Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sinaga, Ernawati
"Salah satu masalah dalam pengobatan dan pencegahan kanker adalah kenyataan bahwa kanker hampir tidak pernah ditemukan pada keadaan dini. Kebanyakan diagnosis ditegakkan pada saat kanker sudah mencapai stadium yang cukup lanjut, sehingga pengobatan pun menjadi sukar. Dengan demikian peluang kesembuhan menjadi kecil. Hal ini antara lain disebabkan oleh belum ditemukannya senyawa yang secara dini dapat memberi isyarat bahwa seseorang mungkin mulai dijangkiti kanker. Adanya suatu pertanda kanker yang dapat dideteksi kehadirannya sejak dini akan meningkatkan kewaspadaan, baik pada dokter yang memeriksa maupun pada penderita sendiri. Dengan demikian usaha pengobatan yang lebih terarah dapat dilakukan.
Beberapa tahun terakhir ini para ahli telah melakukan banyak penelitian dalam usaha menemukan pertanda kanker. Pertanda kanker adalah senyawa-senyawa yang keberadaannya secara kualitatif atau kuantitatif, dapat menjadi pertanda adanya kanker dalam tubuh seseorang. Beberapa senyawa diperkirakan mempunyai potensi tersebut, salah satu di antaranya adalah asam sialat.
Asam sialat merupakan senyawa karbohidrat yang banyak terdapat pada permukaan sel. Asam sialat tidak terdapat dalam bentuk bebas. Senyawa ini selalu terikat dalam posisi terminal sebagai glikosfingolipid atau glikoprotein. Sampai saat ini fungsi asam sialat yang pasti belum jelas. Namun, senyawa-senyawa glikosfingolipid dan glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel diketahui mempunyai peran penting dalam interaksi antar sel dan interaksi antara sel dengan lingkungan abiotiknya.
Pada transformasi neoplastik terjadi berbagai perubahan pada sel, antara lain yang menyangkut sifat sosial sel. Sehubungan dengan hal itu telah diungkapkan berbagai perubahan yang terjadi pada permukaan sel. Perubahan tersebut ditemukan antara lain pada senyawa-senyawa glikosfingolipid dan glikoprotein yang berada di permukaan sel yang mengalami transformasi neoplastik.
Banyak hasil penelitian mengungkapkan bahwa kadar asam sialat dalam serum penderita kanker umumnya lebih tinggi dari pada normal. Kenaikan tersebut dijumpai pada berbagai jenis kanker, antara lain melanoma ganas, kanker payudara, kanker ovarium, kanker mulut rahim, kanker saluran urogenital, kanker saluran pencernaan, kanker paru, kanker hati, kanker urea dan leukemia.
Dari beberapa penelitian terungkap pula bahwa kenaikan kadar asam sialat serum sejalan dengan tingkat keparahan kanker dan besarnya tumor.
Namun belum lagi diketahui apakah kenaikan kadar asam sialat dalam serum tersebut sudah terjadi sejak dini, yaitu pada stadium ketika neoplasma tersebut masih berukuran kecil dan belum melakukan invasi terhadap jaringan di sekitarnya, kalau dapat bahkan pada keadaan pra kanker. Kadar asam sialat yang tinggi pada serum penderita kanker dapat dimanfaatkan sebagai salah satu petunjuk akan adanya kanker pada seseorang. Akan tetapi kegunaannya akan lebih besar apabila kenaikan kadar tersebut sudah dapat diketahui pada tingkat yang dini. Dengan perkataan lain asam sialat akan menjadi lebih bermanfaat jika dapat berfungsi sebagai pertanda dini kanker. Yang dimaksud dengan pertanda dini kanker adalah pertanda kanker yang sudah muncul dan dapat dideteksi kehadirannya sejak dini. Dengan demikian pertanda dini kanker adalah senyawa-senyawa yang dapat menjadi isyarat bahwa dalam tubuh seseorang sudah mulai terjadi proses perubahan sel ke arah keganasan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T6724
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Ernawati
"Banyak senyawa protein, peptida dan peptidomimetik yang ditemukan akhir-akhir ini memiliki potensi terapeutik yang besar, namun terhambat aplikasinya sebagai obat karena mengalami masalah penghantaran ke situs sasarannya (drug delivery).
