Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahadjeng Pulungsari Hadi
"ABSTRAK
Globalisasi adalah suatu konsep yang memungkinkan percepatan mengalirnya modal, balk ekonomi, kultur,maupun informasi antar negara-negara di dunia. Arus globalisasi juga masuk ke Cina, negara dengan penduduk terbesar di dunia. Cina telah memiliki akar budaya politik sejak ribuan tahun yang lalu. Kekuatan filsafat Cina mendasari pola dan ragam tingkah-laku masyarakat Cina hingga kini. Masyarakat Cina mulai mengonsumsi produk-produk budaya populer dengan kehadiran fasilitas internet, TV kabel, keleluasaan transaksi antar benua, dan sebagainya. Penelitian ini menyoroti dinamika budaya politik Cina Iewat artefak budaya, yaitu badges dan suvenir Mao Zedong dalam konteks ideologi sampai dengan negara, masyarakat, Mao, dan globalisasi. Suvenir Mao dilihat sebagai salah satu fenomena dan entry untuk melihat konteks budaya politik Cina dan masyarakat Cina dari dulu sampai sekarang, sebagai suatu evolusi dari badges ke suvenir. Jadi, budaya menjadi alat politis dan suvenir Mao menjadi budaya, atau hegemoni ideologis."
2007
T37239
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahadjeng Pulungsari Hadi
"Du Fu adalah seorang penyair yang hidup pada masa dinasti Tang. Ia seorang realis dan menganut ajaran Konfusianis. Pada periode kehidupannya, dinasti Tang tengah mengalami kegoncangan politik, akibat tibanya serangan suku barbar. Selain itu, pemerintah juga tengah menjalankan Sistim Ujian Negara untuk menyaring kader-kader pejabat. Karena sistim ini mengutamakan penguasaan bidang sastra, maka tak dapat diingkari, bahwa masa ini melahirkan banyak sastrawan yang secara luas dapat menyalurkan ilhamnya. Du Fu termasuk diantara penyair-penyair kenaman di jaman keemasan tersebut. Karyanya menggambarkan keadaan negara dan banyak bersinggungan dengan masalah sosial. Berdasarkan pengamatan karya-karyanya, maka penulis memilih untuk rnengambil topik 'aspek sosial' dari sajak-sajak Du Fu. Kehidupannya yang tak dapat dikatakan bahagia, telah menuntunnya untuk menciptakan karya-karya yang realis, sehingga dapat memberi gambaran pada pembaca akan situasi saat itu dan dapat membiarkan pembaca untuk lebih jauh lagi menelusuri tapak-tapak sejarahnya. Du Fu, juga mencipta didampingi ajaran Konfusianis yang dianutnya. Hal ini dapat dilihat dari karya-karyanya yang membawa nafas Konfusianis. Berdasarkan hal ini Pula, penulis membahas masalah Konfusianisme dalam sajak-sajak Du Fu. Sehubungan dengan banyaknya penyair kenamaan yang hadir pada masa itu, maka tidak adil rasanya bila tidak menyinggung karya-karya mereka, disamping karya Du Fu. Sajak-sajak Li Bai, Wang Wei dan Bai Juyi, turut penulis hadirkan pada skripsi ini, agar dapat diperbandingkan kekhasan masing-masing. Du Fu, begitu nyata memperlihatkan aspek sosial pada hampir setiap karyanya. Negara, tanah air, rakyat, dan kehidupan masyarakat membaur dalam satu kesatuan kalimatnya dan tersusun dalam baris sajaknya yang indah."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S12974
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahadjeng Pulungsari Hadi
"ABSTRACT
Menglongshi or misty poetry (also translated as obscure poetry) is one kind of Chinese poems created by young poets who experienced the Cultural Revolution in 1970s. The emergence of a new style of poetry which is different from the previous styles marked a new era of poetry writing in China. its uniqueness lies in wordplay, metaphor, synesthesia, and symbols whose meanings cannot be easily identified. The misty poem also drew the cautious attention of the Chinese government, because the symbols and sequence of sentences were suspected to contain thoughts which are considered not in accordance with the government's policies. Bei Dao and Gu Cheng were known as two of the most important misty poets. This paper analyzes two poems by Bei Dao and two poems by Gu Cheng in terms of their intrinsic elements, such as imagery and language style in order to interpret their meaning. Furthermore, in order to provide more supporting evidence, this research also analyzes the poems extrinsic elements to identify their respective meanings in a more comprehensive way. Therefore, the explanation for the occurrence of Cultural Revolution is a very important finding in this research. This study sought to explain the important role of misty poems in explaining the Cultural Revolution by examining Bei Dao and Gu Cheng's works."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
907 PJKB 8:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rahadjeng Pulungsari Hadi
"Di era globalisasi ini, peranan Tiongkok di dunia internasional semakin diperhitungkan. Selain muncul dengan kekuatan ekonominya, Tiongkok juga memanfaatkan kekuatan budayanya untuk mengadakan pendekatan dengan negaranegara lain. Pendekatan yang dikenal sebagai diplomasi kebudayaan ini selain dilakukan secara langsung, juga dapat melalui berbagai media sebagai perantaranya. Salah satu media yang dimanfaatkan oleh pemerintah RRT untuk melakukan diplomasi kebudayaan terhadap Indonesia adalah melalui media radio. Pada 2010, radio resmi pemerintah RRT, China Radio International CRI atau Zhongguo Guoji Guangbo Diantai bekerja sama dengan radio swasta Elshinta 90 FM untuk menyiarkan beragam topik dalam dimensi budaya, ekonomi, sosial, politik.
Siaran yang ditujukan untuk audiens Indonesia tersebut dibawakan dalam bahasa Indonesia, dan di antaranya membahas aspek-aspek terkait hubungan Tiongkok-Indonesia. Pengamatan terhadap siaran CRI program 'Lentera' periode 2011-2013 menghasilkan pemetaan 164 seratus enam puluh empat topik siaran. Setelah melakukan kategorisasi dan seleksi topik, kajian ini melakukan analisis intertekstual terhadap kata-kata kunci, konteks, tujuan eksplisit, kepentingan, konektor audiens dari siaran-siaran terseleksi tersebut. Berdasarkan hasil analisis, kajian ini menemukan strategi-strategi diplomasi kebudayaan yang dijalankan RRT untuk audiens Indonesia melalui media radio CRI.

In this era of globalization, the role of China in the international world is increasingly significant. Beside its economic power, China is also using its cultural strength to make approaches with other countries. This approach, known as cultural diplomacy, that not only done directly, but also through various media as its intermediary. One of the media used by PRC government to do cultural diplomacy to Indonesia is throughbroadcast media. In 2010, China Radio International CRI or Zhongguo Guoji Guangbo Diantai was collaborating with Elshinta 90 FM private radio to broadcast a variety of topics in cultural, economic, social, political dimensions.
The broadcasts that aimed for Indonesian audiences were in Indonesian, with topics that were related to the China Indonesia relationship. Observations of the 2011 2013 CRI program's called Lentera had resulted mappings of 164 one hundred and sixty four broadcast topics. After categorizing and selecting those topics, this study performs an intertextual analysis of key words, contexts, explicit objectives, audience connectors of the selected broadcasts. Based on the results of the analysis, this study finds cultural diplomacy strategies that China conducts for Indonesian audience through CRI.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
D2284
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library