Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Sukmana Putra
"Tujuan penelitian ini untuk menentukan model fungsi sum of exponential (SOE) terbaik dan membandingkan parameter fixed effect, random effect dan Area Under Curve (AUC) yang diperoleh pada NONMEM dan Matlab. Penelitian ini menggunakan data dari 10 pasien kanker prostat yang menerima injeksi ~3 GBq. Setlah diinjeksikan, dilakukan pemeriksaan menggunakan SPECT/CT pada waktu 1, 24, 48, 72, dan 168 jam. Data tersebut di-fitting menggunakan 54 fungsi SOE. Model fungsi terbaik ditentukan dengan kriteria nilai pembobotan Corrected Akaike Information Criterion (AICc). Fungsi terbaik yang dapat mendeskripsikan distribusi biokinetik data pada Organ at Risk (OAR) ditunjukkan fungsi f6f untuk ginjal, fungsi f4c untuk kelenjar ludah, dan fungsi f5g untuk hati. Perbedaan nilai parameter yang di fitting antara NONMEM dan Matlab memiliki nilai yang relatif besar hingga 1070%. Namun, perbedaan AUC pada NONMEM dan Matlab memiliki nilai yang kecil yaitu di bawah 1.5%.
The purpose of this study was to determine the best sum of exponential (SOE) function model and compare the fixed effect, random effect and Area Under Curve (AUC) parameters obtained in NONMEM and Matlab. This study used data from 10 prostate cancer patients who received ~3 GBq injection. After injection, SPECT/CT was performed at 1, 24, 48, 72, and 168 hours. The data were fitted using 54 SOE functions. The best function model was determined by weighting the Corrected Akaike Information Criterion (AICc). The best function that can describe the biokinetic distribution of data on Organ at Risk (OAR) is shown by the function f6f for kidney, function f4c for salivary gland, and function f5g for liver. The difference in the fitted parameter values between NONMEM and Matlab has a relatively large value of up to 1070%. However, the difference in AUC in NONMEM and Matlab has a small value which is below 1.5%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Aditya Sukmana Putra
"Ketenagalistrikan merupakan hal yang paling dasar dari perkembangan nasional sebuah negara. Pembangkit listrik di Indonesia memproduksi listrik hingga 283,8 TWh yang sebagian besar dihasilkan dari pembangkit listrik bahan bakar batubara, yang mana hal tersebut dapat meningkatkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di sebuah negara. Dengan melakukan ratifikasi Perjanjian Paris yang di tertuang pada Nationally Determined Contribution (NDC) yang berkomitmen mengurangi emisi sebesar 29% pada tahun 2030, dimana 11% merupakan kontribusi dari sektor energi. Penelitian ini akan berfokus pada penerapan Cap And Trade (CAT) pada pembangkit listrik bahan bakar batubara yang mempunyai kapasitas 300-400 MW, yang akan berdampak pada biaya pokok produksi pembangkitan Rp/kWh. Seperti yang diketahui metode cap and trade merupakan metode yang digunakan untuk menekan biaya mitigasi dari aksi penurunan emisi dengan biaya yang efektif. Dari penelitian ini didapatkan hasil nilai tertinggi kenaikan incremental cost pada skenario 9 yaitu dari Rp. 431,-/kWh menjadi Rp.462,77,-/kWh atau sekitar 7,37% dan harga karbon optimal pada rentang Rp. 130.165,-/tCO2 hingga Rp.130.183,-/tCO2 karena terjadi perubahan merit order pada pembangkit 330 MW dan 400 MW. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan komparasi dengan pembangkit bahan bakar batubara yang mempunyai kapasitas lebih besar, sehingga didapatkan alternatif jalan untuk menentukan merit order lebih optimal.
