Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raymond Surya
"Pada tahun 2007, stroke menyebabkan kematian sebanyak 135.952 jiwa di dunia dan merupakan penyebab kematian nomor tiga di Amerika Serikat (AS). Di Indonesia, stroke menyerang 35,8% penduduk usia lanjut dan 12,9% penduduk usia produktif. Setelah sembuh dari stroke, 70% pasien menderita gejala sisa, seperti hemiplegia, kesulitan bicara, dll. Untuk mengatasi gejala sisa, biasanya diberikan agen nootropik yaitu pirasetam. Di samping harganya mahal, pirasetam memiliki berbagai efek samping seperti gelisah, vertigo, gangguan pola tidur, serta gangguan aliran darah. Salah satu terapi alternatif yaitu dengan menggunakan tanaman herbal (Acalypha indica Linn dan Centella asiatica). Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui efek neuroterapi dari kombinasi ekstrak akar kucing (Acalypha indica Linn) dan ekstrak pegagan (Centella asiatica) pada neuron hipokampus tikus Sprange Dawley pascahipoksia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain eksperimental dengan 5 kelompok perlakuan yaitu (1) kontrol negatif (akuades); (2) kontrol positif (pirasetam); (3) 150 mg ekstrak akar kucing (AK)+150 mg ekstrak pegagan(P); (4) 200 mg ekstrak AK+150 mg ekstrak P; (5) 250 mg ekstrak AK+150 mg ekstrak P. Setelah itu, dilakukan penghitungan 500 buah jumlah sel pada girus dentatus eksternal berdasarkan kategori sel normal, kondensasi, dan piknotik. Hasilnya diuji dengan menggunakan One Way Anova karena variabel bebas (kelompok perlakuan) berjenis kategorik dan variabel terikat (jumlah sel) berjenis numerik. Hasil uji One Way Anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna diantara kelompok sel normal (p=0.001), sel kondensasi (p=0.002), serta sel piknotik (p=0.043). Berdasarkan uji Post Hoc, kombinasi 200 mg AK+150 mg ekstrak P memiliki efek yang hampir sama dengan pemberian pirasetam (p=0.001).

Stroke is the third leading causes in USA. In Indonesia, stroke attacked 35.8% elderly and 12.9% productive age population. Recovering from stroke, 70% of patients suffered from sequel symptoms such as hemiplegic, speech difficulty, etc. To overcome these symptoms, giving nootropic agent (piracetam) is recommended. Apart from expensive price, piracetam have several side effects namely anxiety, vertigo, sleeping pattern disorder, and also bloodstream disorder. One of alternative therapy used herbal medicine (Acalypha indica Linn dan Centella asiatica). This research is conducted to obtain neural therapy effect of extract Acalypha indica Linn 200 mg mixed with extract Centella asiatica 150 mg on improvement Sprange Dawley rat’s hippocampus neuron after hypoxia. This experimental study used five treatment groups: (1) negative control (aquadest); (2) positive control (piracetam); (3) extract Acalypha indica Linn (AI) 150 mg + extract Centella asiatica (CA) 150 mg; (4) extract AI 200 mg + extract CA 150 mg; (5) extract AI 250 mg + extract CA 150 mg. Afterwards, we performed calculation on 500 cells consisted of normal, condensation cells, and pyknotic cells along external dentatus gyrus. The results were tested using One Way Anova due to independent variables (treatment groups) is categorical type and dependent variables (cells count) is numerical type. The test resulted that there are significant difference between normal cells (p=0.001), condensation cells (p=0.002), and pyknotic cells (p=0.043). Post hoc test revealed that combinations of extract AI 200 mg with extract CA 150 mg have similar effect showed by piracetam (p=0.001)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raymond Surya
"Latar belakang: Setiap tahun, lebih dari 135.000 orang di bawah usia 45 tahun didiagnosis kanker. Deteksi dan penatalaksanaan yang baik pada pasien kanker membuat angka harapan hidup meningkat. Kemajuan teknologi di bidang preservasi fungsi reproduksi menjawab permasalahan fungsi reproduksi pada pasien kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pengetahuan, sikap, dan perilaku dokter yang melayani pasien kanker mengenai preservasi fungsi reproduksi.
