Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sandra Fikawati
"Target cakupan ASI eksklusif oleh Depkes RI sebesar 80% masih sulit dilaksanakan. Berbagai studi menunjukkan cakupan ASI eksklusif di Indonesia masih sangat rendah. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan ASI eksklusif. Penelitian ini bertujuan untuk menggali berba-gai faktor predisposisi, pemungkin, dan pendorong yang berhubungan dengan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan ASI eksklusif di Puskesmas Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Disain studi adalah studi kualitatif dengan 14 informan yaitu ibu bayi yang berusia >6-24 bulan yang dibagi berdasarkan keberhasilan pelaksanaan ASI eksklusifnya. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan dilakukan triangulasi sumber data mencakup bidan puskesmas dan suami serta triangulasi analisis oleh pakar. Pendidikan, pengetahuan, dan pengalaman ibu adalah faktor predisposisi yang berpengaruh positif terhadap keberhasilan ASI eksklusif, sedangkan IMD adalah faktor pemungkin yang kuat terhadap keberhasilan ASI eksklusif. Dari segi faktor pendorong, dukungan tenaga kesehatan penolong persalinan paling nyata pengaruhnya dalam keberhasilan pelaksanaan ASI eksklusif. Di sisi lain, iklan susu formula di media massa ternyata mempengaruhi keberhasilan ASI eksklusif terutama pada ibu yang berpendidikan rendah. Disarankan untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang pelaksanaan ASI eksklusif khususnya pada saat antenatal care dan bukannya setelah persalinan. Perlu ditegakkan aturan ketat ik-lan susu formula baik di media massa maupun kampanye terselubung melalui tenaga kesehatan penolong persalinan."
Depok: Fakultas Ilmu kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
613 KESMAS 4:3 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Fikawati
"Salah satu upaya penting yang sedang ditempuh oleh pemerintah untuk mempercepat penurunan AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian Bayi) di Indonesia adalah dengan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang antara lain dilakukan melalui penempatan bidangdi desa (BDD). Studi ini merupakan studi kuantitatif dengan rancangan potong lintang (cross sectional) yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kesediaan BDD untuk bekerja dan tinggal di desa di Kabupaten Tanggerang. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli 2003 dengan populasi penelitian adalah seluruh BDD yang bertugas di Kabupaten Tanggerang pada bulan tersebut. Data dikumpulkan melalui kuesioner self-administered yang telah di ujicoba. Dari total 196 BDD yang ada di kabupaten Tanggerang terkumpul data sebanyak 120 BDD atau 61.2%. Ditemukan bahwa status perkawinan, lama kerja, keinginan untuk melanjutkan pendidikan, lokasi tempat keja suami, dukungan masyarakat dan dukungan puskesmas merupakan faktor-faktor yang secara signifikan berhubungan dengan kesediaan BDD untuk bekerja dan tinggal di desa. Faktor lama masa bekerja, keinginan melanjutkan pendidikan, lokasi tempat kerja suami dan dukungan puskesmas merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kesediaan BDD untuk tetap bekerja dan tinggal di desanya. Faktor-faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam rangka mempertahankan keberadaan BDD di desa. Pemerintah baik pusat maupun daerah, lembaga profesional dan institusi akademik harus bekerja sama untuk mencegah menurunnya jumlah BDD.

