menyebutkan turbin turgo salah satu turbin tercocok untuk implementasi piko hidro yang memiliki head rendah. Mangkuk dari turbin turgo terdiri dari sebuah inlet dan outlet dengan sebuah kurva yang menghubungkan kedua nya. Kurva pada studi ini akan dibuat dari kurva lingkaran yang sederhana untuk mempermudah manufaktur. Kondisi danau Salam Universitas Indonesia yang memiliki head sebesar 2,7 m dan debit aliran sebesar 0,021 l/s dijadikan kondisi acuan untuk mendesain turbin turgo pada studi ini. Empat buah mangkuk telah didesain menggunakan perhitungan segitiga kecepatan yang sederhana, dengan setiap mangkuk memiliki jari-jari lingkaran kurva yang berbeda yakni 50 mm, 55 mm, 60 mm, dan 62,2 mm, 70 mm, 73 mm, 75 mm, and 80 mm. Simulasi Computational Fluid Dynamics CFD dilakukan untuk mengetahui kondisi aliran pada tiap mangkuk untuk mencari peforma terbaik. Model CFD yang digunakan adalah multifasa tiga dimensi. Hasil dari simulasi adalah mangkuk dengan jari-jari lingkaran 70 mm memiliki peforma yang terbaik dengan nilai effisiensi sebesar 29,2.

Electrification ratio is a ratio between household that has access to electricity and those who don rsquo t. In 2014 Indonesia has a 81 electrification ratio, which means that 19 of households do not have electricity access. Indonesia rsquo s geographic condition causes difficulty in many areas to be connected to the national electrical grid, these areas are called remote areas. To overcome these problems, those areas must have the capability to generate their own electricity as extending the national grid would be a costly investment. The turgo turbine is an impuls turbine usually used on a high head condition but previous studies stated that turgo turbine is a suitable turbine for pico hydro implementation that usually has a low head. The turgo rsquo s cup consists of an inlet and outlet trail with a curve that joins them. The curve in this study will be made from a simple circle arc to improve manufacturablity. The condition on Salam lake Universitas Indonesia that has a 2.7 m head and a flow rate of 0.021 l s becomes the reference condition to design the turgo turbin in this study. Eight cups were designed using basic calculation derived from the velocity triangles, each having a different circle radius that is used for cup rsquo s curve i.e. 50 mm, 55 mm, 60 mm, 62.2 mm, 70 mm, 73 mm, 75 mm, and 80 mm. Computational Fluid Dynamics CFD simulation is used for figuring the flow condition in each cup to obtain the best efficiency. A multiphase 3D model is used for the simulation. The result of the simulation is that the 70 mm cup has the best peformance with an efficiency of 29.2."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68207
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library