Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Paisal
"ABSTRAK
lnsiden penyakit dengue semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir.
WHO memperkirakan teijadi 50 juta infeksi dengue di seluruh dunia setiap
tahuu. Sekitar 500.000 orang dengan demam berdarah dengue (DBD)
membutuhkan perawatan di nmtah sakit, sebagian besar adalah anak-anak.
Sekitar 2,5% diantaranya mengalami kematian. Sampai saat ini belum ada terapi
spesifik untuk infeksi dengue. Pengobatan hanya bersifat simptomatik. Walaupun
demikian, pada kasus DBD dan DSS, perawatan dini dapat menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas. Di daerah endemis, gejala klinik sering tidak spesifik
dan menyulitkan klinisi uutuk membedakannya dengan penyakit demam lain.
Untuk itu diperlukan uji laboratorium yang akurat untuk membantu menegakkan
diagnosis dini infeksi dengue. Deteksi protein NS 1 virus dengue telah
dikembangkan sebagai alat diagnostik dini infeksi dengue. Pemeriksaan ini dapat
memberikan hasil lebih dini, akurat, dan dengan cara yang lebih murah. Pada
penelitian ini dikembangkan lagi anti-NS I pada kelinci berlabel HRP yang pada
akhimya akan digunakan untuk mendeteksi protein NS I pada serum pasien
terinfeksi dengue. Antibodi basil pelabelan dapat mendeteksi protein NS I pada
pemeriksaan dot blot dengan tingkat pengenceran I: 1600. Tetapi, basil pelabelan
tidak dapat digunakan untuk mendeteksi protein NS I menggunakan pemeriksaan
ELISA.

ABSTRACT
Dengue incidence have been increased in recent decades. WHO estimates 50
million dengue infection every years around the world. About 500.000 people
with dengue hemorrhagic fever need hospital care, especially children. About
2,5% among them died. Specific therapy to dengue virus infection is not
available. The available therapy is only for symptomatic. Although, in DHF and
DSS cases, early symptomatic therapy will reduce morbidity and mortality rate.
In endemic area, clinical symptoms of ion are not specific and difficult to
differentiate with others febrile illness. Therefore, laboratory assays are needed to
help accurately diagnose dengue infection at early stage. Detection of dengue
virus NSJ protein bas been need as a diagnostic tool to diagnose early dengue
infection. The assay can provide early and accurate result with less expensive
cost. In this study, we developed IgG anti-NS labeled with HRP. The antibody
can detect NSI protein in dilution 1:1600 on dot blot assay. But, the antibody
cannot be used to dereet NSI protein with direct ELISA method."
2010
T32825
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Paisal
"Latar Belakang: Infertilitas dialami oleh sekitar 15% pasangan di seluruh dunia, dengan kontribusi dari pihak laki-laki sekitar 50%. Salah satu penyebab infertilitas pada pria adalah azoospermia non obstruktif idiopatik, yang diduga melibatkan faktor epigenetik. Penelitian ini bertujuan menilai peran epigenetik, khususnya remodeling kromatin dan modifikasi histon, pada proses spermatogenesis pada testis dengan azoospermia non obstruktif.
Metode: Sampel BFPE dan TESE diperiksa menggunakan teknik HE lalu dikelompokkan berdasarkan tipe henti maturasi, yaitu SCO, STA, dan SDA. Sampel BFPE dilakukan pemeriksaan immunohistokimia menggunakan antibodi anti-CHD5, anti-H3K9me3, dan anti-H4K12ac. Proses pengolahan gambar immunohistokimia menggunakan ImageJ, IHC Profiler, dan StarDist. Sampel TESE dilakukan pemeriksaan qPCR untuk mengukur tingkat ekspresi gen CHD5 dan PHF7. Selain itu, pada sampel TESE dilakukan pemeriksaan ChIP untuk menilai kadar relatif gen WEE1 dan PRM1 yang berikatan dengan CHD5.
Hasil: Ekspresi CHD5 ditemukan pada spermatogonia dan spermatid bulat. Tidak ada perbedaan signifikan intensitas CHD5 pada spermatogonia antara kelompok STA dan SDA. Intensitas H3K9me3 dan H4K12ac pada spermatogonia, spermatosit, dan sel sertoli berdasarkan kelompok henti maturasi berbeda signifikan. Tingkat ekspresi gen CHD5 pada kelompok STA meningkat signifikan 67 kali lipat dibandingkan ekspresinya pada SCO, dan pada kelompok SDA meningkat signifikan 164 kali lipat dibandingkan ekspresi pada SCO. Tingkat ekspresi gen PHF7 pada kelompok STA meningkat signifikan 53 kali lipat dibandingkan ekspresinya pada SCO, dan pada kelompok SDA meningkat signifikan 192 kali lipat dibandingkan ekspresi pada SCO. Kadar DNA segmen promoter gen WEE1 pada ChiP-qPCR menggunakan antibodi anti-CHD5 ditemukan sebesar 1,19% untuk STA dan 1,87% untuk SDA, lebih tinggi dibandingkan kadar pada SCO yaitu 0,36%. Sedangkan kadar DNA segmen promoter gen PRM1 ditemukan sebesar 1,01% untuk STA dan 2,47% untuk SDA, lebih tinggi dibandingkan kadar pada SCO yaitu 0,29%.
Kesimpulan: CHD5 berperan pada spermatogenesis manusia, khususnya pada sel spermatogonia dan spermatid bulat. CHD5 terbukti meregulasi gen WEE1 dan PRM1 pada sel spermatogenik. H3K9me3 dan H4K12ac berperan pada kasus henti maturasi, dan berpotensi untuk menjadi marker kasus azoospermia non obstruktif.

