Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurbaya
"Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual merupakan salah satu institusi pemerintah didalam lingkungan Departemen Kehakiman dan HAM RI, yang mempunyai tugas dan fungsi yang sangat penting yakni memberikan pelayanan dan perlindungan hukum dibidang Hak Kekayaan Intelektual kepada masyarakat. Misi dan visi yang dicapai tentu saja bergantung dari penerapan strategi yang telah ditentukan kedalam struktur organisasi yang merupakan gambaran dari pembagian wewenang dan tanggung jawab serta gambaran dari hubungan vertikal dan horizontal dalam organisasi dalam melaksanakan tugas memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat. Penelitian ini bertujuan menganalisis keempat dimensi tersebut dan sudut persepsi pegawai. Adapun populasi dari penelitian ini adalah pegawai Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan sample sebanyak 95 orang. Pengelolaan organisasi berjalan dengan baik dan efesien maka diperlukan strukturisasi guna mampu mengakomodasi perkembangan lingkungan serta menjadi lebih tanggap dalam memberikan pelayanan. Struktur organisasi itu sendiri terdiri dari berbagai dimensi yakni dimensi formalisasi, sentralisasi, kompleksitas, dan intensitas administrasi. Perubahan dalam organisasi itu sendiri mempunyai berbagai model, yang dikenal dengan Mode of Change Management yakni, Tuning, Adapting, Redirecting, dan overhauling serta bentuk lain yang merupakan kombinasi dari keempat model tersebut. Untuk melakukan perubahan suatu organisasi tidak terlepas dari tekanan atau .kekuatan yang mendorong terjadinya perubahan. Tekanan itu secara garis besar merupakan penghambat yang dapat dibedakan sifatnya yakni organisasi dan manusiawi. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif berdasarkan data yang ada Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh dengan melalui penelusuran berbagai kepustakaan dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah uji validitas dan realibilitas instrument penelitian, distribusi dan prosentase responder, hitung korelasi dengan spearmen rho, serta uji beda mean dengan menggunakan Program SPSS 11.0 for Windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan penilaian terhadap dimensi struktural organisasi antara pejabat dan staff Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Inteiektuai. Hubungan antar dimensi formalisasi dengan kompleksitas, intensitas dengan kompleksitas mempunyai hubungan yang signifikan dan positif, sedangkan dimensi formalisasi dengan sentralisasi, sentralisasi dengan intemsitas mempunyai hubungan yang negatif dan tidak signifikan, kemudian dimensi sentralisasi dengan kompleksitas mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan sedangkan formalisasi dengan intemsitas mempunyai hubungan positif dan tidak signifikan. Selain itu model perubahan yang dinginkan adalah tuning mode yang berarti perubahan dilakukan secara antisipatif terhadap perubahan, dilakukan bertahap dengan waktu yang relatif lama (lebih dari satu tahun) Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa saran kebijakan yang perlu diambil dalam memperbaiki dimensi struktural Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual agar mengurangi permasalahan yang timbul, guna mencapai efektivitas dan efisiensi organisasi dengan lebih memperjelas gugus tugas masing-masing unit serta mempertegas hubungan vertical maupun horizontal. yakni melalui penerapan reward dan punishment yang konsisten (adil dan merata), membuat standarisasi, perincian prosedur kerja.
