Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Naurah Humam Alkatiri
"Indonesia telah mengalami krisis keuangan terburuk pada tahun 1997/1999. Pemerintah terpaksa melakukan bail-out melalui penerbitan lebih dari Rp550 triliun obligasi untuk merestrukturisasi sistem perbankan nasional. Sejak itu, pemerintah menyadari bahwa resolusi bail-out bukanlah cara yang terbaik untuk menyelamatkan bank-bank yang gagal, terutama yang berdampak sistemik. Pada tahun 2016, pemerintah telah mengeluarkan metode resolusi baru yang menggunakan mekanisme bail-in yang diatur dalam Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Kehadiran UU PPKSK menandai era baru dalam pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan di Indonesia. Menurut UU PPKSK, mekanisme bail-in akan menjadi prioritas utama dalam penanganan bank sistemik yang gagal, dimana rencana pemulihan untuk mengatasi permasalahan bank gagal akan mengutamakan menggunakan sumber daya dari bank itu sendiri, tanpa melibatkan Anggaran dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu, permasalahan di atas menimbulkan rumusan masalah yaitu mengapa pemerintah mengganti skema bail-out dengan bail-in dalam menangani bank gagal dan apa implikasi dari substitusi tersebut. Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis-normatif, tipologi penelitiannya digolongkan sebagai deskriptif, eksplanatori, dan komparatif. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang meliputi sumber primer, sumber sekunder, dan sumber tersier. Data yang diperoleh dalam penelitian ini kemudian akan dianalisis melalui pendekatan kualitatif. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa konsep bail-out memiliki efek yang lebih merugikan daripada menyelesaikan permasalahan bank. Salah satu alasan utama mengapa penggunaan resolusi bail-out harus diminimalkan dan diganti dengan resolusi bail-in adalah Moral Hazard. Metode resolusi bail-out juga membebani anggaran negara. Di sisi lain, mekanisme bail-in yang dapat mengalokasikan kerugian yang disebabkan oleh bank kepada kreditur senior atau pemegang saham dan menghindari penggunaan anggaran negara, sehingga meminimalkan dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan. Namun, Indonesia tetap menerapkan mekanisme bail-out melalui Penyertaan Modal Sementara tanpa mengikutsertakan pemegang saham atau dikenal juga sebagai Open Bank Assistance (OBA). UU PPKSK hanya menambah mekanisme baru yaitu bail-in, sehingga menambah kewenangan LPS dalam menyelesaikan bank gagal. Oleh karena itu, terdapat tambahan opsi resolusi namun tidak menggantikannya. Penulis mempunyai saran kepada Pemerintah Indonesia untuk menghapuskan mekanisme bail-out dari peraturan perundang-undangan di Indonesia yaitu Open Bank Assistance. Bahkan Amerika Serikat telah menghapus opsi Open Bank Assistance sejak diberlakukannya Dodd-Frank Act pada tahun 2010.

