Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratnayani
Abstrak :
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai ekspresi sitoglobin (Cygb) dan kaitannya dengan stres oksidatif dalam darah dan jaringan otak penderita strok hemoragik. Penelitian bersifat observasional laboratorik dan pengambilan sampel berdasarkan metode consecutive sampling. Sampel berasal dari darah dan jaringan otak penderita strok hemoragik yang menjalani operasi kraniotomi di rumah sakit Cipto Mangunkusumo dan rumah sakit di sekitarnya. Terhadap darah dan jaringan otak ini dilakukan analisis ekspresi mRNA Cygb, protein Cygb, aktivitas spesifik katalase (CAT) dan kadar MDA. Dalam penelitian ini digunakan darah subyek normal sebagai kontrol. Pengukuran ekspresi mRNA Cygb dilakukan dengan menggunakan real time RT-PCR Mini Opticon (BioRad), pengukuran kadar protein Cygb dilakukan dengan metode ELISA, aktivitas CAT diukur menggunakan metode Aebi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat peningkatan ekspresi mRNA Cygb jaringan otak 1.24 kali dibandingkan darah penderita strok hemoragik dan peningkatan ekspresi mRNA Cygb darah penderita strok hemoragik 6.15 kali terhadap darah kontrol. Selain itu juga terjadi peningkatan kadar protein Cygb plasma penderita strok hemoragik dibandingkan plasma kontrol dan peningkatan secara signifikan kadar protein Cygb jaringan otak penderita strok hemoragik dibandingkan plasmanya. Pada jaringan otak penderita strok hemoragik juga terjadi peningkatan signifikan aktivitas spesifik katalase dibandingkan plasmanya. Peningkatan Cygb dan aktivitas spesifik CAT pada jaringan otak kemungkinan disebabkan oleh karena perannya sebagai radical scavenger dalam mengatasi stres oksidatif yang terjadi akibat strok hemoragik.
ABSTRACT
The study on expression of cytoglobin (Cygb) and its relation to oxidative stress in brain and blood of hemorrhagic stroke patients has been done. This is a laboratory observational study with consecutive sampling method. Blood and brain tissue from hemorrhagic stroke patients who underwent craniotomy surgery at Cipto Mangunkusumo hospitals and nearby hospitals are used as samples. The expression of Cygb mRNA and protein, specific activity of catalase and MDA level were measured in blood and brain tissue as parameters. The blood from normal subjects are used as a control. Cygb mRNA expression was analyzed using real time RT-PCR Mini Opticon (BioRad), Cygb protein are determined using ELISA method and specific activity of catalase are measured using Aebi method. The results showed that expression of Cygb mRNA in brain tissue was increased 1.24 folds compared to blood in hemorrhagic stroke patients and expression of Cygb mRNA in patient’s blood was increased 6.15 folds compared to control blood. There was also an increase of plasma Cygb proteins of hemorrhagic stroke patients compared to control plasma and significantly increased level of Cygb proteins in hemorrhagic stroke patients compared to its plasma. The specific activity of catalase in brain of hemorrhagic stroke patient was also significantly increased compared to its plasma. It is suggested that increasing expression of Cygb and specific activity of catalase in brain tissue is caused by its activity as a radical scavenger to overcome oxidative stress present in hemorrhagic stroke.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T59179
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnayani
Abstrak :
Latar belakang dan tujuan: Area kumuh identik dengan permasalahan gizi pada anak. Salah satunya adalah masih terdapatnya anak pendek di daerah tersebut. Perawakan pendek dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya dikarenakan oleh dysbiosis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi mikrobiota pada anak pendek dan tidak pendek di daerah kumuh di Jakarta serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode: Penelitian ini menggunakan desain comparative cross sectional study yang dilakukan di RW 9 dan 11, Kelurahan Kebon Bawang, Jakarta Utara. Subjek dalam penelitian ini adalah 21 anak pendek (HAZ £ -2SD) dan 21 anak tidak pendek (-1SD £ HAZ £ 3SD) usia 2-5 tahun. