"
ABSTRAKKeberadaan Pusat Kesenian Jakarta - Taman Ismail Marzuki PKJ-TIM merupakan respon terhadap kebutuhan seniman akan ruang berekspresi. Didirikan oleh Ali Sadikin pada tahun 1968, Taman Ismail Marzuki dilengkapi dengan berbagai fasilitas sehingga dapat menampung berbagai kegiatan kesenian. Pada tahun 1970-1990an, menampilkan karya di taman Taman Ismail Marzuki menjadi patokan sukses bagi seniman-seniman, bukan hanya seniman yang berbasis di Jakarta, tetapi juga seniman Indonesia. Selanjutnya dibangun pula Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta LPKJ sebagai tempat untuk belajar dan mengembangkan kesenian, yang pada tahun 1985 berubah nama menjadi Institut Kesenian Jakarta IKJ .Dua institusi kesenian ini terletak di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Akan tetapi, adanya Pusat Kesenian ini tidak menjadikan kawasan Cikini berciri atau memiliki karakter seni. Fungsi-fungsi bangunan berdiri di sepanjang jalan utama Cikini Raya-Pegangsaan Timur dan Teuku Cik Ditiro tanpa menyokong keberadaan satu sama lain. Hal ini salah satunya dikarenakan oleh kurangnya ruang diluar TIM dan IKJ yang menampung kegiatan pelaku seni, khususnya pelajar IKJ. Kolaborasi berbagai elemen, ruang publik dan artspace dengan melibatkan pihak IKJ merupakan bentuk intervensi di kawasan Cikini untuk meningkatkan kualitas pengalaman ruang di Cikini dan menjadikan kawasan ini sebagai lingkungan slow-paced. Menerjemahkan proses koreografi sebagai metode perancangannya, kawasan Cikini kemudian didesain ulang menjadi Kawasan Seni untuk Jakarta.
ABSTRACTThe existence of Jakarta Arts Center Taman Ismail Marzuki PKJ TIM is a response to the needs of Indonesian artists rsquo for a space of expression. Built during Ali Sadikin era in 1968, Taman Ismail Marzuki is equipped with facilities to accommodate numerous arts activities. In 1970 1990s, performing works in Taman Ismail Marzuki became a successful benchmark for artists, not only for Jakarta based artists, but also nation wide artists. Furthermore, the Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta LPKJ was established as a place to learn and develop the arts, which in 1985 changed its name to the Jakarta Art Institute IKJ . These two arts institutions are located in Cikini area, Central Jakarta. However, the existence of the Art Center does not affect the area, character wise. Many buildings with various functions stand along the main roads Cikini Raya Pegangsaan Timur and Teuku Cik Ditiro without supporting each other. One of the reasons is the absence of spaces outside TIM and IKJ that could accommodate the activities of artists, especially students of IKJ. Collaborating and exploring elements of public space and art space through IKJ involvement is then a form of intervention in Cikini to improve the quality of experiencing space and become a slow paced neighborhood. Translating the process of choreography as the design method, Cikini area is then redesigned to be an Art District for Jakarta."