Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 3 Document(s) match with the query
cover
Sulistiandriatmoko
"ABSTRAK
Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14001) dirasa perlu diterapkan antara lain karena: a) globalisasi perdagangan dunia menumbuhkan perhatian pada lingkungan global; b) kompetisi perdagangan dunia menimbulkan kebutuhan agar lingkungan tidak menjadi "hambatan non-tarif" (non-tariff barrier); c) tuntutan konsumen akan produk yang ramah lingkungan; d) kesadaran dan kepedulian pelaku industri terhadap pentingnya perlindungan lingkungan dan kesinambungan fungsi lingkungan.
Lingkungan yang telah diakui secara internasional. Tujuan utama sistem ini ialah continual improvement, yaitu suatu rangkaian tindakan perbaikan guna mencapai kemajuan yang terus menerus dan berkesinambungan demi tercapainya kinerja manajemen lingkungan yang optimal.
PT KRAKATAU STEEL dengan clta-citanya sebagai "industri baja kelas dunia" telah memutuskan untuk mengusahakan akreditasi ISO 14001, dengan tujuan untuk memperoleh peluang pasar yang semakin luas bagi produknya dan memperbaiki kinerja manajemen lingkungannya.
Pelaksanaan program akreditasi ISO 14001 di PT KRAKATAU STEEL dikoordinasi oleh Divisi Pengendalian Lingkungan Industri (Divisi PLI) dengan bantuan seorang technical advisor (Dr. Michael Groves) dari PT QUALITEGH PERDANA, Jakarta. Tahap persiapan akreditasi telah dimulai sejak bulan Juni 1996, direncanakan pre-assessment pada bulan Maret 1997, dan main-assessment pada bulan Mei 1997.
Sehubungan dengan program akreditasi tersebut, pada kondisi saat ini beberapa hal yang sangat menarik untuk diteliti ialah: a) Sejauhmana Sistem Manajemen Lingkungan yang sudah diterapkan PT KRAKATAU STEEL tersebut telah sesuai dengan standar ISO 14001 seperti diarahkan dalam "General Guidelines on Principles, System and Supporting Techniques" (ISO 14004); b) Kendala apa yang mempengaruhi tercapainya kesesuaian tersebut; c) Manfaat apa yang dapat diperoleh apabila penerapannya telah sesuai dengan standar ISO 14001.
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini ialah:
1. Mengecek sejauhmana kesesuaian Sistem Manajemen Lingkungan yang diterapkan di PT KRAKATAU STEEL dengan standar 1SO 14001.
2. Menelaah kendala yang mempengaruhi pencapaian kesesuaian seperti tersebut pada poin 1 di atas.
3. Menelaah manfaat yang dapat diperoleh apabila Sistem Manajemen Lingkungan yang telah diterapkan PT KRAKATAU STEEL telah sesuai dengan standar ISO 14001.
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus mengenai penerapan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 di industri baja terpadu PT KRAKATAU STEEL, dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, Selain metode deskriptif kualitatif, dalam penelitian ini juga digunakan metode kuantitatif, yaitu dengan memberi pembobotan dan persentase untuk menilai hasil penelitian deskriptif kualitatif.
Kuantifikasi dilakukan dengan memberi nilai atau jastifikasi menurut proses benchmarking, yaitu proses pengukuran yang sistematis dan berkesinambungan. Proses ini mencakup proses mengukur dan membandingkan secara berkesinambungan antara proses bisnis suatu organisasi dengan proses bisnis organisasi lain yang paling berhasil di seluruh dunia, dengan tujuan mendapatkan informasi bagi upaya perbaikan kinerja organisasi tersebut (Watson, 1996:3).
Dalam kaitannya dengan studi ini, maka proses manajemen lingkungan PT KRAKATAU STEEL diukur dan dibandingkan dengan tolok ukur manajemen lingkungan seperti yang disyaratkan dalam General Guidelines (ISO 14004).
Dalam penelitian ini ditempuh cara-cara sebagai berikut:
1. Menyusun matrik checklist Sistem Manajemen Lingkungan (Lampiran 1). Pengisian matrik ini dilakukan berdasarkan wawancara dengan anggota Komite ISO 14001 PT KRAKATAU STEEL.