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik subjek dan keluarga, riwayat cara lahir, riwayat asi eksklusif, riwayat sakit serta higiene dan sanitasi. Selain itu juga dilakukan pengumpulan asupan zat gizi melalui Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ). Analisis mikrobiota dilakukan dengan mengekstraksi DNA dari feses subjek kemudilan dilakukan sekuensing 16S rRNA menggunakan Next Generation Sequencing (NGS). Analisis bioinformatika dilakukan untuk membandingkan komposisi mikrobiota pada kedua kelompok. Uji Manova dan korelasi Spearman dilakukan untuk menganalisis kaitan antara faktor-faktor dan asupan zat gizi dengan komposisi mikrobiota. Hasil: Berdasarkan asupan zat gizi, pada kelompok anak pendek, asupan energi, zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak) dan zat gizi mikro (Zn dan Fe) lebih rendah dibandingkan anak yang tidak pendek. Pada kelompok anak pendek terdapat kecenderungan jumlah anak yang dilahirkan secara Caesar lebih banyak, yang memiliki riwayat sakit lebih banyak, konsumsi air minum air isi ulang lebih banyak dan yang tidak mencuci tangan sebelum makan lebih banyak dibandingkan kelompok anak tidak pendek. Dilihat dari komposisi mikrobiota, terdapat perbedaan komposisi mikrobiota pada kedua kelompok, baik pada tingkat genus maupun spesies. Pada kelompok pendek terdapat kelimpahan yang lebih tinggi pada genus Mitsuokella and Alloprevotella serta spesies Providencia alcalifaciens. Sedangkan pada kelompok tidak pendek terdapat kelimpahan lebih tinggi pada genus Blautia, Lachnospiraceae, Bilophila, Monoglobus dan spesies Akkermansia municiphila, Odoribacter splanchnicus and Bacteroides clarus. Perbedaan komposisi mikrobiota ini dipengaruhi oleh riwayat cara kelahiran, riwayat ASI eksklusif, sumber air minum, sumber air untuk aktivitas lain, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan serta asupan energi, makronutrient dan mikronutrient. Kesimpulan: Secara umum kelimpahan mikrobiota yang bersifat patogen pada anak pendek lebih tinggi dibandingkan kelompok tidak pendek. Hal ini dipengaruhi oleh asupan zat gizi serta faktor-faktor lainnya. Faktor-faktor yang berpengaruh ini dapat diterapkan oleh anak pendek di daerah kumuh sebagai upaya perbaikan status gizi. ......Background and objective: Slum areas are identic with nutritional problems in children including stunted children. Incidence of stunted can be caused by various factors, one of which is dysbiosis. This study aims to analyze the microbiota composition of stunted and non-stunted children in Jakarta slum areas and related contributing factors. Method: This study used a comparative cross-sectional study design which was conducted in RW 9 and 11, Kebon Bawang Village, North Jakarta. The subjects in this study were 21 stunted children (HAZ£-2SD) and 21 non-stunted children (-1SD£HAZ£3SD) ages 2-5 years. The data collected included subject and family characteristics, mode delivery history, exclusive breastfeeding history, history of illness and hygiene and sanitation. In addition, nutrient intake was also collected through the Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ). Microbiota analysis was performed by extracting DNA from the subject's feces and then 16S rRNA sequencing using Next Generation Sequencing (NGS). Bioinformatics analysis was performed to compare the composition of the microbiota in the two groups. Manova test and Spearman correlation were performed to analyze the association between factors and nutrient intake with gut microbiota composition. Results: Based on nutrient intake, in the stunted children, energy intake, macronutrients (carbohydrates, protein, and fat) and micronutrients (Zn and Fe) were lower than non-stunted children. In the stunted group there was a tendency for the number of children born by Caesarean section to be higher, to have a higher history of illness, to consume more refillable drinking water and not to wash their hands before eating than non-stunted group. There were differences in the composition of the microbiota in the two groups, both at the genus and species levels. In the stunted group there were higher abundance in the genera Mitsuokella and Alloprevotella and the species Providencia alcalifaciens. Whereas in the stunted group there was a higher abundance in the genera Blautia, Lachnospiraceae, Bilophila, Monoglobus and the species Akkermansia municiphila, Odoribacter splanchnicus and Bacteroides clarus. Conclusion: In general, the abundance of pathogenic microbiota in stunted children was higher than in the non-stunted children. This is influenced by nutrient intake and other factors. These influencing factors can be applied by stunted children in slum areas as an effort to improve nutritional status.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library