Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadapdap, Binoto
"Kebutuhan terhadap jasa advokat semakin hari semakin meningkat. Advokat dibutuhkan dalam menyelesaikan berbagai urusan, mulai dari mengurusi persoalan dalam keluarga, kemudian mengurus hubungan antar warga dan kini menangani urusan yang melintasi batas antar negara. Proses interaksi dan interrelasi yang terjadi sedemikian cepat menjadikan interaksi tersebut secara langsung atau tidak langsung menyentuh persoalan hukum. Disini agar hubungan antar sesama pendukung hak dan kewajiban tidak saling bersinggungan satu sama lain, syarat yang perlu diperhatikan adalah apa sandaran hukum untuk hubungan tersebut. Dengan singkat dapat dikatakan, advokat dibutuhkan jasanya pada saat negosiasi, setelah negosiasi dan kemudian bila timbul sengketa.
Salah satu masalah yang seringkali menjadi penghalang bagi klien yang ingin mempergunakan jasa advokat ketika menangani suatu persoalan yang terkait dengan hukum adalah soal honorarium. Persoalannya bukan hanya pada besamya honorarium semata, tetapi juga pada cara pembayaran. Bagi sebagian anggota masyarakat mempergunakan jasa advokat untuk mengurusi persoalan tertentu masih tergolong mewah. Mempergunakan jasa advokat adalah biaya ekstra. Karena itu, bila para pihak masih mampu menyelesaikan sendiri urusannya, dapat dipastikan advokat tidak akan diikutsertakan.
Selain itu dari sisi klien, pertanyaan yang seringkali muncul adalah apa ukuran bagi advokat dalam menentukan honorarium?. Terlebih apabila jasa advokat dianalogikan dengan barang. Klien sudah terbiasa dengan jual beli barang dimana harganya dapat diperkirakan. Hal mana memudahkan konsumen untuk mengkalkulasikan berapa dana yang perlu dikerluarian untuk mengkonsumsi barang tertentu. Namun di dalam bidang jasa, ukuran harga barang tidak berlaku persis di dalam penggunaan jasa. Memang prosedur pemberian memberikan jasa hukuam dapat distandarisasikan, tetapi hasil akhirnya tidak dapat distandarisasikan. Pada sisi lain, coal honorarium sangat tergantung pada advokat mana yang memberikan pelayanan.
Untuk menelusuri seluk honorarium advokat tersebut di atas, tesis ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dan perbandingan hukum. Dari penelitian terhadap aturan perundang-undangan dan kode etik yang berlaku di Indonesia, soal honorarium yang diterapkan advokat dapat diberi penilaian apakah honorarium tersebut masih layak dan wajar atau tidak. Selain itu, di dalam tesis ini juga diteliti ketentuan perundang-undangan dan kode etik di beberapa negara yang mengatur honorarium. Dari studi perbandingan terhadap pengaturan honorarium di beberapa negara, terlihat pengaturan honorarium di sejumlah negara lebih mendetail daripada pengaturran honorarium yang berlaku di Indonesia. Klien diberi kesempatan atau berhak mengetahui untuk apa biaya dipergunakan oleh advokat. ini artinya advokat dituntut untuk Iebih terbuka terhadap kliennya. Singkatnya, agar klien atau calon pengguna jasa dari advokat dapat memberikan penilaian soal wajar tidaknya honorarium advokat, untuk itu sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap penanganan kasus, perlu dijelaskan oleh advokat kepada (calon) klien yang (hendak) mempergunakan jasa advokat."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19890
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Binoto
Jakarta: Jala, 2007
R 346.04 BIN k
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Binoto
Jakarta: Jala Permata, 2008
347.016 BIN m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Binoto
"Semakin berkembangnya pemberian kredit oleh bank kepada debitur tidak dapat dilepaskan dari perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Kredit muncul sebagai jawaban atas permasalahan bagaimana menyediakan dana dalam usaha memperlancar usaha-usaha pembangunan. Namun dari segi lain, pemberian kredit ini dari segi hukum bukan berarti tidak ada masalah baru yang timbul. Hal ini terjadi karena apa yang tertuang dalam UU No 14 Tahun 1967 tidak secara tuntas megatur hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan perbankan."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Binoto
Jakarta: Jala Permata Aksara, 2010
340.092 BIN m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Binoto
Jakarta: Permata Aksara, 2013
347.052 NAD k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Binoto
Jakarta: Permata Aksara, 2013
346.06 NAD h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Binoto
Jakarta: Jala Permata Aksara, 2009
343.072 BIN h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Binoto
"Penelitian ini bertujuan untuk menjajaki kemungkinan mengenai penggunaan alat bukti tidak langsung (indirect evidence) dalam penanganan perkara persaingan usaha, khususnya perkara kartel di tengah kesulitan yang dialami oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendapatkan alat bukti langsung. Aparat persaingan usaha di pelbagai belahan dunia mempunyai permasalahan yang relatif sama untuk mendapatkan alat bukti langsung pada saat menangani perkara kartel. Kesulitan mendapatkan alat bukti langsung menjadi persoalan yang global sifatnya dalam penanganan perkara kartel. Praktik kartel karena bersifat menghambat persaingan serta mengakibatkan kerugian terhadap sesama pelaku usaha dan konsumen, tidak dapat dibiarkan bergerak dengan leluasa dengan alasan ada keterbatasan alat bukti menurut undang-undang. Keterbatasan alat bukti yang terdapat dalam undang-undang tidak pada tempatnya untuk dijadikan alasan untuk tidak dapat memberantas kartel, alat bukti yang diatur