2. Jawaban dalam checklist ini selanjutnya digunakan sebagai pedoman . untuk melakukan observasi lapangan maupun observasi dokumen dengan tujuan mengetahui kesesuaiannya.
3. Hasil observasi lapangan maupun observasi dokumen mengenai kesesuaian tersebut, kemudian dideskripsikan untuk diberi nilai.
4. Terhadap elemen-elemen yang belum sesuai, dilakukan identifikasi mengenai kendala yang mempengaruhi pencapaian kesesuaiannya.
5. Menganalisis manfaat yang dapat diperoleh seandainya elemen yang diterapkan tersebut telah sesuai dengan standar ISO 14001.
Adapun pemberian nilai dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 mempunyai lima klausul yang berkedudukan sama pentingnya, sehingga masing-masing klausul diberi bobot dengan nilai maksimum yang sama yaitu 100%.
2. Sesuai dengan EMS - General Guidelines (ISO 14004), dan EMS - Specification with guidance for use (ISO 14001) masing-masing klausul di atas memiliki sejumlah elemen yang harus diperhatikan dalam praktik penerapan Sistem Manajemen Lingkungan. Banyaknya jumlah elemen dalam satu klausul, tergantung pada banyaknya isu yang harus diperhatikan dalam klausul tersebut.
3. Nilai maksimum masing-masing elemen diperoleh dari hasil pembagian nilai maksimum tiap klausul (100%) dengan banyaknya elemen dalam tiap klausul.
4. Masing-masing elemen diberi kisaran nilai dari 0 sampal dengan nilai maksimumnya. Tiap elemen yang dinilai memiliki kedudukan dan kepentingan yang sama.
5. Seberapa besar persentase kesesuaiannya ditentukan melalui cara membandingkan hasil observasi lapangan dan observasi dokumen dengan arahan General guidelines (ISO 14004). Bila kesesuaiannya penuh diberi nilai maksimum, bila kurang dari nilai maksimumnya atau memiliki nilai berkisar antara 0 s/d nilai maksimumnya, maka penerapan elemen tersebut belum sesuai dengan General Guidelines ISO 14004.
Gambaran mengenai seberapa jauh Sistem Manajemen Lingkungan yang diterapkan PT KRAKATAU STEEL telah sesuai dengan standar ISO 14001 dapat dilihat pada tabel benchmarking dibawah ini.
Dari nilai masing-masing klausul diatas apabila dirata-ratakan, maka didapatkan nilai:
90% + 85% + 80% +100% + 100% = 91%
Adapun kendala yang mempengaruhi pencapaian kesesuaian, dan manfaat yang dapat diperoleh apabila penerapan Sistem Manajemen Lingkungan telah sesuai dengan standar ISO 14001, ialah sebagai berikut.
1. Klausul Kebijakan Lingkungan.
Kendala: Substansi dari pernyataan Komitmen dan Kebijakan Lingkungan belum dikomunikasikan secara memadai karena belum mendalamnya pemahaman terhadap substansi Sistem Manajemen Lingkungan.
Manfaat: Apabila dikomunikasikan secara memadai, diharapkan "jiwa" dari Komitmen dan Kebijakan Lingkungan dapat mengakar, tumbuh dan berkembang menjadi budaya pada setiap karyawan, dan kinerja manajemen Lingkungan di PT KRAKATAU STEEL senantiasa terbangun dan terperbaiki secara berkesinambungan.
2. Klausul Perencanaan.
a. Peraturan dan persyaratan terkait.
Kendala: Identifikasi peraturan perundang-undangan yang terkait belum sampai pada ketentuan yang berkait langsung dengan kegiatan perusahaan.
Manfaat: Apabila diidentifikasi sampai pada bab, pasal, dan ayat yang berkait langsung dengan kegiatan perusahaan, akan memudahkan melakukan evaluasi pentaatannya dan melakukan pelacakannya seandainya terjadi pelanggaran.
b. Tujuan dan sasaran lingkungan.
Kendala: Masih banyak tujuan dan sasaran lingkungan yang tidak jelas didefinisikannya dan tidak dirumuskan secara kuatitatif.
