Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sifatu, Wa Ode
Abstrak :
Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis fenomena sosial-budaya masyarakat Muna yakni praktek perawatan tradisional anak balita dalam rangka mengungkapkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap relative tingginya tingkat kematian anak balita pada masyarakat Muna Sulawesi Tenggara. Tujuan studi tersebut dilandasi oleh fenomena masih luasnya praktek perawatan kesehatan tradisional anak balita di daerah tersebut. Lokasi penelitian ini adalah di Kelurahan Wasolangka yang dipilih secara purposive dari Kecamatan Parigi Kabupaten Muna. Dari populasi keluarga di Kelurahan wasolangka, dipilih keluarga yang termasuk kategori PUS yang masih melahirkan anak dan masih mempunyai anak balita yang terlibat langsung dalam perawatan anak balita. Kategori keluarga PUS diperoleh melalui sensus, hasilnya distratifikasi menurut lamamnya PUS, masing-masing strata dipilih sebesar sepuluh persen secara acak sehingga diperoleh jumlah sebesar 28 responden keluarga. Selain itu ditambah empat orang tokoh masyarakat (dukun) beranak dan pengobat tradisional yang dianggap memahami permasalahan perawatan tradisional sehingga diperoleh total responden sebesar 32 keluarga. Studi ini menggunakan pendekatan holistik dengan metode pengumpulan data adalah metode wawancara sebagai instrumen utama, disamping metode observasi partisipasi terhadap keluarga dan Puskesmas serta kuesioner sebagai instrumen pelengkap. Hasil studi ini menunjukkan bahwa masih relative tingginya tingkat kematian anak balita di Kelurahan Wasolangka lebih banyak disebabkan faktor sosial-budaya dari pada faktor eksternal/teknis medic. Menurut kepercayaan masyarakat bahwa semua penyakit harus diobati oleh pengobat tradisional sebelum diobati secara modern. Pengobat tradisional bukan hanya dukun, tetapi orang yang dipandang terhormat di dalam masyarakat. Disarankan agar perlakuan, pengaturan, pemberian bantuan pembagunan kesehatan disesuaikan dengan faktor sosial budaya masyarakat Muna. Disamping itu perlu peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan di Puskesmas; (b) tingkat pengetahuan dan keterampilan para petugas kesehatan, yang berhubungan dengan peningkatan pola kerja lama antara pengobatan tradisional dan pengobatan di Puskesmas.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sifatu, Wa Ode
Abstrak :
ABSTRAK
Fenomena tawuran yang telah menjadi pola di Kampus Perak, mendorong penulis untuk mencari akar masalah melalui pendekatan kebudayaan dengan metode etnografi. Penelitian menggunakan paradigma/teori Foucault, Giddens, dan Bourdieu tentang kekuasaan, dapat mengungkapkan akar tawuran. Mahasiswa di Kampus Perak merepresentasikan masyarakat Sultra yang tidak memiliki kebudayaan dominan mengakibatkan perebutan sumber-sumber kekuasaan dan ekonomi sangat ketat dan berpotensi konflik. Kesejarahan membentuk pengelompokan berdasarkan etnis. Kelompok dominan merendahkan kelompok marginal disebut barata, sebaliknya kaum marginal menolak, merupakan cermin gejala umum dalam masyarakat yang lebih luas. Keterampilan bela diri silat yang semestinya untuk melindungi keamanan dan keselamatan diri, sebaliknya digunakan untuk tawuran telah menjadi kebudayaan para pelaku dan orang-orang yang mengambil keuntungan. Mahasiswa pemenang tawuran mendapatkan kans yang besar menuju posisi sebagai pemimpin kelompok, pemimpin organisasi, hingga birokrat. Dana operasional tawuran bersumber dari tokoh-tokoh Bapak atau Ibu sosial disebut Dalang untuk mendapatkan Pasukan Tertutup (Pastup) sebagai pelindung dan penjaga keselamatan ketika berkontestasi atau mempertahankan kedudukan di birokrasi. Cara tersebut bertentangan dengan kearifan lokal masyarakat yaitu pola pikir kaghati (layang-layang) dan pola tindak toba (proses belajar tindakan) manusia sebagai bagian dari alam semesta. Mahasiswa dari kelompok etnis sub-ordinat atau kaum marginal harus berjuang secara berkelompok dan berkoalisi untuk mendapat kesetaraan dan diperhitungkan. Upaya birokrat Kampus Perak mengatasi tawuran antar kelompok mahasiswa selama ini melalui pendekatan hukum dan dialog antar tokoh masyarakat tidak efektif, tetapi justru menaikkan popularitas individu bermakna sebagai pejuang dan solider kelompok. Melalui proses penelitian, ditemukan kelompok mahasiswa Kaghati-Toba melawan kelompok Dalang-Barata sebagai ide budaya yang ajeg bersifat being, menggunakan tiga ujung kemampuan yaitu ujung lidah, ujung penis, dan ujung badik sebagai wujud budaya yang cair dan bersifat becoming. Dalam pardigma kekuasaan Foucault, Giddens, dan Bourdieu, bila penggunaan kekerasan akan menyakiti pikiran, sedangkan tawuran mengintervensi pikiran dan menyakiti tubuh atau fisik.
ABSTRACT
The phenomenon of engage in a gang fight which has become a pattern in Kampus Perak, to drive the writer to look for the problems root through cultural approach by ethnography method. This research used paradigms or theories of Foucault, Giddens, and Bourdieu?s power, which express the root of engage in a gang fight. The students from sub-ordinate ethnic or marginal of social community have to struggle as groups and coalitions to have equality and accounted in Kampus Perak are representation Southeast Sulawesi communities which have not dominant cultures have consequences of power resources and economic fighting too tight and having conflict potentials. The students historical in Kampus Perak formed groups based on ethnicity. The dominant group lowered barata as the marginal groups, in turned over the marginal groups refuse as the mirror of general indication in the larger community. Silat as a self-defense skill to save the security and safe, in turned over uses the need to engage in a gang fight had become a culture of doers and people who take advantages. The winner student of the engage in a gang fight has big chance ahead to the position as group leader, organization, and bureaucrat. The operational fund resource of engaging in a gang fight from prominent figures of Social Fathers or Mothers mentioned as Dalang for having courage troops as safety protectors and guards whenever contestation or to defense position in bureaucracy. This method is in contradiction with community local values such as kaghati mind patterns (kites) and toba action patterns (action learning patterns) of humans as parts of universe. The efforts of Kampus Perak bureaucrat contend of engage in gang fight of the students so far through law and dialogue approaches un effective, but exactly cause individual popularity significant as freedom fighter and group solidarity. Through the research process, found that the kaghati-toba against Dalangbarata as the culture idea which stable and characterized as ?being?, utilized the three capabilities as tongue, penis, and badik as the implementation of culture which melt and characterized ?becoming?. In the power paradigm of Foucault, Giddens, and Bourdieu, if using the violence will hurt the mind, while the fighting, beside will be intervention the mind, will be hurt the physic or body.
2013
D1404
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library