Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Riva Mahfuzhah Saphira
"Peralihan hak atas saham dalam perseroan terbatas melalui jual beli yang tidak dilakukan sesuai dengan prosedur peralihan hak atas saham dalam UUPT berpeluang menimbulkan berbagai permasalahan, salah satunya pembayaran atas saham yang tidak terpenuhi. Untuk itu, dalam perumusan akta jual beli saham diperlukan klausul-klausul yang dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada para pihak sehingga dapat mengurangi peluang terjadinya konflik, seperti pembayaran atas saham yang tidak diperoleh penjual. Penelitian ini membahas mengenai konstruksi hukum yang termuat dalam akta jual beli saham yang dapat melindungi kepentingan penjual dalam hal pembeli tidak melakukan pembayaran dan sejauh mana pertanggungjawaban dari notaris dalam hal pembeli tidak melakukan pembayaran dalam jual beli saham, dengan mengangkat kasus dalam Putusan No. 105/PDT.G/2021/PN JKT.SEL. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan tipe penelitian preskriptif. Hasil penelitian diperoleh bahwa konstruksi hukum dalam akta jual beli saham yang dapat melindungi kepentingan penjual dalam hal pembeli tidak melakukan pembayaran adalah dengan merumuskan klausula yang memuat unsur subjek hukum, objek hukum, harga dan cara pembayaran, penyerahan objek jual beli, dan penyelesaian sengketa, dengan merujuk pada Pasal 1457 dan Pasal 1513 KUHPerdata. Notaris dalam membuat akta jual beli saham harus saksama dengan memastikan bahwa jual beli saham telah sesuai dengan ketentuan peralihan saham dalam UUPT, syarat sah perjanjian, dan unsur pokok jual beli dalam KUHPerdata. Dalam hal adanya unsur ketidakcermatan notaris dalam pembuatan akta maka notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban secara administratif karena tidak menjalankan jabatannya sebagaimana Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN, namun mengenai pembayaran yang tidak dipenuhi oleh pembeli bukan menjadi tanggung jawab notaris karena notaris hanya dapat dimintakan pertanggungjawaban terbatas pada kewajiban menjalankan jabatannya sesuai ketentuan UUJN yang tidak terpenuhi dengan baik.
Unfulfilled payment of shares are one of the problems that might arise when a limited company’s shares are transferred through a transaction that are not carried according to the shares transfer procedure in UUPT. Due to this, clauses regarding payment of shares should be included in the act of sale of shares to reduce the possibility of conflict and afford legal certainty and protection to both parties in case the payment of shares does not fulfilled. The issues raised in this thesis pertain to the legal construction contained in the act of sale of shares that can protect the seller's interests in the event that the buyer fails to make payment and the notary's liability in the event that the buyer fails to make payment in the sale of shares, through the discussion of the case in Decision Number 105/PDT.G/2021/PN JKT.SEL. This research uses doctrinal research methods with prescriptive types. The results of this research obtained that the legal construction in act of sale of shares that can guarantee the interests of the seller in the event that the buyer defaults, by having clauses that covers the elements of the subject of the sales, the object of the sales, the amount and payment method, the object’s handover, and the dispute resolution by referring to Articles 1457 and 1513 of KUHPerdata. Notary should proceed the shares selling cautiously and ensure that the transaction complies to UUPT’s regulation, agreement’s legal conditions, and the elements of sale of purchase in KUHPerdata. Notary should be responsible in terms of not performing their duties according to Article 16 Paragraph 1 (a) of UUJN, but in terms of the buyer failed to make payment, they shall not be held liable because notary can only be claimed liable in terms of not properly fulfilled their obligations according to UUJN."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Riva Mahfuzhah Saphira
"Penelitian ini membahas mengenai penggunaan Dekstrometorfan yang merupakan produk turunan Morfin, dimana telah terdapat inkonsistensi terhadap legalitas penggunaannya dalam obat batuk. Obat Legalization batuk yang mengandung Dekstrometorfan yang merupakan produk turunan Morfin dapat menimbulkan efek mabuk apabila dikonsumsi dengan dosis berlebih. Sehingga, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mengeluarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Nomor HK.04.1.35.06.13.3534 Tahun 2013 tentang Pembatalan Izin Edar Obat yang Mengandung Dekstrometorfan Sediaan Tunggal untuk melakukan penarikan izin edar terhadap obat batuk tersebut. Kemudian, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI kembali mengeluarkan peraturan, yakni Peraturan BPOM No. 28 Tahun 2018 tentang Pedoman Obat – Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan dengan tujuan untuk pengawasan yang lebih ketat. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan penggunaan zat Dekstrometorfan dengan benar. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif serta data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan wawancara. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlu adanya kepastian hukum terhadap legalitas dari penggunaan obat batuk tersebut yang mengandung Dekstrometorfan untuk mencegah terjadinya inkonsistensi terhadap penerapan regulasi serta terjadinya penarikan izin edar, dimana pengkajian dapat dilakukan dengan menggunakan teori serta peraturan hukum yang berlaku selama tidak bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi. Penarikan izin edar obat batuk pada dasarnya dapat berdampak pada masyarakat yang mengalami sakit batuk kering karena dapat mengganggu hak atas kesehatannya, sehingga perlu ketegasan dalam penerapan kebijakan oleh pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI terhadap penggunaan Obat Batuk yang mengandung Dekstrometorfan untuk dapat mencapai tujuan dari hukum kesehatan.
This study discusses the use of Dextrometorphan which is the derivative product of Morphine, where an inconsistencies has occur in the legality of its use in cough medicine. Cough medicine that contains Dextrometorphan which is the derivative product of Morphine can cause hangover due to excess doses consumption. This has caused Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI released Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Nomor HK.04.1.35.06.13.3534 Tahun 2013 tentang Pembatalan Izin Edar Obat yang Mengandung Dekstrometorfan Sediaan Tunggal to withdraw the distribution permit of the cough medicine. Then, BPOM RI again released another regulation namedly Peraturan BPOM No. 28 Tahun 2018 tentang Pedoman Obat – Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan for the purpose of a stricter monitoring. This study aims to describe the correct use of Dextrometorphan. The research method that used is judicial-normative, the research type is descriptive, and the data being obtained from literature studies and interviews. This study shows that there is a need for legal certainty regarding the legality of this medicine to prevent an inconsistencies in the application of the regulations and its distribution permit withdrawal. The study can be carried out using theories and applicable legal regulations as long as not conflicted with the higher legal rules. The withdrawal can basically gave an impact towards the right to health of the people with dry cough. So, BPOM RI should be firm in the application of the policies to achieve the goals of health law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library