Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sad Dian Utomo
Abstrak :
Penerapan kebijakan otonomi daerah meialui pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 yang diharapkan meningkalkan kualitas pelayanan dan partisipasi masyarakat belum mencapai tujuan yang diharapkan. Kualitas peiayanan publik yang disediakan oleh pemerintah dinilai belum memenuhi kebutuhan masyarakat yang tercermin dari keluhan yang disampaikan warga masyarakat. Kondisi ini terjadi di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Kota Semarang. Sayangnya, keluhan yang disampaikan masyarakat melaiui kotak saran atau saluran Iainnya belum direspon dengan baik oleh penyelenggara peiayanan publik. Padahai keluhan ini merupakan bagian dari partisipasi masyarakat dalam rangka memperbaiki kuaiitas pelayanan. Berkaitan dengan itu, Pemerintah Kota Semarang membentuk unit penanganan pengaduan yang disebut Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan Pubiik atau disingkat P5 sebagai instrumen partisipasi masyarakat daiam peiayanan publik dengan cara menampung dan menindaklanjuti keluhan dari masyarakat. Namun keberadaan P5 masih periu dibuktikan, apakah benar dapat menjadi instrumen partisipasi masyarakat yang diandalkan dan dapat digunakan untuk memperbaiki pelayanan publik. Berangkat dan latar beiakang tersebut, maka permasalahan daiam penelitian ini dirumuskan sebagai berikul: bagaimanakah proses penanganan pengaduan masyarakat yang dilakukan oleh P5? Seberapa jauh tingkat partisipasi masyarakat terakomodasi di P5 ? Faktor-faktor apa saja yang menentukan efektivitas P5 ? Upaya-upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelayanan pubiik di Kota Semarang ? Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian dilakukan melaiui pendekatan kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa Studi Iiteratur, wawancara dan pengamatan. Kerangka teori yang digunakan adalah teori tangga partisipasi yang dikemukakan oleh Amslein dan yang dikembangkan oleh Bums, Hamblelon & Hogget. Dari hasil penelitian terlihat bahwa sebagian besar stakeholder memandang positif dan menilai P5 cukup efektif. Sementara itu dengan membandingkan instrumen partisipasi itu dengan teori ladder of citizen participation dari Amslein dan teori ladder of citizen empowerment dari Bums, Hamblelon & Hoggel dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi warga masyarakat belum mencapai titik ideal yaitu kontrol masyarakat. Pencapaian tingkat partisipasi dan efektivitas P5 itu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kepemimpinan, regulasi alau peraturan, kewenangan P5, peran civil sociely, informasi dan momentum partisipasi. Untuk meningkalkan efektivitas P5 sebagai instrumen partisipasi masyarat itu, diperlukan sejumlah upaya yaitu perlunya pemeliharaan kepemimpinan yang akomodatif, memperjelas kewenangan P5, penumbuhan kultur civil society, peningkatan sosialisasi dan peningkatan momentum partisipasi.
Local autonomy, being effective by the issuance of Act no 22/1999 on Regional Government and later by Act no 32/2004, is applied to improve service quality to people and citizen participation. However, this objective is not yet achieved. Public service quality delivered by government does not yet meet people's needs. lt is reflected by public complaint on service they receive. lt occurs in many parts of Indonesia, including in Semarang City. Yet public complaint, sent via Suggestion Box and other means, does not receive good respond from public senrice provider. This is a undesirable situation, because public complaint is a part of citizen participation which is important for service quality improvement. Therefore, Semarang Municipal established public complaint unit as an instrument of citizen participation. This unit is called Public Service Complaint Handling Center (P5). This unit collects and follows up public complaints. However, its existence is still in question, whether or not it serves as a reliable instrument of citizen participation and eventually, oi public service quality improvement. From this point, this research attempted to answer these questions: how does P5 handle public complaints? How much citizen participation is accommodated by P5? What are key factors of P5 effectiveness? What can be done to improve citizen participation in public service quality improvement in Semarang? This research used qualitative approach by applying data collection method of : literature study, interview and observation. Ladder of citizen participation theory, invented by Bums, Hambleton and Hogget, was applied in this research. Research findings show that most stakeholders regard P5 works quite effectively. However, it P5 performance is compared with ladder of citizen participation (of Amstein) and ladder of citizen empowerment (Bums, Hambleton & Hogget) theories, it is concluded that citizen participation level has not yet reached ideal point, namely citizen control. Success in achieving ideal participation level and P5 effectiveness is infiuenced by these factors: leadership, regulation, P5 authority, civil society role, information and participation momentum. Improving P5 effectiveness in its rote as citizen participation instrument needs various efforts, such as: aocommodative feadership, derinite authority of P5, thriving civil society culture, disseminated information, and improved participation momentum.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22030