Directorate General of Intellectual Property Rights is one of government institutions under the Ministry of Justice and Human Rights of Republic of Indonesia hold important duties and functions to give service and protection of law in Intellectual property rights to the society. The attainable mission and vision evidently depend on the implementation of the strategy set out inside the structure of the organization. The stages of description of authorization and responsibility distribution and a description of vertical and horizontal relationship inside the organization in carrying out duties to give services of law to the society. This research aimed to analyze the four dimensions mentioned from the perspective of the employees. The population is the employees in Directorate General of IPR with 95 samples. Enabling the management of the organization to fUf1 well and efficient, it needs a structure to accommodate the development of the environment and to be more aware in giving services. The structure of an organization consists of several dimensions which are dimension of formalization, centralization, complexity, and intensity (Robin, 1994:891). The changes in the organization have numerous models, which know as Mode of Change Management, which are Tuning, Adapting, Redirecting and Overhauling, and another mode, which is the combination of all four models (Nadler. 1995). Making a change in an organization is related to the pressure or a force inducing the occurrence of the changing. Generally speaking the pressure is an obstruction, which can be distinguished by nature. They are organization and human (Widodo,1996:17). The method used is descriptive based on the data. Primary Data was taken using questioner, whereas secondary data taken through library study and documentation. The data was analyzed using validity test and research instrument reliability, distribution and respondent percentage, correlation with spearmen rho, also mean differences using Program of SPSS 11.0 for Windows. The results show that there is no difference in evaluation of organizational structural dimension between officials and staffs of Directorate General of 1PR, There is a positively significant relationship between the dimension of formalization- and complexity and between the dimension of intensity and complexity. However, between the dimension of formalization and centralization and between centralization and intensity there is insignificantly negative relationship. Furthermore, the dimensions of centralization and complexity have negative significant relationship, but the dimensions of formalization and intensity have positively significant relationship. Moreover, the mode of change used is tuning mode, which means that the changes are conducted anticipatively against changes and periodically in a long duration (more than one year). Based on these results there are several policies to be taken in order to improve the structural dimension of Directorate General of 1PR and to solve the arising problems. It is expected to make the organization more effective and efficient by clarifying the job description of each unit and affirming the vertical and horizontal relationship through the consistent implementation of reward and punishment (fair and evenly spread), standardizing and listing the work procedure."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14244
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurbaya
"Masyarakat adat adalah kelompok yang paling rentan terhadap kerawanan pangan. Strategi bertahan mereka unik karena berkaitan dengan budaya dan kepercayaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi strategi bertahan pada keluarga tahan pangan dan keluarga rawan aman pada Masyarakat Adat Kaluppini di Sulawesi Selatan. Informan adalah ibu balita. Enam puluh satu ibu terlibat dalam penelitian ini. Semua informasi dicatat, ditranskripsi verbatim dan dianalisis menggunakan Dedoose. Strategi yang sama diterapkan seperti meminjam makanan/uang serta melakukan strategi tradisional. Keluarga rawan pangan mencari penghasilan tambahan dengan cara mencari pekerjaan tambahan di kota sedangkan keluarga tahan pangan bekerja di luar pulau atau ke negeri.

Indigenous peoples are the most vulnerable to food insecurity. Their coping strategies were unique because related to culture and belief. This study aimed to explore coping strategies among food secure and food insecure households of Kaluppini Indigenous People in South Sulawesi. Informants were mothers of under five. Sixty one mothers involved in this study. All information was recorded, transcribed verbatim and analyzed by using Dedoose. The same strategies were applied such as borrowing food money and doing traditional coping. Food insecure households generated additional money by seeking additional job in town while food secure households migrated to the other islands or working overseas."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurbaya
