Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sindy Yulia Putri
Abstrak :
ABSTRAK
Korea Selatan sebagai donor baru dalam kerangka kerjasama ODA telah mewarnai wajah baru diplomasi ekonomi di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika, yang selama beberapa dekade didominasi oleh Jepang dan Tiongkok. Pada periode 2008-2013 di bawah kepemimpinan Presiden Lee Myung-bak, Korea Selatan semakin agresif dalam menjalin kemitraan dengan Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika melalui pemberian Official Development Assistance (ODA). Korea Selatan secara eksplisit meningkatkan proporsi dana ODA untuk kedua regional tersebut. Penulis mencermati, bahwa pendistribusian ODA ke Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika tidak terlepas dari pertimbangan geoekonomi dan geopolitik. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan, ?Apa pertimbangan geoekonomi dan geopolitik yang melandasi Korea Selatan dalam pembentukan peta distribusi ODA ke regional Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika periode 2008-2013??. Di dalam penelitian ini penulis berargumen, bahwa pembentukan peta distribusi ODA Korea Selatan di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika dilandasi oleh pertimbangan geoekonomi dan geopolitik. Kedua pertimbangan tersebut berdifusi dan saling mempengaruhi satu sama lain, yang kemudian memunculkan kebijakan ekonomi-politik di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika. Untuk membuktikan argumen tersebut, penelitian ini akan menganalisis beberapa hal, yaitu (1) kebijakan perdagangan dan FDI Korea Selatan di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika, yang mencakup peningkatan jumlah FTA, perdagangan di sektor agrikultur, industri, energi, serta proyek-proyek kelestarian lingkungan, (2) kebijakan politik luar negeri Korea Selatan di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika, seperti intensi untuk berperan sebagai pemimpin regional dalam usaha pembangunan Asia Tenggara dan demokratisasi dalam mendorong sistem perekonomian terbuka di Sub-Sahara Afrika
ABSTRACT
South Korea as an emerging donor in ODA platform has coloured economic diplomacy in Southeast Asia and Sub-Saharan Africa, that has been dominated by Japan and China for a few decades. In period 2008-2013 under President Lee Myung-bak administrative, South Korea is increasingly aggressive in partnership with Southeast Asia and Sub-Saharan Africa through the provision of Official Development Assistance (ODA). South Korea explicitly increases the proportion of ODA fund for both regional. The author has observed that the distribution of ODA to Southeast Asia and Sub-Saharan Africa can?t be separated from geoeconomic and geopolitic considerations. Then this phenomena raises a question, ?What are geoeconomic and geopolitic considerations underlying South Korea in the establishment of ODA distribution maps to Southeast Asia and Sub- Saharan Africa in period 2008-2013??. In this research, the author argues, that the establishment of ODA distribution maps to Southeast Asia and Sub-Saharan Africa in period 2008-2013 is underlied by geoeconomic and geopolitic considerations. Both of these considerations have been diffused and influence each other, that bring out economic-politic policies in Southeast Asia and Sub- Saharan Africa. To prove this argument, this research will analyze a few things, namely: (1) Trade policy and FDI of South Korea in Southeast Asia and Sub- Saharan Africa, which includes increasing the number of FTA, trade in agriculture, industry, energy sector, and environmental sustainability projects or green growth project. (2) South Korea?s foreign policies in Southeast Asia and Sub-Saharan Africa, such as the intention to act as a leader in the development efforts of Southeast Asia and democratization in encouraging an open economic system.
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sindy Yulia Putri
Abstrak :
ABSTRAK
Isu ketenagakerjaan menjadi isu yang hangat pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Peningkatan daya saing tenaga kerja Indonesia menjadi perhatian khusus dari Pemerintah Indonesia. Hal ini berkontribusi terhadap pengembangan kompetensi SDM Indonesia untuk mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional. Tulisan ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap kebijakan Pemerintah Indonesia di era pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam meningkatkan daya saing sektor ketenagakerjaan. Sektor ketenagakerjaan masih menghadapi berbagai polemik dalam operasionalisasinya. Tenaga kerja Indonesia masih memiliki berbagai masalah, seperti kompetensi, latar belakang pendidikan, standar nasional tenaga kerja, teknologi, serta masih minimnya sarana dan prasarana. Dalam menganalisis isu ketenagakerjaan, tulisan ini mengimplementasikan konsep daya saing. Melalui konsep tersebut ditemukan, bahwa upaya peningkatan daya saing dapat dimulai dari substansi sektor tenaga kerja seperti keterampilan (skill) dan infrastruktur yakni kegiatan transfer teknologi untuk memajukan produktivitas tenaga kerja Indonesia. Kemudian, peningkatan daya saing juga membutuhkan reformasi sistem ketenagakerjaan yang diatur sedemikian rupa oleh pemerintah demi membangun kapasitas SDM yang jauh lebih baik di masa depan.