Factors Related to Willingness of Village Midwifes to Work and to Stay in the Village in Tangerang District, Banten Province Year 2003. One important effort that has been implemented by the Government of Indonesia to accelerate the reduction of MMR (Maternal Mortality Rate) and IMR (Infant Mortality Rate) in Indonesia is narrowing the distance between health care services and community including placement of village midwives (BDD). This study is a cross-sectional quantitative study aimed to investigate factors related to the willingness of BDDs to work and stay in the villages of Tangerang District. Data were collected in July 2003 from 120 BDDs (among a total of 196 BDDs in Tangerang District or 61.2%) through self-administered questionnaires. The study found that marital status, length of work, motivation to continue study, location of husband?s work, community support, and community health center?s support were factors significantly related to BDD willingness to work and stay in the village. The most dominant factors were length of work, motivation to study again, location of husband?s work, and health center support. Those factors are to be considered if BDD is going to be sustained in the village. Government, both central and local, and professional institution such as Indonesia Midwives Association and academic institution should collaborate to prevent the attrition of BDD from villages where their existence is mostly needed."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; Ikatan Bidan Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Fikawati
"Berat lahir bayi, khususnya bayi dengan berat badan lahir rendah, merupakan masalah gizi intergenerasi yang akan mempengaruhi kualitas kesehatan sepanjang daur kehidupan seorang manusia. Diet vegetarian dianggap berisiko karena konsumsi makannya yang terbatas dikhawatirkan dapat menyebabkan rawan terjadinya defisiensi zat gizi. Penelitian dengan desain retrospektif ini bertujuan mengetahui hubungan antara status gizi ibu hamil vegetarian (indeks masa tubuh/IMT prahamil dan kenaikan berat badan hamil) dengan berat lahir bayi pada kelompok vegetarian di DKI Jakarta.
Sampel adalah 85 anak berumur 1 bulan-5 tahun yang dipilih secara purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata IMT prahamil sebesar 20,2 kg/m2 (±3,2 kg/m2), kenaikan berat badan hamil 15,5 kg (±6,4 kg) dan berat lahir bayi 3212 g (±417,7 g). IMT prahamil dan kenaikan berat badan hamil berhubungan signifikan dengan berat lahir bayi vegetarian. Tidak ada hubungan antara IMT prahamil dan kenaikan berat badan hamil.
Berdasarkan analisis multivariat ditemukan bahwa variabel yang berhubungan dengan berat lahir bayi adalah IMT prahamil, asupan protein, vitamin B12, Fe, Zn, dan jenis kelamin. Disarankan agar ibu vegetarian dapat memperoleh informasi mengenai pentingnya status gizi prahamil, kenaikan berat badan hamil yang optimal, serta menjaga kecukupan asupan protein, vitamin B12, Fe dan Zn selama hamil.

Infant?s birth weight, especially low birth weight (LBW), are intergenerational issues that will affect the cycle of life. Vegetarian diets are at risk because limited food consumption could cause nutrient deficiencies. This retrospective study aims to determine the relationship between maternal nutritional status (pre-pregnancy body mass index (BMI) and weight gain during pregnancy) and infant?s birth weight among vegetarians in Jakarta.
The total sample of 85 children aged 1 month to 5 years was selected purposively. Results showed that the mean of pre-pregnancy BMI of vegetarian mothers is 20.2 kg/m2 (±2.2 kg/m2), pregnancy weight gain is 15.5 kg (±6.4 kg) and infant?s birth weight is 3212 gs (±417.7 gs). Pre-pregnancy BMI and pregnancy weight gain were significantly associated with infant?s birth weight of vegetarians. There is no relationship between pre-pregnancy BMI and pregnancy weight gain.
