Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Surjanto
Jakarta: Progres, 2003
910.03 KAM (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Arjo Surjanto
Abstrak :
Masih tingginya preskripsi obat paten yang telah mempunyai generik di salah satu bagian Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin (RSHS) Bandung telah mendorong dilakukannya penelitian Beban Biaya Yang Timbul Akibat Ketidakpatuhan Pemberian Obat Generik Pada Pasien Rawat Inap di RSHS - Bandung Tahun 2001. Biaya ketidak-patuhan pemberian obat generik adalah biaya masyarakat yang tidak perlu yang menjadi ruang lingkup penelitian ini. Penelitian dilakukan selama bulan April sampai Juni 2002 dengan desain Comparative Non Eksperimental Study secara Ex Post Facto terhadap data sekunder pasien rawat inap di RSHS Tahun 2001. Sampel yang diambil sebanyak 323 buah dengan sumber data terdiri dari resep, kartu status, dan rekam medik tahun 2001. Hasil penelitian menyatakan bahwa beban biaya tambahan yang harus ditanggung pasien/keluarga pasien karena ketidak-patuhan pemberian obat generik secara financial mencapai Rp 10,6 juta atau 55,46% dari belanja obat pasien. Variabel lama kerja dokter dan keparahan penyakit ternyata merupakan variabel yang dominan yang mempengaruhi ketidak-patuhan pemberian obat generik. Estimasi biaya ini pada pasien rawat inap selama tahun 2001 mencapai Rp 13 miliar atau sekitar Rp 600 ribu per pasien rawat inap. Disarankan perlunya tambahan materi pengenalan obat generik bagi dokter maupun calon dokter serta melakukan trial klinik obat generik baik di universitas maupun di rumah sakit dengan melibatkan para dokter maupun calon dokter. Saran berikutnya adalah perlunya memberdayakan Permenkes nomor 085/MEN/KES/PER/I/1989 yaitu dengan memberikan penghargaan pada dokter yang patuh memberikan obat generik dan memberikan pembinaan pada dokter yang tidak patuh memberikan obat generik.
The heightening of branded medicine prescribing in one department of RSHS - Hasan Sadikin Central Public Hospital motivated the study of Cost Implication of Non-compliance of Generic Medicine Prescribing of Hospital Care Patient in Hasan Sadikin Central Public Hospital - Bandung 2001. The non-compliance cost implication of generic medicine prescribing is a community unnecessary cost that being this study scope. The study was carried out during April -- June 2002 on Comparative Non Experimental with Ex Post Facto Design to the secondary data of hospital care patients in RSHS - Bandung in 2001. The amount of sample is 323 consist of prescriptions, condition state cards of patient, and medical records. The result showed that the cost implication bad to be loaded by the patient or their family caused non-compliance of generic medicine prescription financially are Rp 10,6 million or 55,46% from their medicines cost. Physician length of work and severity of disease are dominant variables in influencing of non-compliance generic medicine prescribing. Estimation of the non-compliance cost on hospital care patient in 2001 reaches Rp 13 billion or about Rp 600 thousand per patient. Suggestion is having addition of genetic medicine introducing to both physicians and their candidates and its clinical trial in universities or hospitals. The further suggestion is law enforcing of Permenkes 085/MEN/KES/PER/I/1989 by giving reward to the doctors compliance generic medicine prescribing and pay attention to the others to establish compliance generic medicines prescribing.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T7785
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonardo Rudy Surjanto
Abstrak :
ABSTRAK
Rumah Sakit HUSADA (dahulu bernama Rumah Sakit "Jang Seng Ie") yang terletak di Jalan Raya Mangga Besar 137-139 merupakan salah satu rumah sakit tertua di Jakarta yang didirikan pada tanggal28 Desember 1924 oleh Dr. Kwa Tjoan Sioe dengan tujuan membantu masyarakat miskin yang membutuhkan pertolongan khususnya dalam bidang kesehatan. Dalam perkembangannya sejalan dengan tujuan sosial dari pendiri, Rumah Sakit HUSADA menjadi sebuah Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (IPSM) dibawah naungan Perkumpulan HUSADA sebagai suatu organisasi nirlaba. Kedudukan Rumah Sakit HUSADA sebagai Rumah Sakit Umum Pusat II wilayah Jakarta Pusat bagian Utara memegang peranan penting dalam fungsi dan tugas rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan dalam sistem kesehatan nasional.

