Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Resita Sehati
"Latar belakang: Obesitas dan sindrom metabolik (SM) yang terjadi pada usia dini akan menjadi faktor risiko diabetes melitus tipe 2 dan penyakit jantung koroner. Prevalens SM meningkat secara paralel dengan peningkatan obesitas. Penelitian mengenai SM pada anak dan remaja sangat terbatas.
Tujuan: Mengetahui prevalens SM pada remaja obes usia 12-16 tahun dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
Metode: Sebuah penelitian potong lintang pada tiga sekolah menengah pertama negeri di Jakarta yang dipilih secara purposive sampling (remaja dan obes). Dilakukan pengukuran antropometri, tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium darah. Diagnosis SM ditentukan sesuai kriteria International Diabetes Federation (IDF), yaitu lingkar pinggang > persentil 90 menurut usia dan jenis kelamin, dan memenuhi > 2 kriteria sebagai berikut: trigliserida > 150 mg/dl, HDL > 40 mg/dl, glukosa darah puasa > 100 mg/dl atau terdiagnosis diabetes melitus tipe 2 (DMT2), tekanan darah > 130/85 mmHg. Penyakit kardiovaskular atau DMT2 orangtua, riwayat diabetes pada ibu selama kehamilan, bayi berat lahir rendah (BBLR), pola makan tinggi lemak dan gula, aktivitas sedentari, orangtua obes, dan pajanan asap rokok diduga meningkatkan kejadian SM. Data diolah dengan tes Pearson atau Fisher untuk menentukan faktor-faktor yang memengaruhi dan angka kejadian SM ditampilkan dalam prevalens.
Hasil: Prevalens obes pada penelitian ini adalah 5,9%. Penelitian dilakukan pada 95 subyek obes usia 12-16 tahun. Sebanyak 35,8% subyek memiliki IMT >p95-p97 dan 64,2% memiliki IMT >p97, semuanya telah mengalami pubertas. Prevalens SM adalah 15,8% dan meningkat hingga 21,3% pada kelompok super-obes. Terdapat perbedaan bermakna prevalens SM pada kedua kelompok IMT (p=0,048). Hipertrigliseridemia dan kadar HDL rendah adalah kriteria diagnosis terbanyak pada remaja obes dengan SM. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara faktor-faktor yang memengaruhi terhadap kejadian SM. Simpulan: Prevalens SM pada penelitian ini 15,8% dan meningkat hingga 21,3% pada remaja super-obes. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara faktor-faktor yang memengaruhi dengan kejadian SM. Dislipidemia adalah perubahan metabolik yang paling sering dijumpai pada remaja obes dengan SM.

Background: Obesity and metabolic syndrome (MS) beginning in childhood lead to a substansial risk for type 2 diabetes mellitus and coronary heart disease. Prevalence of MS increases accordingly with the incidence of obesity. The study of the MS among children and adolescents were limited.
Aim: The purpose of this study is to define the prevalence and factors that affect the incidence of MS among obese adolescents.
Methods: A cross-sectional study selected by purposive sampling was conducted on three junior high school in Jakarta. The anthropometric, blood pressure, lipid profile, and glucose serum level from venous blood sample were taken. The definition of MS was made according to criteria of IDF. Parental history of cardiovascular disease or type 2 diabetes mellitus, history of maternal diabetes during pregnancy, low birth weight, high-fat and sugar diet, sedentary lifestyle, obese parents, and cigarette smoke expossure are considered as the factors affected the incidence of MS. Pearson or Fisher test was used to determine the factors that affect MS and the prevalence of MS were described as descriptive data.
Results: Prevalence of obese were 5.9%. A total of 95 subjects with median age 12-16 years, were enrolled into the study. All subjects were obese, and 64.3% of them were superobese (BMI >p97 for age and sex). The prevalence of MS was 15.8% and increased to 21.3% among superobese group. There was a significant difference in the prevalence of MS in obese and super-obese (p = 0.048). Hypertriglyceridemia and low HDL levels are the diagnostic criteria found the most in MS subjects. There was no significant association between factors affecting MS.
Conclusion: The prevalence of MS was 15.8% and increased to 21.3% among superobese. There was no significant association between factors affecting MS in adolescents. Dyslipidemia is the most common metabolic change in obese adolescents with MS."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Resita Sehati
"Latar Belakang: Gangguan pernapasan memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada neonatus. Saat ini rontgen toraks merupakan modalitas yang dianggap sebagai standar emas untuk mendiagnosis penyakit paru pada gangguan pernapasan. Namun pemeriksaan ini mengandung radiasi yang dapat meningkatkan kejadian kanker pada neonatus di kemudian hari. Lung ultrasound (LUS) merupakan modalitas non-invasif yang terus berkembang dalam mengevaluasi kelainan paru, khusunya pada neonatus. Pemeriksaan ini tidak mengandung radiasi, mudah dioperasikan, dan hasil yang real-time. Meskipun LUS menunjukkan banyak manfaat, penggunaannya masih belum dikenal secara luas, terutama di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui gambaran LUS pada neonatus dengan gangguan pernapasan berdasarkan hasil rontgen toraks.