Manfaat: Apabila dirumuskan secara kuantitatif dan jelas didefinisikannya, maka akan memudahkan mengukur progressnya dan mengevaluasi pencapaiannya.
3. Klausul Penerapan dan Pelaksanaan.
a. Struktur dan pertanggungan jawab.
Kendala: Sebagian besar karyawan masih mempunyai persepsi bahwa permasalahan lingkungan hidup adalah tugas dan tanggung jawab Divisi Pengendalian Lingkungan Industri (Divisi PLI).
Manfaat: Apabila persepsi tersebut dihilangkan, maka diharapkan akan tumbuh dan berkembang kepedulian karyawan untuk secara proaktif menyelesaikan permasalahan lingkungan di area kerjanya.
b. Pelatihan, penyadaran dan kompetensi.
Kendala: Pengingatan dan penegasan kembali pernyataan Komitmen dan Kebijakan Lingkungan belum dinyatakan dalam prosedur.
Manfaat: Apabila dinyatakan dalam prosedur, maka diharapkan substansi pernyataan Komitmen dan Kebijakan Lingkungan akan semakin dipahami dan dijiwai, sehingga kesadaran dan kompetensi karyawan terhadap perlindungan lingkungan selalu berkembang semakin mantap.
c. Komunikasi.
Kendala: Prosedur-prosedur manajemen lingkungan kurang intensif dikomunikasikan.
Manfaat: Apabila intensif dikomunikasikan, maka diharapkan penerapan dan pelaksanaan prosedur tersebut akan lebih efisien.
d. Dokumentasi
Kendala: Tatacara pengendalian pelaksanaan belum diformulasikan dalam prosedur.
Manfaat: Apabila dituangkan dalam prosedur, maka pelaksanaan pengendalian akan lebih konsisten.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sesuai deskripsi diatas, menunjukkan ada tujuh elemen yang belum sesuai penerapannya atau masih mengalami kendala dalam praktik penerapannya. Padahal apabila kendala tersebut dapat diatasi maka akan dapat diperoleh manfaat daripadanya.
Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan di PT KRAKATAU STEEL 91% secara formal telah sesuai dengan standar ISO 14001. Nilai 91% ini bukan merupakan gambaran bahwa kualitas lingkungan di PT KRAKATAU STEEL telah baik, juga bukan merupakan jaminan bahwa manajemen lingkungan PT KRAKATAU STEEL telah baik.
Apabila ingin mengetahui seberapa jauh praktik penerapan Sistem Manajemen Lingkungan telah berhasil memperbaiki kualitas lingkungan, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan topik 'Evaluasi atau Audit Sistem Manajemen Lingkungan". Sampai saat penelitian ini selesai dilakukan, program manajemen lingkungan baru rampung ditetapkan sebagai sistem dan dalam praktiknya belum terlaksana seluruhnya, sehingga seberapa jauh penrapaian program-program tersebut juga belum dapat diketahui.

ABSTRACT
The Implementation Of Environmental Management System Iso 14001 In PT. Krakatau Steel Integrated Steel IndustryThe Environmental Management System ISO 14001 needs to be implemented becauseof the followingreasons: a) Worldtrade globalizationraised attentions to global environmental issues; b) World trade competition to raises the needs to present environment becoming a ?non tariff barrier"; c) Consumers demand for environmental friendly products; d) Rising awareness and concern of industrialists towards the importance of environmental protection and the maintenance of sustainable environmental function.
ISO 14001 is one of Environmental Management System models which is internationally accredited. The main purpose of this system is "continual improvement", consisting of a series of improved action to achieve continuous and sustainable improvement for reaching optimal environmental management.
PT KRAKATAU STEEL in reaching its goal as "world class steel industry" has decided to obtain ISO 14001 accreditation for the purpose of obtaining larger market opportunity and improved environmental management performance.
The implementation of ISO 14001 accreditation programmed in PT KRAKATAU STEEL is coordinated by the Industrial Environment Controlling Division, with assistance of a technical advisor (Dr. Michael Groves) of PT QUALITECH PERDANA, Jakarta. The preparatory stage of this programmed has started in June 1996, followed by pre-assessment in March 1997 and continued with the main-assessment in May 1997.