Multivariate analysis found that pre-pregnancy BMI, protein, vitamin B12, iron, and Zn intakes and sex has relationship with infant?s birth weight. It is recommended that vegetarian mothers should get information about the importance of pre-pregnancy nutrition, optimal pregnancy weight gain, and maintaining adequate intake of protein, vitamin B12, iron, and Zn during pregnancy.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Fikawati
"Di Indonesia, pencapaian target Air Susu Ibu (ASI) eksklusif 80% terlihat terlalu tinggi karena tren ASI eksklusif justru menurun. Tujuan dari artikel ini adalah mengkaji implementasi dan kebijakan ASI eksklusif dan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Indonesia secara deskriptif berdasarkan studi-studi yang ada. Kebijakan, yaitu Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 237/1997, PP No. 69/1999, Kepmenkes No. 450/2004, dianalisis menggunakan pendekatan konten, konteks, proses dan aktor serta kerangka kerja koalisi advokasi. Hasil kajian implementasi menunjukkan masih rendahnya pemberian ASI eksklusif di Indonesia dan masih kurang optimalnya fasilitasi IMD. Kebijakan ASI eksklusif belum lengkap dan komprehensif, IMD belum masuk secara eksplisit dalam kebijakan. Analisis kerangka kerja koalisi advokasi mengonfirmasi lemahnya aspek sistem eksternal dan subsistem kebijakan dalam penyusunan kebijakan ASI eksklusif. Disarankan agar kebijakan ASI eksklusif yang ada segera diperbarui supaya relevan dari segi konten, konteks, proses dan aktor, harus memasukkan unsur IMD secara eksplisit, dan harus disusun mencakup unsur sanksi dan reward serta monitoring dan evaluasi sebagai upaya penguatan implementasi kebijakan di masyarakat.

In Indonesia, the Ministry of Health has set an Exclusive Breast Feeding [EBF] target of 80%, which is considered as unrealistic, especially where the current trend of EBF is showing a decline. The aim of this paper is to review the implementation and the policy of EBF and Early Initiation of breastfeeding (EI) in Indonesia based on existing studies. The policy, as stated in Kepmenkes No. 237/1997, PP No. 69/1999, and Kepmenkes No. 450/2004, was analysed using content, context, process and actor models, and triangulated by an advocacy coalition framework. Review on implementation shows that EBF practice in Indonesia is still very low and midwives have not been facilitating EI optimally. Policies on EBF are not complete and not comprehensive. EI has not been included explicitly and several aspects of policy content should have been updated. The advocacy coalition framework analysis confirms the findings of earlier analysis by emphasizing weaknesses in the external system as well as policy sub-system in the development of EBF policy. It is suggested to update and renew the existing EBF policy as to be more relevant in terms of content, context, process, and actor. An EBF policy should always include an Early Initiation component. The new policy should also include sanction, reward, and monitoring and evaluation to strengthen the implementation of the policy in community."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Fikawati
"ABSTRAK
Pola konsumsi vegetarian menunjukkan peningkatan popularitas yang signifikan. Indonesia Vegetarian Society mencatat peningkatan pesat jumlah anggotanya dari 5.000 orang (1998) menjadi 500.000 (2010). Ibu vegetarian dikuatirkan memiliki status gizi prahamil yang lebih rendah dan berisiko memiliki outcome kehamilan yang rendah yaitu status gizi bayi lahir dan cadangan lemak ibu untuk menyusui rendah. Studi ini bertujuan menganalisis pengaruh vegetarian dan nonvegetarian terhadap status gizi ibu, durasi ASI predominan, dan pertumbuhan bayi selama periode 0-6 bulan. Studi dengan desain kohort longitudinal dilakukan di lima kota di Indonesia (Jakarta, Surabaya, Pontianak, Palembang dan Pekanbaru) dengan populasi vegetarian usia subur terbanyak. Sejumlah 85 ibu-bayi berhasil diikuti selama 6 bulan postpartum.. Berdasarkan data 24 HR food recall, ibu vegetarian secara bermakna mengkonsumsi energi, protein, dan lemak lebih rendah namun karbohidrat