Electricity is the basis of national development in a country. Power plants in Indonesia produces up to 283,8 TWh and are dominated by coal power plants which increase the amount of the greenhouse gases (GHG). In order to prevent more environmental problems, Indonesia ratified Paris Agreement by publishing the roadmap of Nationally Determined Contribution (NDC) that committed in reducing 29% of GHG emissions in 2030, which 11% of them are from the energy sector contributions. This research focuses on the implementation of the carbon cap and trade (CAT) between coal power plants having 300-400 MW capacity, which can affect their cost of electricity (Rp/kWh). It is well known that cap and trade (CAT) is a method used for reducing the mitigation cost of emission reduction in an effective way. From this research, it is found that the highest rise of incremental cost belongs to the 300 MW power plant in scenario 9 and the increase is from Rp.431,-/kWh to Rp.462,77/kWh, or approximately 7,37% and shows that the most optimal carbon price is in the range of Rp. 130.165,-/tCO2 to Rp.130.183,-/tCO2 because the rank of the 330 MW and 400 MW power plant in merit order changes over in this condition. In the future, this research can be used as a comparison with the higher coal power plant capacity, so that an alternative way is obtained to determine the more optimal merit order. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Aditya Sukmana Putra
"Ketenagalistrikan merupakan hal yang paling dasar dari perkembangan nasional sebuah negara. Pembangkit listrik di Indonesia memproduksi listrik hingga 283,8 TWh yang sebagian besar dihasilkan dari pembangkit listrik bahan bakar batubara, yang mana hal tersebut dapat meningkatkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di sebuah negara. Dengan melakukan ratifikasi Perjanjian Paris yang di tertuang pada Nationally Determined Contribution (NDC) yang berkomitmen mengurangi emisi sebesar 29% pada tahun 2030, dimana 11% merupakan kontribusi dari sektor energi. Penelitian ini akan berfokus pada penerapan Cap And Trade (CAT) pada pembangkit listrik bahan bakar batubara yang mempunyai kapasitas 300-400 MW, yang akan berdampak pada biaya pokok produksi pembangkitan Rp/kWh. Seperti yang diketahui metode cap and trade merupakan metode yang digunakan untuk menekan biaya mitigasi dari aksi penurunan emisi dengan biaya yang efektif. Dari penelitian ini didapatkan hasil nilai tertinggi kenaikan incremental cost pada skenario 9 yaitu dari Rp. 431,-/kWh menjadi Rp.462,77,-/kWh atau sekitar 7,37% dan harga karbon optimal pada rentang Rp. 130.165,-/tCO2 hingga Rp.130.183,-/tCO2 karena terjadi perubahan merit order pada pembangkit 330 MW dan 400 MW. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan komparasi dengan pembangkit bahan bakar batubara yang mempunyai kapasitas lebih besar, sehingga didapatkan alternatif jalan untuk menentukan merit order lebih optimal.
Electricity is the basis of national development in a country. Power plants in Indonesia produces up to 283,8 TWh and are dominated by coal power plants which increase the amount of the greenhouse gases (GHG). In order to prevent more environmental problems, Indonesia ratified Paris Agreement by publishing the roadmap of Nationally Determined Contribution (NDC) that committed in reducing 29% of GHG emissions in 2030, which 11% of them are from the energy sector contributions. This research focuses on the implementation of the carbon cap and trade (CAT) between coal power plants having 300-400 MW capacity, which can affect their cost of electricity (Rp/kWh). It is well known that cap and trade (CAT) is a method used for reducing the mitigation cost of emission reduction in an effective way. From this research, it is found that the highest rise of incremental cost belongs to the 300 MW power plant in scenario 9 and the increase is from Rp.431,-/kWh to Rp.462,77/kWh, or approximately 7,37% and shows that the most optimal carbon price is in the range of Rp. 130.165,-/tCO2 to Rp.130.183,-/tCO2 because the rank of the 330 MW and 400 MW power plant in merit order changes over in this condition. In the future, this research can be used as a comparison with the higher coal power plant capacity, so that an alternative way is obtained to determine the more optimal merit order. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library