Related to the accreditation programmed. at present, it is very interesting to study: a) How far is the Environmental Management System applied by PT KRAKATAU STEEL in accordance with the ISO 14001 standard as directed in "General guideline on principles, system, and supporting techniques (ISO 14004); b) What are the obstacles influencing its achievements; c) What are the advantages if its implementation is in accordance with ISO 14001 standard.
Based on the above points, the objectives of this study is as follows:
1. to identify to what extent the Environmental Management System currently implemented by PT KRAKATAU STEEL, is in accordance with ISO 14001 standard;
2. to study what obstacles are influencing the achievement of the standard adjustment;
3. to study what advantages can be gained if the Environmental Management System is implemented by PT KRAKATAU STEEL follows ISO 14001 standards.
This study constitutes a case study focusing on the implementation of ISO 14001 Environmental Management System in PT KRAKATAU STEEL integrated steel industry, using descriptive and qualitative methodology.
In addition to the method, this study also uses the quantitative method by giving weightings and percentage measurements to evaluate its results.
Quantification is used by providing values based on benchmarking process, i.e. a systematic and continuous measuring process, which covers measuring and comparing processes with successful business organizations in the world. Its purpose is to obtain information's on the performance work of the organization (Watson, 1996:3).
In this study, the process of environmental management in PT KRAKATAU STEEL is measured and compared with environmental management criteria as stipulated in the General guidelines (ISO 14004).
The stages of this study are as follows:
1. Arrange the checklist matrices of Environmental Management System (Appendix 1). This matrices are used to access whether the elements of Environmental Management of ISO 14001 standards have been implemented in PT KRAKATAU STEEL. The content of this matrices is given based on interviews with Committee members of ISO 14001 of PT KRAKATAU STEEL.
2. The results of this checklist are used as guideline to conduct field and document observation in order to access its compliance.
3. Its compliance will be described and provided with values.
4. For elements that deviate the identification of obstacles are carried out accordingly.
5. Analyse the advantages the gains that can be obtain if the elements implemented are in accordance with 1SO 14001 standards.
Methods ways of assessment or justification are as follows:
1. The ISO 14001 Environmental Management System has five clauses; that's having equal significant status. to each clause which is provided with the maximum value of 100%.
2. Based on Environmental Management System - General Guidelines on Principles, System and Supporting Techniques (ISO 14004) and Environmental Management System - Specification with Guidance for Use (ISO 14001), each of the above clause has several elements that should be considered in implementing Environmental Management System. The number of elements in each clause depends on the issues that should be considered in that clause.
3. The maximum value for each element is obtained by dividing the result of maximum value of each clause (100%) the number of elements of the respective clause.
4. Each element is given a value range of zero up to the maximum value and each measured element has the same position and interest.
5. The compliance percentage is determined by comparing the results of field and document observation based on the General Guidelines (ISO 14004). If the adjustment is fully reached, it obtains a maximum value, and if the adjustment is not reached it means that it does not conform with the General Guidelines ISO 14004.
The illustration of Environmental Management System implemented by PT KRAKATAU STEEL which is accordance with the ISO 14001 standard can be seen at the following benchmarking table:
Based on the values, the average value is calculated as follows:
90% + 85% + 80% + 100% + 100%=91%
The obstacles and advantages that influence the ISO 14001 standard compliance are as follows:
1. The Environmental Policy clause.
Obstacles: The substance of environmental commitment and policy is not adequately communicated, due to lack of complete knowledge concern of the substance of Environmental Management System.
Advantaqes: if adequately communicated, it is expected that the "moral duty" of environmental commitment and policy will be deeply rooted, grow and develop as a way of life of each employee, environmental management in PT KRAKATAU STEEL will be established and improved continuously.
2. The clause of Planning.
a. Legal and other requirements.
Obstacles: Identification of legal and other requirements do not specifics details that has direct correlation to the company activity.
Advantages: If identification could be specified to the chapter, article and clause, it would be easier to assess compliance and to conduct investigations should any violation occur.
b. Environmental objectives and targets.
