Ditemukan 1 dokumen yang sesuai dengan query
Nadya Dwinagusnita
Abstrak :
Pada tahun 2016 Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2016 dengan memperberat sanksi pelaku kekerasan seksual salah satunya adalah kebiri kimia. Kemudian, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2020 sebagai peraturan pelaksana. Salah satu Putusan yang memutus terkait kebiri kimia adalah Putusan Nomor 695/PID.SUS/2019/PT.SBY. Penerapan hukuman kebiri kimia hanya berfokus pada tujuannya sebagai efek jera tanpa memikirkan kondisi Terpidana yang akan dikebiri kimia, seperti keselamatan dan keamanannya. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif untuk menjawab permasalahan yang berkaitan dengan penerapan hukuman tambahan kebiri kimia di Indonesia, penerapan pidana tambahan kebiri kimia dalam Putusan a quo ditinjau dari perspektif hukum kesehatan Indonesia dan Hak Asasi Manusia. Penerapan pidana tambahan kebiri kimia dalam putusan a quo, ditinjau dari perspektif hukum kesehatan ternyata tidak aman dilakukan terhadap Terpidana karena memberikan efek negatif terhadap tubuh dan psikologis Terpidana. Hukuman kebiri kimia ditinjau dari segi Hak Asasi Manusia melanggar hak atas kesehatan dan hak bebas dari penyiksaaan karena proses kebiri kimia yang dapat melumpuhkan fungsi organ dengan cara pemberian zat untuk menurunkan kadar hormon testosteron. Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2020 sebagai peraturan pelaksanaan belum secara rinci menjelaskan tata cara pelaksanaan kebiri kimia. Maka dari itu perlu adanya sinkronisasi antara Hukum Pidana dan Hukum Kesehatan melalui peraturan perundang-undangan yang diterbitkan oleh Pemerintah dalam konteks kebiri kimia. Selain itu, perlu dilakukan screening atau pemeriksaan awal terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak oleh dokter untuk melihat penyebab dari tindakan tersebut.
......In 2016 the Government issued Law no. 17 of 2016 by increasing sanctions for perpetrators of sexual violence, one of which is chemical castration—then issued Government Regulation No. 70 of 2020 as an implementing regulation. One of the decisions related to chemical castration is Appeal Decision Number 695/PID.SUS/2019/PT.SBY. The application of chemical castration punishment only focuses on the goal as a deterrent effect without the safety of the conditions of prisoners who will be chemically castrated, such as and their safety. The research was conducted using a normative juridical method to answer problems related to applying additional punishment of chemical castration in Indonesia and further punishment to chemical castration in a quo decision in terms of the perspective of Indonesian health law and human rights. The application of additional punishment for chemical castration in the a quo decision, viewed from the standpoint of health law, is not safe for prisoners because it harms the body and psychology of prisoners. Chemical castration punishment in terms of human rights violates the right to health and the right to be free from torture because the chemical castration process can disable organ function by offering substances to lower testosterone. Government Regulation No. 70 of 2020 has not detailed the procedures for implementing chemical castration as an implementing regulation. Therefore, there is a need for synchronization between Criminal Law and Health Law through legislation issued by the Government in the context of chemical castration. In addition, it is necessary to conduct an initial examination or examination of the perpetrators of sexual violence against children by a doctor to see the cause of the action.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library