Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Putri Athira
"Notaris sebagai pejabat publik yang berwenang dalam membuat akta autentik memiliki peranan yang penting dalam berbagai hubungan hukum. Namun, tidak jarang dalam menjalankan jabatannya, Notaris melakukan kesalahan terkait akta yang dibuatnya. Hal ini sebagaimana terjadi pada kasus dalam Putusan Nomor 1092 K/Pdt.Sus-Pailit/2016. Dalam kasus ini, permasalahan dilatarbelakangi adanya kesalahan Notaris dalam pembuatan akta, dimana seharusnya ia membuat akta Pinjam Meminjam, namun akta yang dibuatnya justru akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli PPJB atas permintaan salah satu pihak. Kesalahan pembuatan akta PPJB ini pada akhirnya menimbulkan masalah, ketika pihak pembeli dinyatakan pailit oleh Pengadilan. Oleh karena akta PPJB tersebut ditindaklanjuti dengan pembuatan Akta Jual Beli AJB sehingga terjadi peralihan hak kepada pembeli, maka otomatis aset yang beralih tersebut menjadi boedel pailit. Dimana peralihan hak tersebut tidak dikehendaki oleh pihak penjual. Tesis ini membahas mengenai keabsahan dan kesesuaian akta PPJB yang dibuat oleh Notaris, serta bentuk tanggung jawab Notaris yang dapat dilakukan atas kesalahan pembuatan akta tersebut. Tesis ini dibuat dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan melalui data tertulis yang diperoleh melalui penelusuran literatur hukum dan kepustakaan, baik berdasarkan peraturan perundang-undangan maupun literatur hukum lainnya. Dalam hal ini, akta PPJB yang dibuat oleh Notaris adalah sah, namun tidak sesuai dengan maksud para pihak sehingga menimbulkan sejumlah kerugian. Oleh karena itu, Notaris bertanggung jawab atas kesalahannya tersebut sehingga dapat dikenakan sanksi atau tanggung jawab yang bersifat administratif sesuai ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris, serta tanggung jawab perdata dengan konstruksi perbuatan melawan hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata.

The notary as a public official authorities in making authentic deed has an important role in various legal relationship. However, it is not uncommon in the exercise of his Office, the notary deed related errors. It is, as occurred in the case of the Court Decision Number 1092 K Pdt. Sus Pailit 2016. In this case, the issue backed by the presence of the notary deed in making mistakes, where he was supposed to make the deed of Loan Borrowing, but the deed he made was Pre Sale and Purchase Agreement PSPA at the request of one party. This error, of making PSPA, ultimately cause problems when the buyer were declared bankrupt by the Court. When the PSPA was followed by the Sale and Purchase Agreement SPA , automatically the assets mentioned in the agreement become the assets of the bankrupt. Whereas, the selling of asset is not desired by the seller. This thesis discusses about the validity and the conformity of the PSPA made by the notary, as well as the form of Notarial responsibility that can be performed on the condition of error. This thesis is made by using the juridical normative research method with the data collection technique through the study of librarianship through the written data obtained through a search of legal literature and librarianship, whether based on rules legislation or other literature. In this case, the PSPA made by the notary is valid, but does not comply with the intent of the parties, which giving rise to a number of losses. Therefore, the Notary is being held responsible for faults that may be subject to sanctions or administrative responsibility in accordance with the legislation Office of the notary, as well as civil liability with the construction deed against the law in accordance with the provisions of article 1365 Indonesian Civil Code."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49304
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Athira
"ABSTRAK
Permasalahan mengenai kedudukan hukum nota kesepahaman kerap kali muncul
mengingat sering digunakannya nota kesepahaman dalam berbagai kegiatan
terutama kegiatan bisnis. Nota kesepahaman digunakan sebagai dokumen
pendahuluan atau pra-kontrak yang berfungsi sebagai pengikat komitmen pada
masa negosiasi, sebelum dibentuknya kontrak kerja sama yang sebenarnya. Oleh
karena fungsinya yang hanya digunakan sebagai pendahuluan, seringkali
kedudukan hukumnya dan kekuatan mengikatnya menjadi permasalahan yang
akhirnya menyebabkan perlindungan hukum terhadap pihak yang dirugikan
menjadi terabaikan. Terkait kedudukan hukum nota kesepahaman ini masih perlu
ditinjau lebih lanjut berdasarkan hukum perikatan yang terdapat dalam Buku III
KUHPerdata. Untuk dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan perlu dilakukan
perbandingan dengan suatu doktrin, yakni doktrin promissory estoppel yang pada
dasarnya melindungi kepentingan hukum pihak yang sudah terlibat janji terutama
janji-janji pra-kontrak. Setelah dilakukan penelitian maka diketahui bahwa di
Indonesia menurut KUHPerdata, kedudukan hukum nota kesepahaman
disetarakan dengan perjanjian sesuai dengan substansinya, sedangkan berdasarkan
promissory estoppel nota kesepahaman merupakan suatu dokumen pra kontrak
yang mengikat.
ABSTRACT
Issues regarding the legal standing of a memorandum of understanding (MoU)
often arise given the frequent use of a memorandum of understanding in various
activities, especially business activities. The MoU is used as a preliminary
document or pre-contract which serves as a binding commitment on the
negotiation period, prior to the establishment of real cooperation contract.
Therefore its function is only used as an introduction, often legal position and
strength of tying a problem that ultimately led to legal protection for the injured
party to be neglected. MoU’s legal standing still needs to be reviewed further by
the law of obligation contained in Book III of the Civil Code. To be able to know
advantages and disadvantages of the implementation in Indonesia, need to be
done a comparison with a doctrine, ie the doctrine of promissory estoppel which
is used basically to protect the legal interests of the parties that have been
involved promise especially promises a pre-contract. In conclusion, it is known
that in Indonesia, according to the Civil Code, the legal standing of memorandum
of understanding is comparable to the agreement in accordance with the
substance, while memorandum of understanding based on promissory estoppel is
a binding pre-contract documents."
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S59940
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library