Obstacle: There are still many objectives and targets that are not clearly defined and quantitatively formulated.
Advantages; If the objectives and target are formulated quantitatively and defined clearly; it would be easier to measure its progress and evaluate its achievement.
3. The Implementation and Operation.
a. Structure and responsibility.
Obstacles: Some of the employees have still the perception that "environmental issues" are basically the duty and responsibility of the Industrial Environment Control Division.
Advantages: If such perception could be minimised, it can be expected that .the employees is concern could grow and develop to enable them proactively solve the environmental issues in their working area.
b. Training, awareness and competence.
Obstacles: Reminders and reiterations of environmental commitment and policy statement are not yet stipulated in procedures.
Advantages: If it is contained in the procedures, the substance of environment commitment and policy will be understood and inspiring, so that the awareness and competency of the employees towards the environmental will always be improved.
c. Communication.
Obstacles: -Procedures of environmental management are not yet intensively communicated.
Advantages: If it is intensively communicated, implementation and operation of the procedures will be more efficient.
d. Documentation.
Obstacles: The control operation procedure are not yet formulated in the handbook.Advantages: If it is included in the handbook, the implementation of operation control will be more consistent.
It can be concluded that based on the above description, there are seven obstacles which are not settled or constraints in the implementation of Environmental Management System in PT KRAKATAU STEEL. If these obstacles can be overcome, it will improve the quality of
Environmental Management System.
The implementation of Environmental Management System in PT KRAKATAU STEEL achieves for 91 % is the standards as set in ISO 14001. This value (91%) does not mean that environmental quality at PT KRAKATAU STEEL can be categorized as already good. It does also not assure that environmental management of PT KRAKATAU STEEL can be categorised as good.
To measure how far the implementation of Environmental Management System is successful in improving the quality of the environment, it is necessary to conduct a follow-up study focussing on the "evaluation of the Environmental Management Systems auditing". Until this study is completed, the evaluation of the Environmental Management System can only be limited to the compliance of its system which is the focus of this study to ISO 14001 guidelines.
E. Literature: 30 (1988-1996).
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistiandriatmoko
"Alat bukti elektronik telah diatur dalam Pasal 86 Undang-Undang Narkotika. Alat bukti elektronik tersebut selalu diandalkan pada setiap tingkatan peradilan, baik pada tingkat penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan di pengadilan. Kekuatan pembuktian alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah dapat dilihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat nomor 1094/Pid.Sus/2015 PN.JKT.BRT, 13 Nopember 2015 yang memvonis terdakwa Wong Chi Ping dengan hukuman mati dan putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta nomor 307/PID/2015/PT.DKI, 18 Januari 2016  juga telah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat tersebut. Alat bukti elektronik yang dijadikan pertimbangan Hakim dalam memutus perkara tersebut berasal dari berkas dakwaan Jaksa dan Jaksa mendapatkan dari berkas perkara penyidikan yang diajukan oleh Penyidik BNN. Legalitas penyidik BNN melakukan penyadapan untuk mendapatkan alat bukti elektronik diatur pada Pasal 75 huruf i Undang-Undang Narkotika.