dalam undang-undang perlu ditafsirkan lebih luas agar mampu mengatasi praktek kartel. Dalam penelitian ini teori yang dipergunakan sebagai dasar bagi KPPU untuk mempergunakan alat bukti tidak langsung (petunjuk atau persangkaan) adalah teori penemuan hukum. Menurut teori penemuan hukum hakim harus berusaha untuk menemukan hukum untuk menangani perkara tertentu walaupun undang-undang tidak mengatur atau undangundangnya tidak jelas. Hakim atau otoritas persaingan usaha perlu mencari dasar hukum penggunaan alat bukti tidak langsung sekalipun undang-undangnya tidak ada. Menolak menangani perkara dengan alasan undang-undang tidak mengaturnya dapat dikategorikan sebagai tindakan yang bertentangan dengan hukum. Peraturan perundang-undangan di Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa tidak mengatur mengenai alat bukti tidak langsung. Upaya Komisi Persaingan Usaha untuk mempergunakan alat bukti tidak langsung dalam penanganan perkara kartel, walaupun tidak diatur dalam undang-undang, upaya Komisi Persaingan Usaha dalam berbagai perkara kartel dapat dibenarkan oleh hakim. Pengadilan mempunyai kesamaan bahasa dengan Komisi Persaingan Usaha mengenai upaya mempergunakan alat bukti tidak langsung dalam penanganan perkara kartel yang tidak diatur dalam undang-undang. Perang terhadap kartel yang menimbulkan kerugian terhadap persaingan usaha yang sehat perlu ditangani dengan cara memperbolehkan penggunaan alat bukti tidak langsung, yaitu berupa alat bukti komunikasi dan alat bukti ekonomi. Di Indonesia, penanganan perkara kartel yang mempergunakan alat bukti tidak langsung ada yang ditolak oleh pengadilan, baik itu oleh Pengadilan Negeri maupun oleh Mahkamah Agung dan ada pula yang dibenarkan oleh pengadilan. Mahkamah Agung. Dari penelitian diperoleh data bahwa Pengadilan Negeri belum ada yang menerima penggunaan alat bukti tidak langsung, dengan alasan bahwa alat bukti tidak langsung tidak dikenal dalam hukum pembuktian di Indonesia. Pengakuan terhadap penggunaan alat bukti tidak langsung sebagai bukti yang sah dalam penanganan perkara kartel, baru dibenarkan oleh Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung yang membenarkan alat bukti tidak langsung sebagai alat bukti yang sah dalam penanganan perkara kartel, menjadi dasar hukum bagi diperbolehkannya alat bukti tidak langsung sebagai dasar untuk menangani perkara kartel dan perkara persaingan usaha lainnya. Mahkamah Agung sudah membenarkan pengunaan alat bukti tidak langsung dalam hukum pembuktian di Indonesia.

This study aims to explore the possibility of the use of indirect evidence in processing business competition cases, in particular in cartel cases within the difficulties experienced by the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) to obtain direct evidence. Business competition authorities in various parts of the world have the same issues to obtain direct evidence when dealing with cartel cases. Difficulty in obtaining direct evidence became global issues in cartel case process. The practice of cartel, because it is hampering competition and result in losses to the other entrepreneurs and consumers, shall not be allowed to move freely because of the limitations of evidence pursuant to the legislation. The limitations of evidence contained in the legislation is not appropriate reason to not eradicate cartels, evidence set out in the legislation need to be interpreted more widely to be able to tackle cartels. In this study the theory used as a basis for the KPPU to use indirect evidence (hint or allegation) is the discovery of the theory of law. According to the theory of legal discovery, judges should strive to find a law to deal with a particular case even though the law does not regulate or it is unclear. Judge or competition authorities need to find a legal base of using indirect evidence even though the does not exist. Refusing to handle the case by reason of the law does not exist can be categorized as an action that is contrary to the law. Legislation in the United States, Japan and the European Union do not regulate the indirect evidence. Competition Commission's efforts to use indirect evidence in cartel case, although not regulated by law, can be justified by the judge. The court has the same vision with the Competition Commission regarding attempts to use indirect evidence in cartel case process which are not regulated by law. War against the cartels that cause harm to healthy competition need to be handled by allowing the use of indirect evidence, which is evidence in the form of communication and economic evidence. In Indonesia, the cartel case process that use indirect evidence is rejected by the court, either by the District Court or by the Supreme Court and only some are justified by the Supreme Court. From the study data showed that none of District Court accepted the use of indirect evidence, the reason is that indirect evidence was not known to the laws of evidence in Indonesia. Recognition of the use of indirect evidence as valid evidence in cartel case process, just recently justified by Supreme Court. Supreme Court decision justifying indirect evidence as valid evidence in cartel case process, become the legal basis for the permissibility of indirect evidence for dealing with cases of cartel and other business competition matters. The Supreme Court has confirmed the use of indirect evidence in evidentiary law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Binoto
Jakarta: Kencana, 2020
343.072 NAD h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>