"Dalam rangka pengembangan kontrasepsi pria, penggunaan kombinasi testosteron enantat (TE) dan progesteron pada orang Kaukasia hanya mencapai azoospermia 70% sedangkan orang Asia mencapai 100% azoospermia (Moeloek, 1998). Faktor yang mungkin dapat menimbulkan perbedaan dalam menekan produksi sperma diduga disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan antara lain perbedaan asupan makanan antara orang Kaukasia dan orang Asia. Adapun ciri makanan negara Barat mengandung lemak dan protein tinggi sedangkan karbohidrat rendah. Sebaliknya untuk orang Asia mengandung lemak dan protein rendah, namun kandungan karbohidratnya tinggi. Dari penelitian dilaporkan bahwa asupan makanan seperti karbohidrat, lemak dan protein mempengaruhi konsentarsi SHBG (Sex Hormone Binding Globulin). SHBG adalah glikoprotein plasma, diproduksi oleh sel hati, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap dihidrotestosteron (DI-FT) dan jugs mengikat estrogen tetapi daya ikatnya lebih rendah. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutyarso, 1997 pada hewan coba (Macaca Fascicularis) dengan memberikan model makanan orang Asia yaitu karbohidrat 70%, protein 15% dan lemak 15%. Hasil yang diperoleh kadar testosteron bebas pada hewan coba tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan hewan coba yang diberi makanan lemak dan protein tinggi. Oleh karena itu kami merasa perlu mengadakan penelitian pada kelompok masyarakat Pegawai Negeri Sipil Golongan I yang mengkonsumsi karbohidrat tinggi namun protein dan lemak rendah. Pengukuran konsentarsi SHBG menggunakan ImmunoRadiometric Assay (IRMA). Untuk mengetahui asupan makronutrien yaitu karbohidrat, protein dan lemak dilakukan pencatatan makanan (Food recall) selama tiga hari berturut-turut. Pengukuran kadar testosteron total dan kadar testosteron bebas menggunakan RadioImmuno Assay (RIA). Penelitian yang telah dilakukan Longcope dkk, 2000 pria dewasa di AS Body Mass Index (BMI) merupakan faktor yang dapat untuk memperkirakan (prediktor) konsentrasi SHBG di dalam tubuh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi SHBG 41,76 nmol/L. Asupan makronutrien yaitu karbohidrat 256,28 gram (56,24%), protein 43,92 gram(9,68%) dan lemak 69,28 gram (34,08%), kadar testosteron total 6,43 ng/mL, kadar testosteron bebas 22,39 pa/mL, Body Mass Index (BMI) 21,69 kg/m2. Dengan menggunakan "Pearson Correlation Coefficient" antara konsentrasi SHBG dengan karbohidrat (r=0,093), lemak (r=0,051), protein(r=0,002), kadar testosteron bebas (r=0,256), kadar testosteron total,(r=0,518) dan Body Mass Index(BMI)(r=-0,519) mempunyai hubungan. Hasil analisis Regresi Ganda antara konsentrasi SHBG dengan BMI dan kadar testosteron total mempunyai hubungan yang erat dengan tingkat signifikan 0,000 (P<0,05).

The Relationship Between Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) Serum Concentration With Diet Macronutrient Testosterone and Body Mass Index (BMI) in Man of Civil Servant of Grade IThe development of male contraception, the combination of using Testosterone Enantate (TE) and progestogen to Caucasian people was only have azoospermia 70% whereas Asian people only have 100% azoospermia (Moeloek, 1998). The factor which might be rised the different in emphasizing the production of sperm is caused by genetic factor and environment factor are the different of food construction between Caucasian people and Asian. The food characteristic in west country contain fat and high protein but low carbohydrate. On the other hand Asian people contain fat and low protein but high carbohydrate. From the study is reported that the food component like carbohydrate, fat and protein was effecting the SHBG concentration. SHBG (Sex Hormone Binding Globulin) is glikoprotein plasma, produced by cell liver, having a high affinities to dihydrotestosterone (DHT) and also bounding estrogen but the bounding was to low. From the study research by Sutyarso, 1997 to the experiment animal (Macaca fascicularis) by giving the food model of Asian people like carbohydrate 70%, protein 15% and fat 15%. The report that can get is the degree of free testosterone to experiment animal 15 more higher than the experiment animal who giving a food such as fat and high protein. Because of that we feel need to do research to people who work as Civil Servant of Grade I who had consumption high carbohydrate whereas protein and fat low. The measuring of SHBG concentration is using Immuno Radidmetric Assay (IRMA). To know the composition macronutrient like carbohydrate, fat and protein is doing the food registration (food recall) during continuously three days. The measuring of total testosterone concentration and free testosterone concentration are using Radioimmuno Assay (RIA).