Dalam beberapa tahun belakangan ini telah dikembangkan satu metode baru dalam modulasi junction antar sel menggunakan senyawa-senyawa peptida kadherin, yaitu peptida yang sekuensnya diturunkan dari sekuens fragmen peptida yang terdapat pada situs pengikatan kadherin. Dalam penelitian ini telah dievaluasi aktivitas beberapa peptida kadherin dalam memodulasi junction antar sel. Hasilnya menunjukan bahwa peptida-peptida Ac-LFSHAVSSNG-NH2 (HAV-10), Ac-SHAVSS-NH2 (HAV-6), Ac-QGADTPPVGV-NH2 (ADT-10), dan Ac-ADTPPV-NH2 (ADT-6) memiliki aktivitas yang cukup tinggi dalam memodulasi junction antar sel-sel MDCK (Madin Darby Canine Kidney). Hasil penelitian ini telah memberikan sumbangan yang berarti dalam pemantapan suatu metoda baru dalam penghantaran obat melalui modulasi junction antar sel menggunakan senyawa-senyawa peptida kadherin.

Modulation of Intercellular Junction by Utilization of Cadherin Peptides as an Effort to Improve Drug Delivery. Rapid advances in combinatorial chemistry and molecular biology has influenced the discovery of many proteins, peptides and peptidomimetics as potential therapeutic agents. Unfortunately, the practical application of these potential drugs is often restricted by the difficulties of delivering them to target site(s) due to the presence of biological barriers.
Recently, a new method to improve the drug delivery, that is by modulating the intercellular junction, has been evaluated. Modulation of intercellular junction could be achieved by modulating the proteins which play important role in establishing the intercellular junction, one of which is cadherin. In the present work we have demonstrated the ability of several cadherin peptides, i.e. Ac-LFSHAVSSNG-NH2 (HAV-10), Ac-SHAVSS-NH2 (HAV-6), Ac-QGADTPPVGV-NH2 (ADT-10), and Ac-ADTPPV-NH2 (ADT-6) to modulate the intercellular junction of MDCK (Madin Darby Canine Kidney) cells, this finding is a contribution to the establishment of a new method to improve the drug delivery by utilization of cadherin peptides by modulating the intercellular junction.
"
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Ernawati
"ABSTRAK
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dewasa ini telah mendorong penemuan berbagai senyawa makromolekul yang memiliki potensi terapeutik. Namun sayangnya, pengembangan senyawa-senyawa ini menjadi obat seringkali terhambat, karena banyak dari senyawa-senyawa terapeutik baru ini mengalami kesukaran dalam penghantarannya ke situs sasaran. Padahal suatu molekul terapeutik baru bermanfaat sebagai obat jika sudah mencapai situs sasarannya. Masalah penghantaran obat (drug delively) ini telah menjadi topik penelitian yang menarik sejak beberapa dekade yang lalu. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan penghantaran obat ke situs sasarannya, antara lain dengan modifikasi molekul (strategi prodrug) atau dengan melakukan modulasi terhadap junction antar sel.
Junction antar sel dapai dimodulasi dengan menggunakan berbagai senyawa, antara lain EDTA, surfaktan, asam-asam dan garam empedu, beberapa jenis hormon dan neurotransmiter, senyawa-senyawa silokalasin, Serta senyawa-senyawa penghambat glikolisis dan fosforilasi oksidatif. Namun senyawa-senyawa tersebut tampaknya tidak memiliki prospek yang baik untuk penggunaan klinis.

ABSTRACT
Rapid advances in combinatorial chemistry and molecular biology are responsible for the discovery of many potential therapeutic agents. These agents include newly synthesized or naturally occurring peptides and proteins. However, the practical application of peptides and proteins as therapeutic drugs is often restricted by the difficulties of delivering them to target site(s) due to the presence of biological barricades such as the intestinal mucosa and the blood-brain barrier (BBB). These barriers usually consist of cell membranes constructed from cells that form intercellular junctions.
Peptides and proteins cannot readily cross via trancellular pathways of these barriers due to their size and hydrnphilioproperties. Alternatively, these molecules maybe transported through the paracellular pathway. Unfortunately, the paracellular transport of these molecules is restricted by the presence of tight junctions. Tight junctions have minimal porosity (11 A) allowing only small molecules and ions to pass through the paracellular route. Therefore, there is a need to develop methods for improving paracellular delivery of large hydrophilic molecules such. as peptides and proteins."
2001
D1250
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Ernawati
Jakarta: ISFI Penerbitan, 2012
572 SIN b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library