Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadia Izzatunnisa
"ABSTRAK
Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang terdiri dari dua bentuk, yaitu bahasa tulis dan bahasa lisan. Penggunaan bahasa lisan bersifat lebih fleksibel karena kita berhadapan langsung dengan lawan bicara kita. Berbeda dengan bahasa lisan, bahasa tulis merupakan bahasa yang digunakan oleh pemberi pesan kepada penerima pesan tanpa saling bertatap muka. Oleh karena itu, dibutuhkan pengaturan dalam bahasa tulis bahasa Indonesia.Penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar telah diatur dalam empat tahap aturan, yaitu Ejaan Van Ophusijen 1901 , Ejaan Repoeblik atau Ejaan Soewandi 1947 , Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan 1972 , dan Ejaan Bahasa Indonesia 2016 . Makalah ini membahas penggunaan tanda baca tanda pisah yang sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia PUEBI . Korpus data yang digunakan adalah korpus jurnalistik dan korpus sastra, korpus Program Studi Indonesia yang telah dikumpulkan dalam kelas mata kuliah Kapita Selekta Linguistik tahun ajaran 2016.Dengan menggunakan metode deskriptif, akan dideskripsikan temuan-temuan yang ditemukan dalam korpus dan membandingkan penggunaan tanda pisah -- dalam penulisan di media massa daring dan karya sastra Indonesia. Melalui penelitian ini, akan tergambar seberapa jauh media massa daring dan karya sastra Indonesia mengikuti aturan penulisan bahasa Indonesia sesuai dengan PUEBI. Apakah media massa daring dan karya sastra Indonesia menggunakan aturan penulisan yang sesuai dengan PUEBI atau justru memiliki konvensi tersendiri?

ABSTRACT
Abstract Language is one of the tool for communication consisting of two forms, written and oral. The use of oral language is more flexible because people will have to confront each other by using face to face communication. It is different than that of the written language which is used by the sender to send the message to the receiver without having to meet physically. Thus, it is necessary to have the regulation in the written language in Indonesian.The use of proper and correct language of Indonesian in written language has been set in four stages of regulation, which are The Van Ophuijsen Spelling System 1901 , The Republic or Soewandi Spelling System 1947 , The Enhanced Indonesian Spelling System or The Perfected Spelling System 1972 , and The Indonesian Spelling System 2016 . This report discuss the use of punctuation dash according to The General Guidelines of Indonesian Spelling System Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia ndash PUEBI . Corpus database used is the journalistic corpus and literature of Indonesia corpus, Indonesia Study Program Program Studi Indonesia corpus which has been collected in the course of Capita Selecta of Lingistics in 2016.Using descriptive method, writer is trying to describe the foundings from the corpus and compare the using of punctuation dash in online mass media and literature of Indonesia corpus. Writer will show how far the online media and the literature of Indonesia are obeying the regulation of Indonesian language rsquo s writings according to PUEBI. Do the online mass media and literature of Indonesia follow the writing regulation according to PUEBI or have their own convention "
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Izzatunnisa
"Proyek akhir ini membahas mengenai penggunaan modalitas epistemik makna ‘keharusan’ jenis intraklausal, yaitu harus, perlu, wajib, mesti, dan patut, dalam korpus berita daring. Modalitas dimaknai sebagai ‘unsur leksikal yang pemakaiannya menggambarkan sikap pembicara terhadap proposisi’. Adanya tumpang-tindih makna dari setiap jenis modalitas menyebabkan perlunya pemahaman lebih mendalam mengenai jenis penggunaannya sehingga maksud tuturan dapat lebih mudah tercapai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan ranah penggunaan, perilaku sintaktis, dan kecenderungan penggunaan modalitas epistemik ‘keharusan’ intraklausal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan desain deskriptif. Data yang digunakan berasal dari laman Leipzig Corpora Collection pada bagian news 2020. Melalui analisis kolokasi, penelitian ini menggambarkan bahwa ranah penggunaan pengungkap modalitas epistemik ‘keharusan’ intraklausal cenderung berada pada ranah kebijakan pemerintah. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab pengungkap modalitas epistemik ‘keharusan’ intraklausal cenderung digunakan secara deontis daripada secara epistemis. Adanya sumber deontik dan risiko kuat dan lemah atas perintah yang diberikan kepada pelaku aksi menguatkan bahwa pengungkap modalitas epistemik ‘keharusan’ intraklausal pada korpus berita daring lebih dekat maknanya dengan modalitas deontik ‘perintah’ daripada dengan modalitas epistemik ‘keharusan’.

This final project discusses the use of intraclausal ‘keharusan’ epistemic modalitiy, such as harus, perlu, wajib, mesti, dan patut, in the online news corpus. Modality is defined as a ‘lexical element that describes the speaker’s attitude towards the proposition’. The overlapping meaning of each type of modality causes the need for a deeper understanding so that the meaning of the utterance can be more easily achieved. The purpose of this study is to describe the domain, syntactic behavior, and the tendency towards the use of intraclausal ‘keharusan’ epistemic modality. The method used in this research is a qualitative method with a descriptive design. The data comes from the Leipzig Corpora Collection news 2020 section. Through collocation analysis, this study describes that the domain of using intraclausal ‘keharusan’ epistemic modality is in the government policy. This is one of the reasons why the intraclausal ‘keharusan’ epistemic modality tends to be used deontically rather than epistemically. The existence of deontic sources and the strong and weak risks confirm that the intraclausal ‘keharusan’ epistemic modality in the online news corpus is closer meaning to the ‘perintah’ deontic modality rather than ‘keharusan’ epistemic modality."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library