Metode: Studi deskriptif dengan metode potong lintang dilaksanakan di RSUD tipe D di Jakarta dan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sejak 1 November 2017 hingga 31 Agustus 2019. Penelitian ini melibatkan dokter yang melayani pasien kanker. Kami mengeksklusi jika kuesioner tidak lengkap atau tidak dikembalikan kepada peneliti. Penelitian ini dimulai dari translasi, validasi kuesioner, hingga pengambilan subjek penelitian. Data ditampilkan secara deskriptif. Penelitian ini sudah lolos kaji etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan nomor 926/UN2.F1/ETIK/2017.
Hasil: Sebagian besar dokter umum, spesialis, dan subspesialis yang berpartisipasi dalam penelitian ialah 26-30 tahun (65,4%), 31-35 tahun (70,4%), dan 31-40 tahun (53%). Dokter umum paling mengetahui fertilisasi in vitro dengan preservasi beku embrio (12,1%). Dokter spesialis paling mengetahui preservasi beku sperma (25,4%). Sementara itu, dokter subspesialis paling mengetahui fertilisasi in vitro dengan preservasi beku embrio, preservasi beku sperma, dan penanganan sebelum tatalaksana kanker (pre-treatment) dengan agonis GNRH (seperti suntikan depot leuprolide) dengan presentase 13%. Preservasi kesuburan sebagai prioritas penting pada pasien kanker yang baru didiagnosis paling banyak menunjukkan sikap positif dari dokter umum (72,0%), dokter spesialis (73,3%), dan dokter subspesialis (100%). Dokter umum paling banyak memiliki perilaku untuk merujuk pasien yang memiliki pertanyaan tentang kesuburan ke spesialis fertilitas (44,4%). Dokter spesialis (54,9%) maupun dokter subspesialis (67%) paling banyak menunjukkan perilaku untuk mediskusikan kemungkinan dampak kondisi pasien dan/ atau penanganan terhadap kesuburan mereka di masa mendatang.
Kesimpulan: Preservasi fungsi reproduksi yang paling diketahui dokter umum berbeda dengan dokter spesialis maupun subspesialis. Sikap positif baik pada dokter umum, spesialis, dan subspesialis sama. Perilaku pada dokter umum berbeda dengan dokter spesialis dan subspesialis.

Introduction: More than 135,000 people under 45 years old diagnosed cancer annually. Good detection and management of cancer patients increases the quality of life. Technology advancement in fertility preservation is the answer for cancer patients. This study aims to determine knowledge, attitude, and practice of practitioners providing health cancer patients about fertility preservation.
Methods: Descriptive study with cross-sectional study was conducted in type D government hospital and Dr. Cipto Mangunkusumo hospital in Jakarta between 1st November 2017 and 31st August 2019. This study involved practitioners providing cancer patients. We excluded whether incomplete questionnaire or not submitted to author. Data were described descriptively. It has been verified by ethical committee of Medical Faculty Universitas Indonesia under 926/UN2.F1/ETIK/2017.
Results: Most of general practitioners, specialists, and subspecialists participated in this study were 26-30 years old (65.4%), 31-35 years old (70.4%), and 31-40 years old (53%); respectively. General practitioners knew in vitro fertilization (IVF) with embryo cryopreservation (12.1%) at most. Specialists knew most widely sperm cryopreservation (24.5%). Meanwhile, subspecialists knew IVF with embryo cryopreservation, sperm cryopreservation, and cancer pre-pretreatment with GnRH agonist (such as leuprolide injection) with percentage of 13%. Positive attitude of fertility preservation as important priority on cancer patients was showed among general practitioners (72.0%), specialists (73.3%), and subspecialists (100%). General practitioners mostly referred patients to fertility specialist (44.4%). In the meantime, specialists (54.9%) and subspecialists (67%) discussed the possibility of patient condition and/ or treatment to fertility in future at most.
Conclusion: The knowledge of fertility preservation is different among general practitioners, specialists, and subspecialists. Positive attitudes among them were similar. Practice between general practitioners and specialists also subspecialists was different.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library