Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rani Agias Fitri
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3125
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Agias Fitri
"Merokok merupakan suatu aktivitas yang sudah tidak asing lagi dalam masyarakat kita. Kebiasaan merokok tersebut telah berlangsung sejak lama, yaitu sejak ditemukannya kenikmatan menghisap tembakau di abad lima belas oleh penjelajah Eropa (Sarafino, l998) Semakin lama jumlah perokok menjadi semakin bertambah banyak. Merokok telah memberikan imej-imej yang menarik dan kenikmatan bagi para perokok. Adanya imej kenikmatan yang dapat diperoleh dengan merokok telah mendorong para wanita untuk turut merokok. Kenikmatan merokok menyebabkan wanita perokok sulit melepaskan diri dari kebiasaan merokoknya Banyak wanita yang merasa dirinya berada dalam tekanan terus menerus baik di rumah maupun di tempat kerja Mereka percaya kecemasan, stres, dan perasaan marah serta frustasi dapat diredakan atau dikurangi dengan merokok. Wanita yang telah tergantung pada rokok cenderung mempercayai bahwa mereka tidak dapat mengatasi hal-hal semacam itu tanpa merokok. (WHO, 1992). Meskipun telah mencoba berhenti merokok, tetapi sering kali usaha tersebut gagal dilakukan Jika sempat berhenti merokok, biasanya mereka akan merokok lagi.
Salah satu faktor yang tampaknya mendorong wanita perokok untuk berhenti adalah adanya dampak merokok pada kesehatan. Jika mereka hamil dan terus merokok maka bayinya akan lahir dengan berat badan yang rendah. Selain itu dapat juga terjadi aborsi secara spontan, kematian janin, dan kematian saat lahir. (Kaplan, Salis, & Patterson; 1993). Pengaruh rokok akan terus dirasakan seiring dengan perkembangan anak, terutama saat anak balita. Anak balita mudah mengalami gangguan kesehatan, karena kekebalan tubuhnya belum terbentuk secara sempurna. Asap rokok yang mengandung racun akan membahayakan kesehatan mereka, terutama membuat saluran pernapasannya terganggu (Kaplan, Salis, & Patterson; 1993).
Mempunyai anak balita yang sakit karena terlalu banyak menghirup asap rokok akan membuat wanita perokok merasa bersalah. Hal tersebut tampaknya telah menimbulkan konflik. Di satu sisi mereka menyadari merokoknya dapat berdampak buruk pada kesehatan anaknya, tetapi disisi lain mereka sulit berhenti merokok karena telah mengalami ketergantungan. Menurut Whalen (2005), perasaan bersalah terjadi ketika seseorang merasa bertanggung jawab telah melakukan suatu hal yang salah. Ketika seseorang merasa bersalah ia akan merenungkan apa yang telah dilakukannya, mengkritik dirinya sendiri, dan merasa menyesal. Perasaan bersalah yang muncul biasanya akan mengakibatkan bergejolaknya perasaan khawatir, cemas, gelisah, dan tegang (Fischer &, Tangney, 1995). Guna mengatasi perasaan bersalahnya, secara aktif seseorang akan mencari cara agar dapat mengontrol konsekuensi dan tindakannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapat penjelasan mengenai gambaran perasaan bersalah akibat perilaku merokok pada ibu yang memiliki anak balita.
Tujuan tersebut dapat dicapai dengan mengetahui bagaimana terbentuknya perilaku merokok pada ibu perokok yang memiliki anak balita, bagaimana terjadinya perasaan bersalah dan bagaimana mengatasi perasaan bersalah akibat perilaku merokok pada ibu yang memiliki anak balita. Hasil penelitian pada tiga orang ibu perokok yang memiliki anak balita menunjukkan bahwa terbentuknya perilaku merokok karena problem emosional dan sosialisasi. Merokok dilakukan untuk mengatasi emosi negatif yang berhubungan dengan lawan jenis, membantu memperoleh emosi yang positif dan sebagai kebiasaan tanpa adanya motif positif dan negatif lainnya. Terjadinya perasaan bersalah karena subyek menyadari perilaku merokoknya tidak bagus dan akan berdampak buruk pada anaknya. Ketika merasa bersalah mereka menjadi cemas, khawatir, takut, dan mengkritik serta menyalahkan dirinya sendiri. Perasaan bersalah yang dirasakan akan mendorong mereka untuk tidak merokok di dekat anak dan berniat berhenti atau mengurangi merokoknya. Hal tersebut merupakan upaya mereka untuk mengurangi perasaan bersalahnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Agias Fitri
"Teori need to belong dan gap informasi kurang tepat digunakan untuk menjelaskan terjadinya keingintahuan sosial sehingga diperlukan teori lain yang lebih tepat, yaitu Terror Management Theory (TMT). Dalam TMT, keingintahuan sosial berperan sebagai mekanisme penahan kecemasan kematian karena memberikan proteksi berupa dimilikinya rasa keabadian simbolik biososial. Dilakukan dua studi dengan partisipan berusia 18 sampai 59 tahun untuk membuktikan peran keingintahuan sosial ini. Studi 1 merupakan penelitian korelasional, yang didasari gap penelitian tentang arah hubungan kecemasan dengan keingintahuan. Hasil studi 1 menunjukkan kecemasan interaksi sosial, fobia sosial, dan kecemasan kematian dapat memprediksi keingintahuan sosial dengan arah positif. Studi 2 merupakan penelitian eksperimental, yang didasari oleh hipotesis saliensi mortalitas dalam TMT. Hasil studi 2 menunjukkan bahwa saliensi mortalitas dapat meningkatkan keingintahuan sosial yang bertujuan mewujudkan keabadian simbolik biososial. Penelitian ini berhasil mengatasi gap teoretis dalam menjelaskan mekanisme terjadinya keingintahuan sosial. Keingintahuan sosial berkontribusi terhadap kesehatan mental karena menjadi sarana coping terhadap kecemasan.

The need to belong and the information gap theory are not sufficient to explain the occurrence of social curiosity. Hence, we need another theory which is more suitable, namely the Terror Management Theory (TMT). In TMT, social curiosity acts as a coping mechanism against death anxiety because social curiosity creates a sense of biological symbolic immortality for those who can fulfill it. Two studies were conducted with participants aged 18 to 59 years to prove the role of social curiosity. Study 1 was a correlational study, which was based on a gap in our knowledge about the direction of the relationship between anxiety and curiosity. The results of study 1 showed that social interaction anxiety, social phobia, and death anxiety can predict social curiosity in a positive direction. Study 2 was an experimental study, which was based on the mortality salience hypothesis in TMT. The results of study 2 showed that mortality salience can increase social curiosity which aims to realize biosocial symbolic immortality. This study succeeded in overcoming the theoretical gap in explaining the mechanism of social curiosity. Social curiosity contributes to mental health by being a means of coping with anxiety."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library