lebih tinggi dibandingkan ibu nonvegetarian. Dalam hal zat gizi mikro, ibu vegetarian mengkonsumsi vitamin B12 dan Zn lebih rendah secara signifikan dibandingkan ibu nonvegetarian. Konsumsi saat laktasi pada kedua kelompok signifikan lebih rendah daripada konsumsinya saat hamil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa vegetarian tidak mempengaruhi durasi ASI predominan. Konsumsi energi ibu laktasi mempengaruhi durasi ASI predominan pada kelompok nonvegetarian. Secara keseluruhan tidak ada perbedaan IMT postpartum kedua kelompok selama 6 bulan (p value=0,306), tetapi setelah dikontrol durasi ASI predominan (24 minggu) ada perbedaan bermakna (p value=0,047) pada penurunan BB ibu postpartum. Pada kelompok vegetarian faktor yang paling mempengaruhi IMT ibu postpartum adalah IMT postpartum 0 bulan (bulan ke-1 dan ke-2) dan IMT prahamil (bulan ke-3 hingga ke-6), sedangkan pada kelompok nonvegetarian adalah IMT postpartum 0 bulan (bulan ke-1 hingga ke-5) dan durasi ASI predominan (bulan ke-6). Pertumbuhan BB bayi ibu vegetarian lebih tinggi dari nonvegetarian secara bermakna (p value=0,009), tetapi kedua kelompok memiliki PB yang tidak berbeda (p value=0,235). Setelah dikontrol durasi ASI predominan (24 minggu) tidak ada perbedaan pertumbuhan BB dan PB bayi pada kedua kelompok, namun weight loss ibu vegetarian lebih besar (p value=0,047). Faktor yang paling mempengaruhi BB bayi kelompok vegetarian adalah jenis kelamin bayi (bulan ke-1 sampai ke-6), dan pada kelompok nonvegetarian adalah BBL bayi (bulan ke-1 dan ke-2), jenis kelamin (bulan ke-3), dan IMT ibu postpartum 0 bulan (bulan ke-4 hingga ke-6). Faktor yang paling mempengaruhi pertumbuhan PB bayi kelompok vegetarian adalah jenis kelamin bayi (bulan ke-1 hingga bulan ke-5) dan PBL (bulan ke-6), pada kelompok nonvegetarian adalah PBL (bulan ke-1 hingga ke-4) dan jenis kelamin bayi (bulan ke-5 dan ke-6).
Hasil penelitian ini mendukung kebijakan pemberian ASI eksklusif 6 bulan, baik pada vegetarian dan nonvegetarian, dengan didukung program gizi dan konsumsi yang cukup pada periode laktasi. Penting menyebarluaskan informasi konsumsi energi dan zat gizi yang cukup pada masa laktasi serta peran aktif pemerintah untuk melakukan suplementasi energi dan zat gizi bagi ibu laktasi. Ibu vegetarian juga perlu mengkonsumsi suplemen zat gizi mikro seperti vitamin B12 dan Zn pada saat laktasi.

ABSTRACT
Numbers of vegetarian has increased significantly in recent years. Indonesia Vegetarian Society recorded an increase of its member from 5000 in 1998 to 500000 in 2010. Vegetarian mothers were known to have lower pre-pregnancy nutritional status and posing a greater risk to have lower pregnancy outcomes including lower nutrional status of infant at birth and lower maternal fat stores for lactation. This study aimed at analyzing the effect of vegetarian diet on maternal nutritional status, duration of predominant breastfeeding, and infant growth in the period of 0-6 months postpartum. This study is a longitudinal cohort design and conducted in five cities in Indonesia (Jakarta, Surabaya, Pontianak, Palembang and Pekanbaru) with high population of vegetarian childbearing age women. A number of 85 mother-infant pairs consisted of 42 vegetarian and 43 non-vegetarian were followed until 6 month postpartum period. Based on 24 HR food recall, vegetarian mothers consumed lower intakes of energy, protein, and fat but higher intake of carbohydrate. Vegetarian mothers had significant lower intakes of vitamin B12 and zinc. In both groups, nutrient intakes during lactation were significantly lower than intakes during pregnancy. This study shows that vegetarian diet had no influence on predominant breastfeeding duration, but among non-vegetarian mothers, energy intakes during lactation did affect duration of pre-dominant breastfeeding. Overall, no difference was found for 6 months postpartum BMI between the two groups (p value=0.306). However, after controlled by predominant breastfeeding of 24 weeks, significant difference was found for weight loss during postpartum period (p value=0.047). Among vegetarian