The study research by Long cope et at, 2000 male in USA Body Mass Index (BMI) is factor how to predict the concentration of SHBG in body.The research result showed the value average of SHBG concentration 41,76 nmole/L. The composition macronutrient like carbohydrate 256,28 gram (56,24%), protein 43,92 gram(9,68%) and fat 69,28 gram(34,08%), total testosterone 6,43 ng/mL, free testosterone 22,39 pq/mL, Body Mass Index (BMI) 21,69 kg /m2. By using "Pearson Correlation Coefficient" between SHBG concentration with carbohydrate (r=0,093), fat (r=0,051), protein (r=0,002), free testosterone (r=0,256), total testosterone (r=0,518) and Body Mass Index (BMI)(r=-0,519) have relationship. The result of analysis double regression between SHBG serum concentration with Body Mass Index (BMI) and total testosterone have bight relationship with signification level 0,000 (P<0,05)."
2002
T5175
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurbaya
"Persaingan antar media televisi telah mendorong pelaku media untuk berlomba-lomba menciptakan suatu suguhan yang menarik pemirsa untuk tetap berada di posisi yang menguntungkan. Berawal dari kesuksesan sinetron Si Doel Anak Sekolahan inilah yang mengundang hadimya sejumlah pilihan sinetron Betawi dengan tema yang hampir seragam. Salah satunya cerita dan gambaran dari sinetron berlatar belakang kehidupan masyarakat Betawi yang berjudul Kecil kecil Jadi Manten, gambaran Betawi yang identik dengan kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, pinggiran, muncul melalui karakter tokoh yang memang bodoh, "bloon", suka kawin, sangat primitif dan tidak berbudaya serta berdialog dengan bahasa komunikasi yang dangkal. Hubungan sosial yang diungkapkan Iewat sinetron itu sudah menyimpang, kadang tidak lagi mengindahkan norma agama dan etika sosial.
Penelitian ini menggunakan paradigma kritis dan dengan metode kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui proses produksi budaya yang terjadi dalam sinetron tersebut dan mengungkap alasan yang melatarbelakanginya. Untuk mengetahui proses produksi yang berlangsung dan alasan dibalik proses pembuatannya, maka tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam dengan pihak produksi yang terdiri dari producer, sutradara sinetron kecil kecil jadi manten serta kru-kru yang terlibat secara langsung dalam proses produksi sinetron tersebut termasuk juga di dalamnya kepala unit manager dan beberapa pemain utamanya. Selain itu, wawancara juga dilakukan terhadap budayawan Betawi dan praktisi Betawi untuk mengetahui gambaran dari realitas sosial yang sebenarnya.
Penelitian ini menyimpulkan hasil atas wacana sinetron berlatar belakang budaya Betawi di televisi, memperlihatkan adanya penggambaran budaya Betawi yang termarjinalisasi dalam sinetron tersebut. Terdapat perbedaan persepsi tentang budaya Betawi yang ditampilkan oleh media dalam sebuah sinetron yaitu sinetron kecii kecil jadi manten dengan gambaran masyarakat Betawi yang sebenarnya. Karena tidak hanya terdapat pada masyarakat Betawi saja melainkan stereotype seperti itu juga ada pada masyarakat manapun. Tidak terkecuali masyarakat Jawa, Sumatera atau Madura. Temuan penelitian ini juga menunjukkan bahwa produksi sinetron kecil-kecil jadi manten hanyalah melanggengkan dan mengukuhkan ideologi dominan yang sudah ada yaitu ideologi yang menampilkan realitas imajiner bukan berdasarkan realitas faktual seperti pada kenyataan berdasarkan pada kebenaran. Dapat dikatakan bahwa produksi sinetron ini tidak memiliki keunikan secara substansial tentang nilai-nilai budaya Betawi namun hanya sekedar mencoba menampilkan keunikan setting atau nuansa cerita yang secara kebetulan mengambil nuansa ke-Betawi-an. Hal ini tampak jelas pada dialek para tokohnya dan gaya arsitektur bangunan rumahnya dan kesenian-kesenian yang mewamai jalan ceritanya.