Electronic evidence is provided in Article 86 of the Narcotics Act. Such electronic evidence is always relied upon at every level of the judiciary, whether at the level of investigation, prosecution or trial in court. The strength of proof of electronic evidence as a valid evidence can be seen in the Decision of West Jakarta District Court number 1094/Pid.Sus/2015/PN.JKT.BRT, 13 November 2015 which sentenced the defendant Wong Chi Ping to death sentence and appeal decision of DKI High Court Jakarta number 307/PID/2015/PT.DKI, January 18, 2016 has also strengthened the decision of West Jakarta District Court. Electronic evidence which the Judge takes into consideration in deciding the case comes from the indictment file of the Prosecutor and the Prosecutor obtained from the file of the investigation case filed by the BNN Investigator. Legality investigator BNN intercepts to obtain electronic evidence is set in Article 75 letter i Narcotics Ac

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistiandriatmoko
"Dalam suatu proses penyidikan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, fase penanganan awal merupakan fase yang paling krusial, karena merupakan fase yang sangat penting dalam menentukan “nasib” tersangka, apakah akan ditahan, direhabilitasi atau dibebaskan. Pada fase ini juga terjadi penggunaan diskresi yang paling intensif oleh Penyidik Polri, yaitu ketika Penyidik Polri menggunakan kewenangannya untuk mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab atau bertindak menurut penilaiannya sendiri sebagaimana diatur dalam KUHAP dan Undang-Undang Kepolisian. Berdasarkan hasil penelitian tahap pertama dengan menggunakan metode survei terhadap 124 Penyidik Polri, diketahui bahwa Penyidik Polri memang masih tidak konsisten dalam penggunaan kewenangan diskresinya. Setelah dilakukan penelitian tahap kedua dengan menggunakan metode empiris, diketahui bahwa penggunaan diskresi oleh Penyidik Polri hanya mempedomani ketentuan yang tertulis dalam KUHAP dan Undang-Undang Kepolisian, dan kurang mempedomani teori dasar diskresi sebagaimana dikemukan oleh para ahli hukum yang pada intinya menegaskan bahwa diskresi adalah merupakan ide atau gagasan tentang moral, yang letak kedudukannya ada pada zona abu-abu antara hukum dan moral, dalam penggunaan diskresi semestinya lebih mengutamakan pertimbangan moral daripada pertimbangan hukum, dan harus mendasarkan pada akal sehat serta itikad baik. Akibatnya, penggunaan diskresi oleh Penyidik Polri cenderung lebih mengejar kepastian hukum dari pada mewujudkan keadilan, lebih mengutamakan pertimbangan hukum dari pada pertimbangan moral, dan cara berpikirnya lebih berorientasi pada hukum positif dari pada hukum alam. Hal itulah yang diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya kelebihan hunian di Rutan dan Lapas di seluruh Indonesia. Ketika hasil penelitian empiris dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan metode normatif, diketahui bahwa pengunaan diskresi oleh Penyidik Polri dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari aspek hukum atau perundang-undangannya, aspek aparat penegak hukumnya, sarana pendukung penegakan hukumnya, maupun kondisi masyarakat dan budaya masyarakatnya. Oleh karena itu, agar penggunaan diskresi oleh Penyidik Polri dalam penyidikan tindak pidana penyalahgunaan narkotika menjadi lebih baik, maka perlu dilakukan upaya penataan ulang terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi tersebut.

In the process of investigating crimes of narcotics abuse, the initial handling phase is the most crucial phase, because it is a very important phase in determining the "fate" of the suspect, whether they will be detained, rehabilitated or released. In this phase, the most intensive use of discretion by the Indonesian National Police Investigators also occurs, namely when the Indonesian National Police Investigators use their authority to carry out other actions according to the law that are responsible or action according to their own judgment as regulated in the Criminal Procedure Code and the Police Law. Based on the results of the first stage of research using a survey methode of 124 National Police Investigators, it is known that Indonesian National Police Investigators are still inconsistent in the use of their discretionary authority. After carrying out the second stage of research using empirical methods, it was discovered that the use of discretion by Indonesian National Police Investigators only guided the provisions written in the Criminal Procedure Code and the Police Law, and did not follow the basic theory of discretion as put forward by legal experts who essentially emphasized that discretion is moral ideas, which are located in the gray zone between law and morals, in the use of discretion should prioritize moral considerations over legal considerations, and must be based on common sense and good faith. As a result, the use of discretion by Indonesian National Police Investigators tends to pursue legal certainty more than realizing justice, prioritizes legal considerations over moral considerations, and their way of thinking is more oriented towards legal positivism than natural law. This is thought to be one of the causes of excess in detentions and prisons throughout Indonesia. When the results of the empirical research were analyzed further using normative methods, it was discovered that the use of discretion by Indonesian National Police Investigators was influenced by various factors, such as legal or statutory aspects, aspects of law enforcement officers, supporting facilities for law enforcement, or the condition of society and the culture of the community. Therefore, in order for the use of discretion by Indonesian National Police Investigators in investigating crimes of narcotics abuse to be better, efforts need to be made to reorganize the various factors that influence this."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library