Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Susanti Herlambang
"ABSTRAK
Banyak pimpinan perusahaan memandang uang sinonim dengan motivasi dan uang digunakan sebagai suatu resep untuk mengatasi permasalahan-permasalahan dibidang motivasi kerja.
Whyte (dikutip dari Saul W. Gellerman, 1984) menunjukkan, bahwa selama berpuluh-puluh, bahkan beratus ratus tahun uang dipandang sebagai satu-satunya pertimbangan yang dipikirkan oleh para karyawan dan bahwa manusia mencurahkan tenaga dan waktunya bukan tanpa perhitungan akan imbalan-imbalan yang kelak diterimanya sebagai hasil tindakannya. Bahkan ada orang-orang tertentu yang bereaksi terhadap uang lebih daripada yang lain. Lalu apakah makna uang tersebut bagi masing masing individu, sehingga mereka bersedia menghabiskan sebagian besar waktu, tenaga dan pikiran mereka untuk mengumpulkannya ? Mungkin jalan pintas yang terbaik untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah dengan bertanya secara langsung kepada para karyawan mengenai makna uang bagi mereka.
Lawler (1971) berdasarkan pengumpulan hasil-hasil penelitian yang dilakukannya menemukan hampir duapertiga laporan menilai uang menduduki satu diantara tiga insentif kerja yang terpenting. Jumlah rata-rata jenis jenis insentif yang diteliti adalah 12 dan dalam salah satu dari penelitiannya tersebut Lawler menjumpai bahwa hanya dua dari 49 karyawan yang menjadi subyek penelitian menempatkan uang pada nomor urut di bawah 6.
Hampir satu diantara 4 karyawan tersebut menempatkan uang pada nomor urut 1 dan pada waktu ditanya secara langsung, mereka mengakui bahwa uang sangat penting sebagai suatu insentif kerja.
Mungkin tidak ada topik lain dalam manajemen organisasi kerja yang lebih banyak diperdebatkan, lebih dipertentangkan dan lebih banyak menimbulkan salah paham, selain uang. Sebabnya tidak sukar dipahami. Uang/imbal an uang merupakan pas biaya yang penting bagi organisasi.
Di Indonesia, riset mengenai makna uang bagi para karyawan dan kondisi-kondisi yang mempengaruhinya masih sangat sedikit. Lagipula hal ini merupakan masalah yang sangat peka. Justru karena hal ini amat peka, maka sukar mendapatkan jawaban yang tepat berdasarkan perumusan dan data yang ketat, yang diterima umum.
Buku-buku, tulisan-tulisan dan seminar-seminar mengenai pertumbuhan organisasi seringkali hanya sedikit sekali membicarakan makna psikologis uang bagi para karyawan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan utama mereka, sehingga uang mampu mempengaruhi perilaku karyawan serta menentukan keefektifan organisasi.
Sekilas pandang sukar untuk menerangkan mengapa segi keorganisasian yang demikian penting tersebut tidak mendapat perhatian lebih banyak. Bagaimanapun juga, segi uang/imbalan uang dapat mempengaruhi , keefektifan organisasi dan dapat memainkan peranan penting dalam mengendalikan perilaku para karyawan. Dengan demikian perlu mendapat perhatian dalam upaya pertumbuhan organisasi. Uang merupakan segi yang lebih bersifat materialistis diantara sekian alasan mengapa orang bekerja. Dan untuk sebagian orang, mencari uang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusiawi yang lebih rendah tingkatnya. Namun banyak profesional dibidang pengembangan organisasi merasa segan untuk membicarakan tentang pengimbalan uang, bila penekanannya hanya semata-mata dari segi keuntungan atau kerugian ekonomis saja serta memandang kerja semata-mata untuk mencari uang. Sebab manusia bukan hanya makhluk ekonomis, melainkan juga makhluk sosial--psikologis yang kompleks. Para ahli tersebut menginginkan segi kemanusiaan lebih memperoleh perhatian di tempat-tempat kerja (Lawler, 1983)."