Background: Infertility affect about 15% of couples worldwide, with male factors contributing to around 50% of cases. One of the causes of male infertility is idiopathic non-obstructive azoospermia, which is suspected to involve epigenetic factors. This study aims to assess the role of epigenetics, specifically chromatin remodeling and histone modification, in the process of spermatogenesis in testes with non-obstructive azoospermia.
Method: The BFPE and TESE samples were examined using HE techniques and subsequently classified based on maturation arrest types, including SCO, STA, and SDA. Immunohistochemical analysis of the BFPE samples was conducted using anti-CHD5, anti-H3K9me3, and anti-H4K12ac antibodies. Image processing for immunohistochemistry was performed using ImageJ, IHC Profiler, and StarDist. The TESE samples underwent qPCR analysis to measure the expression levels of the CHD5 and PHF7 genes. Additionally, ChIP analysis was performed on the TESE samples to assess the relative levels of WEE1 and PRM1 genes bound to CHD5.
Result: The expression of CHD5 was found in spermatogonia and round spermatids. There was no significant difference in CHD5 intensity in spermatogonia between the STA and SDA groups. However, the intensities of H3K9me3 and H4K12ac in spermatogonia, spermatocytes, and Sertoli cells varied significantly among the maturation arrest groups. The expression level of the CHD5 gene in the STA group increased significantly by 67-fold compared to its expression in SCO, and in the SDA group, it increased significantly by 164-fold compared to its expression in SCO. The expression level of the PHF7 gene in the STA group increased significantly by 53-fold compared to its expression in SCO, and in the SDA group, it increased significantly by 192-fold compared to its expression in SCO. The DNA segment promoter level of the WEE1 gene in ChiP-qPCR using anti-CHD5 antibody was found to be 1.19% for STA and 1.87% for SDA, higher than the level in SCO, which was 0.36%. Meanwhile, the DNA segment promoter level of the PRM1 gene was found to be 1.01% for STA and 2.47% for SDA, higher than the level in SCO, which was 0.29%.
Conclusion: CHD5 plays a role in human spermatogenesis, particularly in spermatogonia and round spermatids. It has been shown to regulate the genes WEE1 and PRM1 in spermatogenic cells. H3K9me3 and H4K12ac are implicated in cases of maturation arrest and have potential as markers for azoospermia non obstructive cases.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fuad Umar Paisal
"Pemanasan global dan krisis energi telah mendorong manusia untuk menemukan cara mengatasinya. Pengurangan konsumsi bahan bakar fosil dan penerapan green technolgy berkembang pesat saat ini. Pada kapal telah diteliti dan ditemukan cara untuk mengurangi hambatan seperti penggunaan microbubbles, surfactant, dan polymer. Penggunaan bahan surfactant dan polymer sentesis yang berbasiskan rantai karbon yang terbukti mampu mengurangi hambatan kapal. Namun penggungaannya memilki dampak buruk terhadap lingkungan, sehingga beberapa polimer alam (bioplymer) mulai dikembangkan seperti getah karet latex dan kulit ikan hiu yang menurut hasil penelitian mampu mengurangi hambatan pada kapal. Pada penelitian ini digunakan lendir kulit belut (Monepterus Albus) yang ditempelkan sepanjang 25% panjang kapal pada bagian haluan kapal model.
Metode yang dilakukan adalah melakukan pengujian tarik kapal model pada kolam dengan variasi kecepatan melalui pengaturan voltase yaitu 75V, 85V, dan 100V serta sudut trim by stern 1,960 dan 2,840. Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui besarnya hambatan total kapal model pada kecepatan tertentu, kemudian dibandingkan dengan hambatan total kapal model kondisi tanpa penempelan kulit belut. Dengan melakukan perbandingan maka akan diketahui seberapa besar pengaruh penempelan kulit belut terhadap pengurangan hambatan total kapal model. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kulit belut berpengeruh terhadap pengurangan hambatan kapal model pada saat kecepatan kapal model lebih besar dari 0,85 m/s.

Global warming and energy crisis has prompted people to find ways to overcome them. Reducing fossil fuel consumption and application of green technolgy thriving today. On the ship has been investigated and found ways to reduce resistance such as microbubbles, surfactant, and polymer. The use of surfactants and polymer materials based on carbon chain sentesis which proved capable of reducing resistanc to the ship. However its have adverse environmental impacts, so that some natural polymers (bioplymer) began to be developed such as latex rubber latex and leather shark which, according to research results to reduce resistanceto the ship. In this study be used eel skin mucus (Monepterus Albus), which posted a 25% length of the ship on the bow of the ship model.
The method is carried out pulling tests on the model boat pond with a variation of speed through the voltage setting is 75V, 85V, and 100V and corner trim by stern 1.960 and 2.840. Pulling testing conducted to determine the resistance of the total ship model at a certain speed, then compared with total resistance vessel model without annealing conditions eel skin. By doing a comparison would show how much influence eel skin sticking to the reduction in total resistance model ships. From the research result shows that eel skins have influance on reducing resistance to the ship model ship model at speeds greater than 0.85 m /s.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S52167
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library