Metode: Penelitian potong lintang deskriptif yang dilakukan di Unit Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sebanyak 69 neonatus dengan gangguan pernapasan yang didiagnosis berdasarkan klinis dan rontgen toraks dimasukkan dalam penelitian ini. Pemeriksaan LUS dilakukan secara bedside menggunakan transduser linear frekuensi tinggi (5-18 MHz). Toraks dibagi menjadi 6 regio yang terdiri dari anterior atas, anterior bawah, dan lateral kanan dan kiri.
Hasil: Terdapat 69 subjek yang ikut serta pada penelitian ini, terdiri dari 53 neonatus prematur dan 16 neonatus cukup bulan dengan rentang usia 2 jam hingga 38 hari. Hasil pemeriksaan rontgen toraks terdiri dari 26 subjek dengan respiratory distress syndrome (RDS), 20 subjek dengan infiltrat, 11 subjek dengan pneumonia, 6 subjek dengan transient tachypnea of the newborn (TTN), 3 subjek dengan efusi pleura, dan 2 subjek masing-masing dengan meconium aspiration syndrome (MAS), atelektasis, dan pneumotoraks. Terdapat 2 subjek dengan hasil rontgen toraks normal, namun pada LUS memperlihatkan gambaran abnormal yaitu ditemukan pleura abnormal, B-lines, double lung point, dan konsolidasi. Abnormalitas pleura dan konsolidasi ditemukan pada RDS, pneumonia, infiltrat, dan MAS. B-lines ditemukan pada RDS, TTN, pneumonia, infiltrat, dan MAS. Double lung point hanya ditemukan pada TTN. Quad sign sebagai penanda efusi pleura ditemukan pada TTN dan pneumonia. Konsolidasi yang berbatas jelas disertai air bronchogram statis dan lung pulse hanya ditemukan pada atelektasis. Absent lung sliding, lung point dan stratosphere sign hanya ditemukan pada pneumotoraks. Kesimpulan: LUS merupakan modalitas pencitraan non-invasif yang dapat digunakan dalam membantu menegakkan diagnosis gangguan pernapasan pada neonatus.
.....Background: Respiratory distress has high morbidity and mortality rates in neonates. Chest X-ray is a modality considered the gold standard for diagnosing lung diseases in respiratory distress. However, this examination uses ionizing radiation that can increase the incidence of cancer in the future. Lung ultrasound (LUS) is a non-invasive modality that has rapidly developed in recent years in evaluating lung abnormalities, especially in neonates. This examination contains no radiation, easy to operate, and results are real- time. Although LUS shows many benefits, its use is still not widely known, especially in Indonesia.
Objective: To determine the LUS sign in neonates with respiratory distress based on chest X-ray.
Method: Descriptive cross-sectional research conducted at the Perinatology Unit of the Department of Pediatrics, Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. A total of 69 neonates with respiratory distress diagnosed on a clinical and chest X-ray were included in the study. LUS were performed at bedside using a high-frequency linear transducer (5-18 MHz). The thorax is divided into 6 regions consisting of the upper anterior, lower anterior, and right and left lateral. Results: There were 69 subjects who participated in this study, consisting of 53 premature neonates and 16 full-term neonates with an age range of 2 hours to 38 days. The results of the chest X-ray consisted of 26 subjects with respiratory distress syndrome (RDS), 20 subjects with infiltrates, 11 subjects with pneumonia, 6 subjects with transient tachypnea of the newborn (TTN), 3 subjects with pleural effusion, and 2 subjects with meconium aspiration syndrome (MAS), atelectasis, and pneumothorax. There were 2 subjects with normal chest X-ray, but showed abnormal LUS sign, consisting of abnormal pleura line, B-lines, double lung point, and consolidation. Abnormal pleura line and consolidation are found in RDS, pneumonia, infiltrates, and MAS. B-lines are found in RDS, TTN, pneumonia, infiltrates, and MAS. Double lung point is only found in TTN. Quad sign as a marker of pleural effusion is found in TTN and pneumonia. Clearly bounded consolidation accompanied by static air bronchogram and lung pulse is found only in atelectasis. Absent lung sliding, lung point and stratosphere sign are found only in pneumothorax.
Conclusion: LUS is a non-invasive imaging modality that can be used to help diagnose respiratory disorders in neonates."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library