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sad Dian Utomo
Abstrak :
Selama 40 tahun terakhir, kecamatan mengalami perubahan seiring perubahan kebijakan mengenai pemerintahan daerah. Perubahan kebijakan makro ini memerlukan penyesuaian pada tingkat organisasi dan operasional. Namun belum direspon baik oleh Pemerintah Pusat, dan gamang dalam memosisikan kecamatan, dengan tidak jelasnya bentuk organisasi kecamatan, camat diberi tugas urusan pemerintahan umum yang merupakan kewenangan kepala wilayah, dan tidak ada pedoman pengukuran kinerja kecamatan. Timbul masalah konseptual, yaitu bagaimana memosisikan kecamatan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, apakah bagian unit kewilayahan yang diperluas perannya melalui desentralisasi dalam kota (Norton, 1994); unit yang menjalankan fungsi tertentu dalam rangka dekonsentrasi (Leemans, 1970); ataukah dipandang tidak relevan lagi dalam pengelolaan kota terpadu (Smith, 1985)? Hal ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian, yaitu: bagaimana dinamika kelembagaan kecamatan, mengapa itu terjadi, dan bagaimana kelembagaan kecamatan diposisikan. Penelitian ini menggunakan teori desentralisasi, pemerintahan daerah, pemerintahan wilayah, dan kelembagaan sebagai panduan. Penelitian ini menggunakan pendekatan konstruktifis dengan teknik kualitatif melalui studi kasus di Kecamatan Cikulur, Tulakan, Jatiuwung dan Bubutan. Hasil penelitian memperlihatkan dinamika kelembagaan kecamatan lebih banyak disebabkan faktor eksogen daripada endogen. Selanjutnya, dilakukan reposisi kelembagaan kecamatan dalam tiga model, yaitu model kelembagaan kecamatan kawasan perkotaan, perdesaan dan hybrid. ......Local government has changed sub-district status over 40 years. This macro policy alters operations and organization. The Central Government must improve, and placing the sub-district is giddy. The sub-district head manages regional government and does not assess performance. Then a conceptual problem arises: how to position the sub-district in local government administration—as part of a local government unit whose role is expanded through decentralization within cities (Norton, 1994), as a unit that performs specific functions in deconcentration (Leemans, 1970), or as a unit no longer relevant in integrated city management (Smith, 1985). This is formulated in research questions, namely: how are the dynamics of sub-district institutions in the administration of local government, why does it happen, and how are sub-district institutions positioned? Rebuilding sub-district institutions needs knowing their dynamics and causes. Decentralization, local self-governance, local state government, institutional theory, and institutional dynamics drive this research. Four sub-districts—Cikulur, Tulakan, Jatiuwung, and Bubutan—are studied using constructivist case studies. The research found that exogenous factors caused the sub-district institutional dynamics more than endogenous ones. Three models—urban, rural, and hybrid—reposition sub-district institutions.
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sad Dian Utomo
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S8463
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sad Dian Utomo
Abstrak :
Abstract. Citizen participation is a manifestation of people empowerment, an effort to improve people’s ability in decision making, as well as an attempt to control society’s own future. Local government in Semarang is aware of such urgency of participation and thus establishes the Center of Public Service Complaint Management (CPSCM) as an institution to coordinate, implement, and manage people’s complaints of public service. This research uses qualitative approach with Amstein’s ladder of citizen participation, and Burns, Hambleton & Hogget’s ladder of citizen empowerment as the main theories. This research aims to analyze factors that influence the effectiveness of CPSCM as an instrument of citizen participation in public service; as well as to create an alternative solution to improve citizen participation. The research shows that there are five factors influencing the effectiveness of CPSCM, i. e. accommodative leadership particularly that of Semarang City’s mayor; local constitution and regulation; the role of civil society, mainly non-governmental organizations; and special events. This research also suggests some alternative solutions to improve citizen participation, such as: socializing the existence of CPSCM and establishing more transparent management of complaints; involving Local Representative Council to gain stronger legality of CPSCM; thoroughly evaluating the contribution of CPSCM for society and the government; encouraging more academic study on such complaints management institution.
AIPRD-LOGICA, 2008
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library