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susanti Herlambang
"Disertasi ini mengetengahkan masalah dinamika kognitif dan pola-pola tingkah Iaku dalam kehidupan ekonomi orang-orang miskin pada tingkat individual berkenaan dengan usaha penanggulangan masalah kemiskinan di indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan untuk memahami faktor-faktor di Iuar faktor ekonomi yang menyebabkan kegagalan orang-orang miskin tersebut dalam menanggapi dan memanfaatkan usaha pemerintah untuk meningkatkan atau memperbaiki kehidupan ekonomi mereka.
Dari pengamatan terhadap bermacam-macam usaha pemerintah dibantu pihak swasta untuk memperbaiki kehidupan ekonomi atau meningkatkan kesejahteraan ekonomi penduduk miskin di indonesia, yang belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan, maka timbul pertanyaan, mengapa kelompok orang-orang miskin ini seakan-akan sulit untuk diajak bekerja sama memperbaiki nasibnya sendiri.
Dari tinjauan psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai ekspresi kondisi kejiwaan manusia pelakunya, maka salah satu aspek yang menjadi perhatian dalam masalah kemiskinan adalah dinamika kognitif dan pola-pola tingkah laku orang-orang miskin tersebut dalam kehidupan ekonomi. Yang menjadi dasar pertimbangan adalah masalah kemiskinan tidak akan dapat diatasi bila orang-orang miskin tersebut hanya menjadi obyek yang pasif, sehingga malah menciptakan ketergantungan. Kemampuan dan kemauan kelompok masyarakat miskin ini untuk menjawab dan berperan serta dalam program-program penanggulangan kemiskinan perlu dikembangkan.
Banyak yang belum diketahui mengenai keanekaragaman dinamika kognitif dan pola-pola tingkah laku bermacam-macam kelompok masyarakat miskin di Indonesia dalam kehidupan ekonomi, faktor-faktor yang mempengaruhinya serta dinamika terbentuknya.
Hal ini tetap tidak akan diketahui selama penelitian mengenai dinamika kognitif dan pola-pola tingkah laku berbagai kelompok masyarakat miskin dalam kehidupan ekonomi, faktor-faktor yang mempengaruhinya serta dinamika terbentuknya tidak dikembangkan secara sistematik dan spesitik untuk masing-masing daerah dengan masing-masing kondisinya. Sebab hal ini berkaitan erat dengan pola-pola kehidupan dan kegiatan mereka sehari-hari yang merupakan perpaduan pengaruh sekelompok faktor-faktor ekologis, sistem pencarian nafkah, sistem sosial-budaya, sistem individual dan sistem inter-individual.
Studi semacam ini penting untuk dilakukan atau dikembangkan, agar dapat dikemas paket-paket strategi penanggulangan masalah kemiskinan yang sesuai untuk masing-masing daerah, karena seringkali kemampuan kelompok masyarakat ini untuk menjawab tantangan keadaan sangat terbatas serta memerlukan bantuan dengan strategi khusus.
Landasan teoritis yang digunakan dalam Studi ini adalah teori analisis kebudayaan subyektif dari Harry C. Triandis. Melalui teori ini peneliti bermaksud menjelaskan terbentuknya variasi-variasi ekspresi dari dinamika kognitif dan pola-pola tingkah laku dalam kehidupan ekonomi seorang individu dengan pendekatan sistem atau dalam istilah psikologis disebut pendekatan interaksionis. Dengan teori ini, perkembangan dan variasi-variasi dinamika kognitif dan pola-pola tingkah Iaku dalam kehidupan ekonomi sekelompok orang-orang miskin dianalisis dalam konteks iingkungan ekologis, sosial, budaya dan ekonomi yang mengelilingi sistem individual dari para subyek penelitian ini.
Secara umum tujuan penelitian ini adalah menjelaskan dinamika kognitif dan pola-pola tingkah laku dalam kehidupan ekonomi orang-orang miskin dan memahami peranan faktor-faktor lain di luar faktor ekonomi yang dapat menyebabkan kegagalan orang-orang miskin ini memperoleh manfaat dari usaha-usaha pemerintah maupun masyarakat untuk meningkatkan kehidupan ekonomi mereka.