mothers, the most influencing factor affecting maternal postpartum BMI was 0 month postpartum BMI (affecting BMI 1- and 2-month postpartum), and pre-pregnancy BMI (affecting BMI 3-month postpartum BMI onward). Among non-vegetarian mothers, the most influencing factor affecting maternal postpartum BMI was 0 month postpartum BMI (affecting BMI 1- to 5-month postpartum) and duration of predominant breastfeeding (affecting BMI 6-month postpartum). Weight growth of infants of vegetarian mothers was higher than that of non-vegetarian mothers (p value=0.009), but no difference was found for infant length growth (p value=0.235). After controlled by predominant breastfeeding of 24 weeks, the difference on infant growth were disappeared. However vegetarian mothers had significantly greater weight loss (p value=0.047). Among vegetarian mothers, the most influencing factor affecting infant weight was infant?s sex (affecting infant weight at month 1 to 6 after birth) while among non-vegetarian mothers was infant birthweight (affecting infant weight at month 1 and 2 after birth), infant?s sex (affecting infant weight at month 3 after birth), and maternal 0 month postpartum BMI (affecting infant weight at month 4 to 6 after birth). The most influencing factor affecting infant length among vegetarian mothers was infant?s sex (affecting infant length at month 1 to 5 after birth) and length at birth (affecting infant length at month 6 after birth), while among non-vegetarian mothers the most influencing factor was infant length at birth (affecting infant length at 1 to 4 after birth) and infant?s sex (affecting infant length at 5 and 6 month after birth.
Results of this study supports 6 months exclusive breastfeeding policy for both vegetarian and non-vegetarian, but necessitates nutrition and food consumption related programs during lactation period. It is important to spread information on the importance of adequate energy and nutrient intakes during lactation. Government should take an active role toward supplementation program for lactating mothers. Vegetarian mothers are to balance their diet during lactation period by taking micro-nutrient supplementation such as vitamin B12 and zi
"
2013
D1431
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Fikawati
Jakarta: Rajawali, 2015
613.2 SAN g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Fikawati
Depok: Career Development Center Universitas Indonesia, 2011
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Fikawati
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
PS-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Fikawati
"Situasi dan Permasalahan Asupan Energi Ibu Laktasi. Berbagai rekomendasi menunjukkan angka kecukupan gizi yang lebih tinggi untuk ibu laktasi dibandingkan ibu hamil. Kebutuhan gizi yang tinggi diperlukan untuk pemulihan kesehatan ibu setelah melahirkan, memproduksi ASI, menjaga kuantitas dan kualitas ASI agar pertumbuhan bayi optimal, dan menjaga tubuh ibu dari kekurangan gizi. Namun, penelitian menunjukkan bahwa asupan energi ibu saat laktasi justru signifikan lebih rendah dibandingkan saat hamil. Studi kualitatif ini bertujuan untuk menggali faktor yang berhubungan dengan penurunan asupan energi ibu laktasi. Penelitian dilakukan pada Maret-April 2013 terhadap informan ibu yang mempunyai bayi berusia >6 bulan dan dipilih secara purposif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab rendahnya asupan energi ibu laktasi adalah kurangnya pengetahuan dan sikap mengenai tingginya kebutuhan gizi saat laktasi, kesibukan ibu mengurus bayi sehingga membuat ibu merasa terlalu letih untuk masak dan makan, berkurangnya konsumsi susu dan suplemen, adanya pantangan makan, serta kurangnya informasi dari tenaga kesehatan mengenai jumlah kebutuhan gizi ibu laktasi. Diharapkan agar tenaga kesehatan bisa lebih optimal memberikan nasihat akan pentingnya konsumsi zat gizi yang cukup (jenis maupun jumlah), dan tidak adanya pantangan makan selama menyusui sejak kunjungan antenatal. Nasihat agar disampaikan juga kepada keluarga ibu agar mereka dapat membantu memfasilitasi ibu untuk menyusui.

