Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sintawati
"Penelitian ini mengenai pelafalan. diftong Bahasa Indonesia yang dilafalkan_oleh para pemhaca berita Televisi Republik Indonesia (TVRI). Penelitian ini berlangsung pada bulan Februari 1982 sampai bulan September 1988. Tujuannya ialah untuk mencari pola pelafalan diftong Bahasa Indonesia yang dilafaltan oleh pembaca berita TVRI. Serta meninjau kembali apakah Pola-Pola yang ditemui dalam penelitian sesuai atau sedikit banyak mempunyai kesamaan dengan Pola yang diperikan oleh para penulis tata bahasa bahasa. Indonesia. karena mengingat -selama ini ada anggapan bahwa pembaca berita TVRI untuk sementara dapat dijadikan contoh sebagai pelafal bahasa Indonesia yang baik. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik merekam. Semua berita inti yang ada pada TVRI direkam sebanyak lima kali pada masing-masing pembaca hasil perekaman. ditranskripsi secara fonetis. dan obyektif. Data yang telah ditranskripsi dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya dua puluh lima persen dari pembaca berita yang melafalkan diftong sesuai dengan-kaidah tata bahasa bahasa Indonesia. Selebihnya melafalkan diftong, seperti lafal dalam bahasa percakapan (lisan) dalam skripsi ini disebut menurut Pembaca Berita (PB). Dengan demikian pola pelafalan dif_tong pembaca berita TVRI dominant pada bunyi [_y] atau [ey] dan [cw] yang banyak ditemukan dalam bahasa lisan dari lebih sedikit yang melafalkan- [ayJ dan [aw] (menurut kaidah tata bahasa)."
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sintawati
"Bagi masyarakat Asia Tenggara, keraton dianggap inti atau pusat dari jagat raya. Sebab keraton selain digunakan sebagai tempat tinggal raja juga sebagai pusat pemerintahan dan pusat budaya bagi suatu kerajaan. Oleh sebab itu dalam anggapan orang Indonesia raja masih diidentikkan dengan dewa. Dengan sendirinya bangunan keraton berbeda dengan bangunan masyarakat sekitarnya. Dengan demikian meneliti mengenai keraton adalah hal yang menarik sebab keraton sebagai data arkeologi memang dibangun dengan aturan dan pola-pola tertentu yang melambangkan kesucian dan kekuasaan raja.
Salah satu kerajaan terbesar pada masa berkembangnya agama Islam di Indonesia adalah kerajaan Mataram yang berdiri sekitar abad 17-19 dimana sampai saat ini pening_galan bangunan berupa keraton masih berdiri tegak dan masih dihuni oleh para keturunan raja-raja Mataram. Bangunan keraton tersebut masih menunjukkan kekuasaan dan kebesaran raja-raja Mataram pada masa lalu. Pada puncak masa jayanya yaitu sekitar abad 17 kerajaan tersebut berhasil menduduki hampir seluruh pulau Jawa dan Madura. Kerajaan yang menjadi bawahannya pada masa itu salah satunya adalah Sumenep yang terletak di timur Madura. Dengan adanya penjajahan dan penaklukkan dari Mataram ke Sumenep maka pada penelitian ini akan dilihat pengaruhnya pada bangunan keraton terutama pada tata letak.
Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan antara kedua wilayah keraton tersebut yaitu keraton-keraton di Jawa Tengah yang mewakili kerajaan Mataram dan keraton Sumenep yang mewakili Madura. Dipilihnya keraton Sumenep sebagai wakil Madura sebab keraton ini hanya tinggal satu-satunya yang masih berdiri tegak sedangkan keraton lainnya yaitu di Bangkalan, Pamekasan dan Sampang sudah hancur.
Dari hasil penelitian telah disimpulkan adanya kesamaan pada keletakan bangunan dari kedua keraton wilayah tersebut walaupun tidak sama persis. Persamaan terutama antara keraton Pakualaman dan Mangkunegaran dengan keraton Sumenep. Persamaan tersebut terletak pada pembagian halaman dan keletakan bangunannya. Dari per_samaan kemudian ketiga keraton tersebut dibandingkan dengan rumah tradisional Jawa dan Madura. Ternyata ketiganya memiliki persamaan dengan rumah tradisional Jawa. Dan bahkan Sumenep sendiri yang berada di Madura justru memiliki persamaan pada rumah tradisional Jawa dan bukan pada rumah tradisional Madura. Hal ini juga terlihat pada rumah kalangan bangsawan di Sumenep yang candong mirip dengan rumah tradisional Jawa.