Dengan kapasitas sejumlah 530 (lima ratus tiga puluh) tempat tidur dan 164 diantaranya diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu, Rumah Sakit HUSADA mencoba menerapkan sistem subsidi silang dalam penetapan tarif ruang perawatan rawat inap. Namun berdasarkan perhitungan tarif dan unit cost dari setiap kelas ruang perawatan tersebut diperoleh hasil bahwa pihak rumah sakit mengalami kerugian mencapai Rp 3 milyar per tahun. Artinya pendapatan dari tarif yang dikenakan kepada pasien tidak dapat menutup biaya operasional atas ruang perawatan rawat inap tresebut. Keadaan ini jelas tidak sehat bagi suatu organisasi terlebih dengan semakin minimnya sumbangan dari kaum dermawan ataupun pemerintah yang diterima oleh rumah sakit, hal ini jelas akan menyebabkan terhentinya kegiatan operasional pada suatu ketika pada saat rumah sakit tidak mampu lagi menutup defisit keuangan yang terjadi terus menerus.

Break even analysis terhadap jumlah hari rawat maupun tingkat pengisian tempat tidur (BOR) serta tarif dibutuhkan untuk mengetahui secara pasti titik impas (break even). Dengan mengetahui break even point (BEP) tersebut maka hasil tersebut dapat dijadikan acuan guna mengurangi kerugian yang timbul dengan berusaha meningkatkan jumlah pasien maupun penyesuaian tarifruang perawatan rawat inap sampai pada tingkat tertentu. Perhitungan BEP tarif baik pada kondisi saat ini (BOR rata-rata 60%) maupun skenario BOR rata-rata 50%, 70%, 80%, dan 90% dibuat sebagai asumsi dalam analisis.

Pada kenyataannya penetapan tarif tidak hanya berdasarkan unit cost semata tetapi juga harus memperhatikan marked based atau tarif rumah sakit swasta lain, sehingga tarif yang ditetapkan merupakan tarif yang kompetitif dan juga berada dalam aturan-aturan yang dibuat oleh Kanwil Depkes DKI Jakarta. Berdasarkan 3 (tiga) alternatifyang dibuat dengan memperhatikan situasi pesimis (BOR 50%), situasi normal (BOR 60%) serta situasi optimis (BOR 70%) diperoleh 3 macam tarifyang disarankan untuk ditetapkan oleh rumah sakit berdasarkan situasi yang diproyeksikan.

Kesimpulan yang dapat ditarik adalah perlu adanya penyesuaian tarif ruang perawatan rawat inap di Rumah Sakit HUSADA sesuai dengan hasil analisis yang dilakukan guna mengurangi tingkat kerugian yang di alami saat ini dan dapat menjalankan konsep subsidi silang serta meningkatkan efisiensi penggunaan tempat tidur agar dapat menekan unit cost serendah mungkin.
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rianti Surjanto
Abstrak :
Keletuk sendi merupakan gejala klinis yang banyak dijumpai pada penderita disfungsi sendi temporo-mandibula. Radiografi merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi letak kondilus sendi temporo-mandibula. Pada penelitian ini, digunakan proyeksi transkranial miring lateral superior dengan menggunakan condy-ray. Foto rontgen yang didapat diperbesar 4x, kemudian dibuat tracing. Pada hasil tracing dilakukan pengukuran. Dari penelitian pada 30 pasien dengan gejala keletuk sendi terlihat posisi kondilus kanan atau kiri adalah non konsentris dan kemungkinan pergeseran posisi kondilus kanan atau kiri kea rah anterior atau posterior adalah sama (Chi kuadrat p kurang dari 0,05). Hasil yang didapat dari penelitian ini, menunjukkan adanya perbedaan letak kondilus pada kasus disfungsi dengan dan tanpa gejala keletuk sendi (uji fisher p kurang dari 0,05).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library