Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ryan Muthiara Wasti
"Penelitian ini membahas tiga pokok permasalahan: Pertama, bagaimana bentuk pengaturan kuota sebelum dan sesudah dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008. Kedua, implikasi dari putusan MK tersebut terhadap jumlah perempuan di DPR dan Ketiga, bentuk pengaturan yang ideal untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di DPR. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif.
Pembahasan dimulai dari adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 yang telah mengatur kuota perempuan dan sistem ziper sebagai pendukung pengaturan kuota yaitu Pasal 214. Pada tahun 2008 putusan Mahkamah Konstitusi membatalkan pasal tersebut sehingga menimbulkan perdebatan di berbagai kalangan.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa keterwakilan perempuan tidak hanya dipengaruhi oleh pengaturan di dalam undang-undang, tetapi juga dapat ditingkatkan dengan pendidikan politik, pengaturan internal partai politik, sistem pemilu yang digunakan, district magnitude dan party magnitude. Pengaturan kuota sudah diatur di dalam Undang-Undang Partai Politik dan Undang-Undang Pemilihan Umum namun perlu pengaturan lebih lanjut yaitu di dalam Undang-Undang Dasar dan di dalam peraturan perundang-undangan dengan menambahkan pengaturan kuota kursi di DPR serta pemberian sanksi.

This study is based on three main issues, that is: First, how is the form of rule before and after the decision issuance of the constitutional court number 22-24/PUU-VI/2008. Second, the implication of this decision on the number of women in parliament, and the third, how is the form of the ideal rule to increase number of women in parliament. The method of this study is yuridis normative.
The discussion starts from Law Number 12 year 2003 and Law Number 10 year 2008 that have regulated about women quota and zyper system as supporting of this regulation that is article 214. In 2008, Constitutional Court made decision to cancel this article hence the debate in some groups.
The result of this study shows that the number of women in parliament is not only influenced by quota regulation but it can be increased by other ways such as: political education, internal regulation in politic party, election system, district magnitude and party magnitude. Quota regulation has regulated in Law for Politcal Party and Law for General Election, however this quota needs other regulation such as in constitution and legislation by adding quota regulation in parliament and sanctions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45253
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Muthiara Wasti
"Indonesia mengakui eksistensi masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya di dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Salah satunya adalah lembaga perwakilan masyarakat adat yang memperlihatkan nilai-nilai tradisional yang masih hidup hingga sekarang. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa belum sepenuhnya mengakomodir nilai-nilai adat di setiap daerah terutama perwakilan adat di Nagari Minangkabau. Oleh sebab itu, terdapat dua pokok permasalahan: Pertama, kedudukan dan kewenangan lembaga perwakilan adat dalam struktur pemerintahan nagari di Minangkabau dan Undang-Undang tentang Desa dan Kedua, konsep ideal mengenai lembaga perwakilan adat di Indonesia.
Analisis dilakukan dengan menggunakan teori hukum tata negara adat karena memiliki kaitan erat dengan nilai-nilai ketatanegaraan Indonesia yang diikuti dengan penerimaan terhadap keberadaan adat yang lahir dari sebuah persekutuan hukum dan memiliki ciri khas tersendiri. Selain itu, dilakukan perbandingan pengaturan masyarakat adat di Amerika Serikat, Australia, Kamerun dan China. Kesimpulan adalah lembaga perwakilan adat nagari belum sepenuhnya terakomodir dalam Undang-Undang tentang Desa sehingga dibutuhkan sebuah pengaturan ideal untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat adat nagari di Minangkabau terutama dalam unsur keanggotaan, metode pemilihan dan kedudukan dan kewenangan dari lembaga perwakilan adat tersebut. Untuk itu, diperlukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dalam hal pengaturan mengenai desa adat yang dapat dibandingkan dengan negara lain yang lebih mempunyai pengaturan dan perlakuan terhadap desa adat di negarannya seperti di AS, Kamerun, RRC dan Australia.

Indonesia acknowledges the existence of indigenous law communities along with their traditional rights in Article 18 of the Indonesian 1945 Constitution. One of these institution is the traditional people representatives that embrace traditional values that lives up to the present. Law Number 6 of 2014 on Villages have not fully accommodated tradition values that exists in the respective regions, particularly the traditional representation in Nagar Minangkabau. As such, there are two issues: the position and authority of traditional representative institutions within the governance structure of nagari in Minangkabau and the Village Law; and, secondly, the ideal regulation on traditional representative institutions in Indonesia.
The analysis is conducted using the theory of traditional constitutional law as it bears close relation to Indonesia's state constitutional values followed by acceptance of the diversity of customs that arise from an amalgamation of laws that have their own characteristics. Additionally, a comparison is carried out as regards regulations that govern indigenous communities in the United State, Australia, Cameroon, and China. The conclusion is that the nagari indigenous representative institution is not fully accommodated in the Village Law and thus an ideal regulatory instrument to accommodate the need of the nagari indigenous community in Minangkabau, among others membership, method of election and the position and authority of the indigenous representative institution.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46631
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Muthiara Wasti
"Abstrak
Dalam susunan ketatanegaraan Indonesia DPD menjadi lembaga perwakilan
yang mengemban tugas untuk mengakomodir kepentingan daerah dalam
keputusan politik. Keberadaannya yang sangat penting ternyata tidak diiringi
dengan semangat pengaturan yang tegas dalam peraturan perundang-undangan
di Indonesia. Hal ini terlihat dari kedudukan dan fungsi DPD yang lebih lemah
dibandingkan dengan DPR. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Susunan, Kedudukan dan Fungsi MPR, DPR, DPD dan DPRD yang
merupakan perubahan terbaru dari undang-undang Susduk sebelumnya pun
ternyata tidak dapat menjawab kebutuhan akan pengaturan yang lebih
signifikan mengenai fungsi perwakilan DPD sendiri. Kajian ini menggunakan
metode hukum normatif dan dilakukan secara kualitatif (qualitative research)
dengan menganalisis peraturan perundang-undangan dan literatur hukum
lainnya untuk menjelaskan pentingnya dan betapa signifikannya fungsi
perwakilan dari DPD terhadap keberlangsungan kemajuan daerah di Indonesia"
Jakarta: Badan Penerbit FHUI, 2017
340 JHP 47:4 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library