Hasil penelitian ini juga melihat adanya perbedaan antara keraton Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta dengan ketiga keraton tersebut yaitu keraton Pakualaman} Mangkunegaran dan Sumenep. Perbedaan yang jelas terlihat terutama pada pembagian halamannya dimana pembagian halaman ketiga keraton tersebut lebih sedikit jumlahnya dibandingkan keraton Kasultanan dan Kasunanan. Demikian pula. pada arah hadap keratonnya. Arah hadap keraton Kasultanan dan Kasunanan adalah menghadap utara sedangkan arah hadap keraton Pakualaman, Mangkunegaran dan Sumenep justru sebaliknya yaitu menghadap selatan.
Dengan demikian kesimpulan secara keseluruhan adalah bahwa ada persamaan antara keraton di wilayah Madura se_bagai wilayah jajahan dan wilayah taklukan dengan keraton dari wilayah pusat atau wilayah penguasa. Selain itu ketiga keraton yaitu Pakualaman, Mangkunegaran dan Sumenep mempunyai status yang lebih rendah dari keraton Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Dalam hal ini status ketiga keraton tersebut adalah setingkat Kadipaten. Bertolak dari penelitian ini maka diharapkan akan ada penelitian selanjutnya mengenai keraton di berbagai tempat di Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S12018
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sintawati
"Studi yang dilakukan dalam rangka penyusunan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui kondisi koleksi buku di Perpustakaan Pusat UI; untuk mengetahui hubungan antara kondisi koleksi buku dengan lingkungan tempat penyimpanannya; dan untuk mengetahui jumlah koleksi buku yang membutuhkan perbaikan dan apa jenis perbaikannya.Penelitian ini dilaksanakan di Perpustakaan Pusat UI. Objek penelitian ini adalah koleksi buku teks yang terletak di Gedung B lantai 2 Perpustakaan Pusat UI. Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik sampling acak beraturan (ordinal sampling). Jumlah sampel penelitian ini adalah 130 eksemplar yakni 1% dari seluruh koleksi umum yang berjumlah 13.075 eksemplar.Data penelitian dikumpulkan melalui pengamatan langsung terhadap buku sampel. Untuk mempermudah pengumpulan data digunakan lembar pengamatan. Dalam penelitian ini dilakukan pula uji kerapuhan kertas dan uji keasaman kertas. Selain itu selama penelitian dilakukan pengamatan terhadap kelembaban dan temperatur udara di ruang koleksi bukusetiap pukul 09.00, 12.00 dan 16.00 BBWI. Pengolahan data dilakukan dengan melakukan penghitungan frekuensi dengan menggunakan daftar pengecekan serta membuat persentase.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi penjilidan buku di Perpustakaan Pusat Ul dalam kondisi yang baik tetapi kondisi kertasnya dalam kondisi yang kurang baik. Kondisi lingkungan simpan sangat berpengaruh sekali terhadap kelestarian koleksi buku di Perpustakaan Pusat UI. Perubahan kelembaban udara harian antara 1% sampai 10% dan perubahan temperatur udara harian berkisar pada 0.5_C menyebabkan kerusakan yang lebih cepat, sehingga 16.92% buku di Perpustakaan Pusat UI membutuhkan perbaikan dengan melakukan penjilidan kembali, penggantian buku dan reproduksi.Untuk menjaga kelestarian koleksi buku di Perpustakaan Pusat UI, maka prioritas utama yang harus dilakukan adalah memperbaiki kondisi lingkungan simpan terutama agar kelembaban dan temperatur udara di ruang koleksi buku sesuai dengan standar yang dianjurkan oleh para ahli. Selain itu perlu disusun kebijakan tertulis yang dapat menjadi pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pelestarian bahan pustaka di perpustakaan tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S15336
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Indri Sintawati
"Pengembangan panasbumi memiliki resiko kegagalan yang tinggi bagi para investor. Oleh karena itu, tahap eksplorasi mempunyai peran penting dalam pengembangan panasbumi. Dalam tahap eksplorasi diperlukan pemahaman yang baik mengenai kondisi bawah-permukaan dengan mengintegrasikan data geosains. Daerah panas bumi Cisolok-Cisukarame berada di lingkungan batuan sedimen berumur Miosen-Pliosen, batuan intrusi asam Miosen-Pliosen dan batuan andesit Plistosen. Batuan berumur Plistosen ini merupakan produk vulkanik termuda di daerah ini. Berdasarkan pemunculan manifestasi panas dipermukaan, didentifikasikan tiga zona prospek panas bumi yaitu prospek panas bumi Cisolok, Cisukarame dan Sangiang. Di daerah ini terdapat 3 kelompok mata air panas yaitu kelompok Cisolok, Cisukarame, dan Cimagit. Manifestasi panas yang muncul di Cisolok Cisukarame terdiri dari mata air panas, endapan sinter dan batuan teralterasi. Kemunculan batuan teralterasi diperkirakan dikontrol oleh struktur berarah timur laut-barat daya dan barat laut-tenggara.