Recommendations on the adequacy of nutrient intake indicate that lactating mothers have higher nutritional needs than do pregnant mothers. High nutrient intake is necessary to help mothers recover after childbirth, produce milk, and maintain the quantity and quality of breast milk. It also prevents maternal malnutrition. Research has shown, however, that the dietary energy consumption of mothers during lactation was significantly lower than that during pregnancy. The current study explored the factors associated with decreased nutritional intake during maternal lactation. The study was conducted in March?April 2013, and the subjects were mothers with infants aged >6 months. Results revealed that the factors causing low dietary energy consumption among breastfeeding mothers were poor nutritional knowledge and attitude toward high energy intake requirements during lactation, lack of time to cook and eat because of infant care, reduced consumption of milk and supplements, dietary restrictions and prohibitions, and suboptimal advice from midwives/health personnel. Beginning from the antenatal care visit, health personnel should conduct effective counseling on the importance of nutrient intake during lactation. Advice should be provided not only to mothers, but also to their families to enable them to thoroughly support the mothers as they breastfeed their infants."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Fikawati
"Menyusui eksklusif kurang dari 6 bulan berkontribusi terhadap 1,4 juta kematian bayi dan 10% angka kesakitan balita. Persepsi Ketidakcukupan Air Susu Ibu (PKA) yang memengaruhi kepercayaan diri untuk menyusui menjadi salah satu penyebab utama kegagalan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif di dunia. Salah satu faktor penyebab PKA adalah ketidakmampuan ibu hamil untuk mencapai kenaikan berat badan (BB) yang direkomendasikan sehingga ibu berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) dan memiliki cadangan lemak rendah untuk memproduksi ASI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi ibu dan PKA. Penelitian ini merupakan kajian terhadap 3 studi yang menganalisis di Kabupaten Karawang, Kecamatan Cilandak, dan Kecamatan Tanjung Priok pada tahun 2010 dan 2011. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang bermakna antara status gizi ibu dan PKA dengan odds ratio (OR) masing-masing 3,7 (1,470 _ 9,081); 3,9 (1,551 ? 9,832); dan 4,5 (1,860 ? 11,008). Disimpulkan bahwa PKA dialami oleh ibu menyusui yang selama hamil tidak mencapai kenaikan BB yang direkomendasikan menyebabkan ibu berhenti memberikan ASI eksklusif. Penemuan yang penting ini dapat digunakan untuk mengubah anggapan para pakar ASI dan masyarakat bahwa semua ibu, apapun kondisi status gizinya, mampu menyusui ekslusif. Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi penentu kebijakan untuk memerhatikan status gizi ibu menyusui.

Exclusive breastfeeding for less than 6 months contributed to the 1,4 million deaths of infants and 10% toddlers? morbidity. Perceived Insufficient Milk (PIM) became one of the main causes of exclusive breastfeeding failure in the world. PIM could occured by inability of pregnant women to achieve the recommended weight gain thus mothers have the risk of giving birth of low birth weight (LBW) infants and have low fat reserves to produce milk. Low production of breast milk will negatively affect the confidence of mothers to breastfeed. This study aimed to examine three studies that analyzed the relationship between maternal nutritional status and PIM. The study was conducted in three places Karawang district, Tanjung Priok subdistrict, and Cilandak sub district in 2010 and 2011. The results of this study showed significant associations between maternal nutritional status and PIM with odds ratio (OR) 3,7 (1,47 to 9,08); 3,9 (1,55 to 9,83); and 4,5 (1,86 to 11,01) respectively. It concluded that PIM was experienced by breastfeeding mothers whose maternal weight gain during pregnancy did not achieve the recommendation and caused the mother to stop exclusive breastfeeding. This discovery is important and useful to change the existing perception among
breastfeeding experts and communities all mothers, regardless their nutritional status, are able to breastfeed exclusively. The study is expected to provide input for policy makers to pay more attention to the nutritional status of breastfeeding mothers.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>