Indonesia has experienced the worst financial crisis in 1997/1998. The government was forced to bail-out through the issuance of more that Rp550 trillion in bonds to restructure the national banking system. Since then, the government has come to realization that that bail-out resolution is not the best way to save failing banks, especially banks with systemic impacts. On 2016, the government had introduce a new resolution methods using the bail-in mechanism which is regulated under the Financial System Crisis Prevention and Management Act (UU PPKSK). The presence of the UU PPKSK also marks a new era in the prevention and handling of financial system crises in Indonesia. According to UU PPKSK, the bail-in mechanism is a top priority in dealing with failed systemic banks. That means, the recovery plan to overcome the problem of failed banks with financial difficulties will be carried out by involving the bank's own resources, without involving the State Budget and Expenditure (APBN). Hence, the aforementioned issues gives rise to the following research questions that will be discussed within this thesis, namely why did the government substitute the bail-out with bail-in mechanism in managing bank failure and what are the implications from the substitution. The research type used in this thesis is juridical-normative research, the research typology can be classified as descriptive, explanatory, and comparative. This research utilizes secondary data which encompasses primary sources, secondary sources, and tertiary sources. The data obtained in this research will then be analysed through qualitative approach. All in all, it can be concluded that the bail-out concept has more of an adverse effect rather than resolving the troubled bank. One of the primary reason why the use of bail-out resolution should be minimized and replaced with the bail-in resolution is Moral Hazard. Bail-out also burden the state’s budget. On the other hand, the new bail-in mechanism can allocate losses caused by the banks to senior creditors or shareholders and avoid the use of the state’s budget, hence minimizing its impact on the financial system stability. However, Indonesia still implement bail-out mechanism through Temporary Equity Participation (PMS) without involving the shareholders or also known as Open Bank Assistance (OBA). UU PPKSK only add new mechanism which is bail-in, thus this adds the authority of LPS in resolving failing banks. So there are additional resolution option but it does not replace it. The author would like to recommend to the Indonesian Government to abolish the bail-out mechanism from the laws and regulations in Indonesia, which is Open Bank Assistance (OBA). Even the United States of America has eradicate the Open Bank Assistance option since the enactment of the Dodd- Frank Act in 2010."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naurah Humam Alkatiri
"Tesis ini menganalisis perbandingan secara komprehensif mengenai transaksi lindung nilai konvensional dan transaksi lindung nilai berdasarkan prinsip Syariah terhadap valuta asing (Al-Sharf) di Indonesia, serta menganalisis perbandingan antara praktik lindung nilai berdasarkan prinsip Syariah di Indonesia dan Malaysia. Tesis ini menggunakan metode penelitian hukum doktrinal, dan menggunakan data sekunder yang dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan yang ekstensif dan diperkaya dengan wawancara dengan narasumber lokal. Temuan-temuan yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan substansial antara transaksi lindung nilai konvensional dan lindung nilai syariah atas valuta asing. Khususnya, lindung nilai konvensional sering melibatkan spekulasi, sedangkan lindung nilai berdasarkan prinsip Syariah menekankan kepatuhan terhadap hukum Syariah yang melarang praktik-praktik seperti riba (bunga), gharar (ketidakpastian yang berlebihan), dan maysir (perjudian). Lebih lanjut, tesis ini mengidentifikasi perbedaan yang signifikan dalam pemanfaatan dan pengembangan transaksi lindung nilai berdasarkan prinsip Syariah terhadap Al-Sharf antara Indonesia dan Malaysia, khususnya terkait ketersediaan produk keuangan syariah dan instrumen lindung nilai yang ditawarkan kepada masyarakat. Kesimpulannya, perkembangan produk dan instrumen lindung nilai berdasarkan prinsip Syariah tertinggal dibandingkan dengan produk dan instrumen lindung nilai yang ditawarkan pada bank konvensional. Tesis ini menyoroti perlunya eksplorasi dan pengembangan instrumen lindung nilai berdasarkan prinsip Syariah, yang tidak hanya akan menumbuhkan kepercayaan investor terhadap lembaga keuangan Islam tetapi juga berkontribusi terhadap pertumbuhan dan keberhasilan sektor perbankan Islam secara keseluruhan.

This thesis provides a comprehensive comparative analysis of conventional and Islamic hedging transactions pertaining to foreign exchange (Al-Sharf) in Indonesia, as well as drawing a parallel between Islamic hedging practices in Indonesia and Malaysia. This thesis employs the doctrinal legal research method, primarily utilizing secondary data that was meticulously collected through extensive library research supplemented by interviews with local informants. The findings unveil substantial differences between conventional and Islamic hedging transactions on foreign exchange. Notably, while conventional hedging often involves speculation, Islamic hedging stresses compliance with Shariah law, prohibiting practices such as riba (usury), gharar (excessive uncertainty), and maysir (gambling). Furthermore, this thesis identified significant differences in the utilization and development of Islamic hedging transaction on Al-Sharf between Indonesia and Malaysia, specifically concerning the adoption and availability of Islamic financial products and hedging instruments. In conclusion, the growth of Islamic hedging products lags behind that of conventional offerings. These insights highlight the need for continued exploration and development of Islamic financial hedging instruments, which will not only foster investor confidence in Islamic financial institutions but also contribute to the overall growth and success of the Islamic banking sector."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library