Analisis Prospek Panasbumi Cisolok Cisukarame Menggunakan Data Magnetotelluric dan Gravitasi dilakukan untuk mengkaji data geokimia dan data geologi sebagai data pendukung serta data geofisika yaitu data Magnetotelluric dan Gravitasi sebagai data utama. Dari kajian geokimia dapat diketahui bahwa area geothermal Cisolok Cisukarame merupakan sistem dengan dominasi air dengan temperatur reservoir pada area prospek Cisolok berada pada kisaran 140 - 150 oC sedangkan pada area prospek Cisukarame berada pada kisaran 170 - 190 oC. Dari pemodelan 2D Magnetotellurik (MT) yang menggambarkan distribusi resistivitas bawah permukaan diketahui bahwa zona prospek panasbumi yang layak untuk dikembangkan adalah di area Cisukarame. Hal tersebut juga didukung model 2D gravitasi yang menggambarkan struktur bawah permukaan.
Dari data geosains didapatkan model konseptual serta rekomendasi target pemboran yaitu Sumur A1 diarahkan memotong struktur yang berarah timur laut - barat daya dengan kedalaman sumur ±1200 m. Sedangkan sumur A2 diarahkan memotong struktur yang berarah tenggara - barat laut dengan kedalaman sumur ±1200 m. Sumur B di tempatkan mengarah pada struktur yang mengontrol pemunculan manifestasi mata air panas yaitu memotong struktur yang berarah timur laut ? barat daya dan struktur yang berarah utara - selatan, dengan kedalaman sumur sekitar ±1200 meter.
Estimasi total potensi energi panas bumi untuk area prospek Cisukarame dengan menggunakan binary cycle power plant adalah sebesar 18 MWe hingga 39,6 MWe.

Geothermal development has a high risk of failure for investors. Therefore, the exploration phase has an important role in the development of geothermal. The exploration phase required a good understanding of subsurface conditions by integrating the data geosciences. Geothermal area Cisolok - Cisukarame located within sedimentary rocks Miocene - Pliocene , Miocene - acid intrusive rocks of Pliocene and Pleistocene andesite. Rock Pleistocene age is the youngest volcanic products in this area. Based on the appearance of the surface manifestations, is identified three zones geothermal prospects Cisolok , Cisukarame and Sangiang. In this area there are 3 groups of hot springs that group Cisolok, Cisukarame, and Cimagit. Heat manifestations that appear in Cisolok Cisukarame consists of hot springs, sediment and rock alteration sinter. The emergence of rock alteration estimated controlled by trending structures northeast - southwest and northwest - southeast.
Geothermal Prospects Analysis Cisolok Cisukarame Using Data Magnetotelluric and Gravity conducted to assess the geochemical data and geological data as supporting data and geophysical data is data Magnetotelluric and Gravity as the main data. From the geochemical studies it is known that the geothermal area Cisolok Cisukarame is a system of domination by the temperature of water in the reservoir area Cisolok prospects in the range of 140-150 ° C while the Cisukarame prospect area in the range of 170-190 ° C. From modeling 2D magnetotelluric (MT) which describes the subsurface resistivity distribution is known that the possible zone geothermal prospects for development is in the Cisukarame area. This is also supported by 2D gravity models which describe the subsurface structure.
From the data geoscience obtained conceptual model and well drilling targets recommendations are well A1 directed to northeast - southwest trending structures with a well depth of 1200 m ± . While wells A2 directed to southeast - northwest trending structures at a depth of 1200 m ± wells . Wells B in place leads to structures that control the appearance of the manifestation of the hot springs are cut structures trending northeast - southwest and structures trending north - south, with a well depth of about ± 1200 meters .
Estimates of the total potential of geothermal energy for Cisukarame prospect area by using binary cycle power plant is 18 MWe to 39.6 MWe.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T43433
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library