Meski sutradara berupaya keras menjaga rasionalitas alur cerita dengan menampilkan konflik-konflik yang dibuat menjadi seakan-akan wajar dan tidak berlebihan, namun secara keseluruhan tidak ada penggambaran makna dari subtansi nilai-nilai budaya Betawi yang sebenamya. Kondisi ini terjawab dengan melihat pada temuan di lapangan antara lain tidak ada konsep cerita yang diambil berdasarkan riset atau pengamatan mendalam terhadap nilai-nilai budaya Betawi yang sebenamya, pemilihan para pemain yang tidak memiliki standar jelas untuk menampilkan nilai-nilai budaya Betawi. Dan penulis cerita itu sendiri sekaligus merangkap sebagai sutradara bukan orang dengan latar belakang Betawi. Hal ini yang menyebabkan penggambaran tentang budaya dan kehidupan Betawi tidak sesuai dengan realitas seperti yang kebanyakan ada dalam kehidupan masyarakat Betawi yang sebenarnya.
Pada akhirnya, semua ini memperlihatkan bahwa realitas media tidaklah muncul begitu saja, melainkan telah dibentuk melalui interaksi di antara para pelaku produksi yang kemudian dipengaruhi oleh struktur. Relasi-relasi yang terlibat dalam suatu proses produksi yang secara struktural pemilik modal adalah yang paling dominan, tetapi dalam penelitian ini pemilik modal tidak lagi menentukan proses pengambilan keputusan dengan kata lain tidak ada intervensi. Aktorlah yang secara leluasa menetukan performance suatu hasil karya produksi. Di sini yang menjadi dominan adalah persepsi di mana hasil persepsi tersebut akan menampakkan hasil produksi yang termarjinalisasi. Dengan demikian produksi wacana dalam sinetron Betawi kecil-kecil jadi manten yang berlatar belakang historis, sosial, dan ideologi tertentu akan rnmunculkan wacana tertentu pula dan bukan tidak mungkin akan berdampak secara kultural dan ideologis pada pengetahuan pemirsanya."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arista Nurbaya
"Efisiensi prosedural kerja yang melibatkan relevansi antar data yang kompleks dan dalam kuantitas yang besar adalah sangat diperlukan. Salah satu solusi adalah dengan menggunakan fasilitas mesin database AS/400 yangmenyediakaii sarana untuk mengolah data kapasitas besar sesuai dengan keinginan pengguna dari operasi sistem yang tersedia. Dalam skripsi ini dibahas tentang dasar-dasar database relational, tujuannya adalah mempelajari fasilitas database relational yang terintegrasi pada AS/400. Database relational merupakan suatu cara untuk melihat data dengan model relational berkenaan dengan aspek data seperti struktur data, integritas data dan manipuiasi data. Pembahasan lebih jauh akan mengungkap seluk beluk tabel jamak, arsutektur database dan fasilitas database. Pada skripsi ini dibuat suatu rancangan aplikasi database untuk keperluan pembelian material menggunakan dasar-dasar database relational untuk membangun relasi antar data yang disediakan oleh AS/400. Algoritma yang dibangun mempertimbangkan mapping database relational dalam menuungkan kebutuhan pengolahan data yang diperlukan dalam proses pembelian. Selanjutnya program aplikasi ini dikembangkan dengan membangun program tambahan P/O error list sebagai sarana database material yang diabaakan dalam program aplikasi OSL supaya dapat dengan mudah diolah kembali jika diperlukan. Sistem AS/400 yang dipakai sebagai mesin database menyediakan fasilitas database relational tcrintegrasi akan mcmberikan data secara sama dan konsisten schingga dapat dibangun program aplikasi database yang cfisien. Respon waktu proses adalah salah situ sarana untuk mcngetahui parameter tersebut, mcskipun sistem dengan banyak pengguna seperti AS/400 akan bmariasi responnya sciring dengan beban data dan sistem. Dari hasil uji coba didapatkan bahwa program inti OSL akan menggunakan utilitas sistem 47 % dan memiliki efisiensi sekitar 20% dibandingkan dengan program aplikasi pembehan acuan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S40007
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library