Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Santianna
"Tesis ini membahas mengenai praktek penyelesaian kredit bermasalah dengan tanah dan bangunan sebagai jaminan dengan mengambil contoh pada penyelesaian kredit bermasalah di Bank Bukupin cabang Padang (analisis putusan MA RI Nomor 1400/K/2001) dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan metode analisis kualitatif. Seiring dengan meningkatnya permintaan akan kebutuhan kredit, maka kreditor khususnya bank sebagai lembaga penyalur kredit harus benar-benar mengamankan kreditnya dengan jaminan yang memadai. Berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Besert Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, maka satu-satunya lembaga jaminan yang dapat dibebankan pada pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, adalah Hak Tanggungan. Dengan demikian, perjanjian kredit dengan tanah sebagai agunan wajib dibebankan dengan Hak Tanggungan. Lembaga Hak Tanggungan ini diharapkan memberikan jawaban untuk kelancaran eksekusi objek jaminan apabila debitor cidera janji. Namun dalam prakteknya kreditor tidak langsung membebankan Hak Tanggungan tersebut, sehingga Hak Tanggungan tersebut tidak pernah lahir. Seperti yang kita ketahui bahwa lembaga Hak Tanggungan mengatasi kekurangan jaminan umum yang diberikan oleh pasal 1131 KUHPerdata dimana disebutkan bahwa seluruh harta benda milik seseorang menjadi jaminan atas semua perikatan yang dibuatnya. Dengan demikian, kreditor yang tidak pernah memasang Hak Tanggungan adalah kreditor konkuren, untuk itu berlaku padanya hak-hak sebagai kreditor konkuren bukan kreditor preferen. Hak kreditor preferen dalam pasal 6 UU Hak Tanggungan adalah bahwa apabila debitor wanprestasi maka kreditor dapat melakukan penjualan barang jaminan atas kekuasaannya sendiri melalui pelelangan umum. Lain halnya dengan kreditor konkuren yang harus melewati acara perdata biasa yaitu melalui gugatan apabila debitor wanprestasi. Oleh karena itu, pembebanan Hak Tanggungan sangat penting sebagai syarat utama lahirnya Hak Tanggungan, yang memberikan kedudukan mendahulu (droit de preference) kepada kreditor pemegangnya, untuk menjamin keamanan kredit.

This thesis discuses about the settlement regarding bad debt with land as collateral in Bank Bukopin branch Padang ( MA RI Decision Number K/2001 dated 2 January 2003) using a normative juridical research methods qualitative analysis methods. Along with the increasing demand of credit needs, the the creditor, especially banks as lending institutions shall secure the with adequate collateral. Pursuant to Act Number 4 Year 1996 concerning Security Right upon Land and Objects relating to Land (Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah), the only security could be tied to the land right as to Act Number 5 Year 1960 concerning Rules of Agrarian Subjects (Undang-Undang Pokok Agraria) is Hak Tanggungan Security Right. Thus, with according to the law, any credit agreements with land as collateral shall be tied with Hak Tanggungan security. Security of Hak Tanggungan expected to ease the collateral (land) execution the debtor breach the contract. However, factually in the practise, the creditor of Hak Tanggungan do not register the security in its periode, thus the Security Right of Hak Tanggungan never been existed. As we all know that security Rights of Hak Tanggungan overcome the weakness of general security governed in article 1131 Indonesian Civil Codes which stipulates that all the of a person become guarantee for every contracts he made. All creditors never register his Security Rights of Hak Tanggungan called concurrent creditors, therefore they are treated as creditors concurrent not as secured or prefential creditors. One of the rights of preferential creditors as stipulated in article 6 Hak Tanggungan Security Act is in the event of default, the prefential creditors may enforce his rights to sell the security objects through auction without court execution. In the contrary the concurrent creditor must go thru general civil case by filing a complaint in the event of the debtor non performance. Overall, the registration of Hak Tanggungan/Security Right is very important as the main requirement of the birth of Hak Tanggungan/Security rights which grant a preference position (droit de preference) to the holder of Hak Tanggungan/Security to secure the credit."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28816
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Santianna
"Salah satu syarat dalam permohonan kepailitan adalah adanya jumlah minimal satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Dalam praktik perjanjian perbankan, telah lazim dikenal adanya klausul events of defaults yang menyatakan bahwa apabila debitor cidera janji maka saat itu pula seluruh utangnya menjadi jatuh waktu, dan dapat ditagih. Utang yang disebabkan oleh percepatan jatuh waktu utang atau accelerated maturity inilah yang kemudian menjadi masalah dalam praktek pengabulan permohonan pernyataan pailit di Pengadilan Niaga. Ada perbedaan di kalangan hakim mengenai konsep percepatan akselerasi jatuh waktu utang ini, sebagian ada yang mengakui,sebagian lagi tidak. Permasalahannya adalah apabila klausul accelerated maturity ini dikaitkan dengan syarat minimal satu utang yang telah jatuh waktu. Akibat terjadinya default, maka menimbulkan terjadinya percepatan jatuh waktu utang. Utang yang telah dipercepat jangka waktunya ini dapat digunakan sebagai dasar bagi kreditor untuk memohonkan pernyataan pailit terhadap debitornya. Dalam prakteknya, pengabulan permohonan pailit atas klausul accelerated maturity didasarkan atas pertimbangan bahwa telah ada perjanjian yang telah dibuat antara debitor dan kreditor yang mengatur tentang jatuh waktu dan percepatan jatuh waktu. Padahal, dalam Pasal 1271 KUHPerdata, salah satu syarat terjadinya percepatan jatuh waktu utang adalah apabila jaminan yang diberikan debitor telah merosot nilainya karena kesalahan debitor. Hal ini tentu tidak adil bagi debitor apalagi ternyata debitor telah memberikan jaminan yang cukup, debitor masih memiliki prospek atas kelangsungan usahanya terlebih lagi jika jumlah aset debitor tersebut lebih banyak daripada jumlah utangnya. Sebagai hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa untuk memberikan perlindungan yang seimbang bagi kepentingan kreditor dan debitor, dalam pengabulan permohonan pailit dengan klausul percepatan jatuh waktu utang, selain mempertimbangkan adanya perjanjian antara kreditor dan debitor, hakim perlu mempertimbangkan adanya jaminan serta jumlah aset debitor yang dimohonkan pailit."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S23873
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library