Jakarta: Biro humas settama lemhanas RI, 2018
321 JKLHN 35 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sindy Yulia Putri
Abstrak :
Diplomasi ekonomi di ranah industri kelapa sawit sebenarnya sudah menjadi perhatian di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Diplomasi ini bisa dilakukan oleh aktor non-negara, seperti Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji upaya diplomasi yang dilakukan aktor SPKS dalam meningkatkan kesejahteraan petani sawit kecil dan menarik investasi untuk berbagai program peremajaan sawit. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Penelitian ini merupakan satu kasus implementasi diplomasi ekonomi oleh aktor non-negara. Penelitian ini juga menggunakan analisis induktif, yaitu berbagai data kecil dan khusus mengenai strategi lobi yang dilakukan SPKS melalui petisi online di change.org akan ditelaah dan diinterpretasikan, untuk kemudian ditarik gambaran yang lebih umum mengenai upaya diplomasi ekonomi oleh aktor non-negara. Sementara konsep yang digunakan adalah konsep petisi online. Hasilnya, petisi online yang dilakukan SPKS telah mampu menarik perhatian publik, namun masih perlu dukungan dari pemerintah. Simpulan penelitian ini adalah perlu ada sinergisitas antarkementerian di Indonesia dan pengusaha untuk mendukung petisi online yang dilakukan SPKS, seperti Kementerian Pertanian, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Bappenas, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Seluruh pihak tersebut berkolaborasi untuk meningkatkan kualitas sawit domestik, mengembangkan kompetensi, dan menyejahterakan petani sawit.
Jakarta: Biro humas settama lemhanas RI, 2020
321 JKLHN 44 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sindy Yulia Putri
Abstrak :
ABSTRAK
Kebangkitan Cina menjadikan dunia tidak lagi bersifat unipolar dan bipolar, namun semakin multipolar. Negara tirai bambu tersebut menjadi cerminan bagi negara berkembang di Asia dalam memajukan pembangunan nasional. Cina sebagai kekuatan ekonomi baru semakin menunjukkan kapabilitasnya dalam industrialisasi dan aliran investasi asing. Kemampuan SDM yang kompetitif dan teknologi yang mumpuni, membuat Cina semakin menunjukkan eksistensinya dalam urusan ekonomi politik internasional dengan menginisiasi pembentukan jalur sutra Belt and Road Initiave (BRI) di tahun 2013. Kebijakan ini diimplementasikan pertama kali oleh Presiden Deng Xiao-Ping, yang kemudian dilanjutkan oleh Presiden Xi Jinping. Sejak dibukanya jalur kerja sama ekonomi lintas kawasan BRI, kemitraan Indonesia dan Cina semakin erat. Peningkatan perekonomian kedua negara menjadi magnet bagi warga kedua negara, baik untuk kepentingan perdagangan, investasi, pariwisata, pendidikan maupun budaya. Dengan semakin meningkatnya arus lalu lintas barang dan orang dari kedua negara, diperlukan pengelolaan dan kerja sama yang baik antara kedua belah pihak. Realitanya, kerja sama yang terjalin antara Indonesia dan Cina dalam BRI dengan melibatkan lebih dari 65 negara, tidak terlepas dari kepentingan ekonomi-politik di antara keduanya dan berimplikasi positif dan negatif terutama bagi Indonesia.
Jakarta : Biro Humas Settama Lemhannas RI , 2019
321 JKLHN 39 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sindy Yulia Putri
Abstrak :
ABSTRAK
Tulisan ini membahas kepentingan ekonomi dan politik dibalik pemberian bantuan pembangunan Korea Selatan ke Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Lee Myung Baek dan Park Geunn Hye. Permasalahan yang diangkat adalah perbedaan kepentingan ekonomi-politik yang terdapat dibalik penyaluran bantuan pembangunan. Dimasa pemerintahan keduanya, Korea Selatan sangat aktif dalam menyalurkan bantuan pembangunan ke Indonesia, baik dalam bentuk pinjaman bersyarat maupun hibah. Bahkan volume bantuan pembangunan ke Indonesia meningkat pesat dimasa kepemimpinan Lee Myung Baek dan Park Geun Hye. Tujuan tulisan ini yaitu untuk menganalisis dan membandingkan kepentingan ekonomi dan politik Korea Selatan dalam pendistribusian bantuan pembangunan ke Indonesia dimasa jabatan dua pemimpin negara tersebut. Melalui pendekatan geoekonomi, ditemukan bahwa kebutuhan ekonomi Korea Selatan dalam memberikan bantuan pembangunan ke Indonesia adalah akses untuk penetrasi pasar industri, SDA seperti komoditas pertanian dan energi, pengembangan MNC, dan serapan tenaga kerja. Sementara dari sudut geopolitik, Korea Selatan menunjukkan intensi untuk menjadi leader dalam penyaluran bantuan pembangunan ke Indonesia pada periode jabatan Presiden Lee Myung baek dan membangun mutual trust dengan Indonesia dimasa pemerintahan Presiden Park Geun HYe.
Jakarta: Biro Humas Settama Lemhannas RI, 2017
321 JKLHN 30 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library