Studi ini juga diharapkan melengkapi studi mengenai masalah kemiskinan yang umumnya Iebih bersifat ekonom,. karena memperlihatkan dimensi kemanusiaan lainnya dalam kacamata yang obyektif. Pertimbangan sosiai psikologis yang dipandang dari sudut ekonomi, merupakan faktor-faktor yang tidak rasional, tetapi mempunyai pengaruh penting dalam program penanggulangan masalah kemiskinan dan merupakan bantuan bagi ekonom.
Subyek dalam penelitian ini adalah orang-orang miskin Desa Parungsari, Kecamatan Telukjambe, Kabupaten Kerawang, Jawa Barat yang telah dua generasi atau Iebih hidup daiam kemiskinan, pria, kepala keluarga, suku Sunda, beragama Islam dan berusia antara 25 - 55 tahun.
Lingkup dan sifat studi ini adalah studi psikologis dan analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif yang seringkati juga disebut sebagai pendekatan humanistik, Karna dalam pendekatan ini, cara hidup, cara pandang atau ungkapan emosi dari subyek penelitian mengenai suatu gejala yang ada dalam kehidupan merka justru yang digunakan sebagai data.
Teknik pengumpulan yang digunakan adalah pengamatan terlibat, pengamatan, wawancara dengan pedoman, Studi kasus dan memanfaatkan data sekunder.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat kualitatif. Pertama-tama jawaban-jawaban dan bukti-bukti yang diperoleh dari para subyek penelitian dan atau informan Serta hasil pengamatan peneliti diinterpretasikan dan dianalisis dengan mengacu pada konsep-konsep kebudayaan kemiskinan yang dikemukakan oleh Oscar Lewis, untuk melihat apakah orang-orang miskin di desa Parungsari ini telah mengembangkan kebudayaan kemiskinan. Kemudian analisis tahap kedua dilakukan dengan terlebih dahulu memilah-milah dan mengelompokkan jawaban-jawaban orang-orang miskin tersebut sesuai dengan tema-tema tingkah Iaku dalam kehidupan ekonomi, yakni tingkah Iaku dalam pemupukan modal, tingkah laku dalam peningkatan populasi, tingkah laku dalam pembagian kerja dan tingkah Iaku kewirausahaan.
Kemudian hasil pengelompokkan tersebut dianalisis dalam rangka menemukan dan menjelaskan dimensi-dimensi dinamika kognitif dan pola-pola tingkah laku mereka dalam kehidupan ekonomi pada tingkat individual.
Dari hasil Studi ini disimpulkan bahwa sebagai reaksi dari kemiskinan yang dideritanya selama dua generasi atau lebih, orang-orang miskin Desa Parungsari mengembangkan nilai-nilai, sikap-sikap dan pola tingkah laku yang menjadi ciri-ciri masyarakat yang berkebudayaan kemiskinan.
Profil dari kebudayaan kemiskinan yang mereka perlihatkan pada tingkat individual adalah kuatnya perasaan tidak berharga, tidak berdaya, ketergantungan, rasa rendah diri, sikap fatalisme dan tingkat aspirasi yang rendah, ciri-ciri lain dari kebudayaan kemiskinan yang dijumpai pada orang-orang miskin Desa Parungsari adalah perasaan tidak berguna serta kuatnya orientasi pada masa kini. Hal ini selanjutnya mempengaruhi dan membentuk dinamika kognitif mereka, yakni seluruh organisasi psikologis di dalam diri mereka, yang tercermin dalam perhatian, keputusan-keputusan, perasaan-perasaan, penilaian-penilaian, pemecahan masalah dan banyak lagi aspek-aspek lalnnya. Dengan mempengaruhi kognisi dan dinamikanya, maka berarti kebudayaan kemiskinan yang dialami orang-orang miskin Desa Parungsari juga mempengaruhi kebudayaan subyektif mereka, karena kognisi juga meliputi kebudayaan subyektif serta banyak konsep-konsep Iainnya.
Pada tingkat keluarga, masyarakat Desa Parungsari tidak memiiiki sistem kekerabatan atau klan, yang ada hanya nilai-nilai persaudaraan dan kekeluargaan yang berfungsi sebagai perekat diantara saudara sekandung, saudara tiri, sanak saudara serta tetangga, yang dewasa ini sudah mulai berkurang, bentuk-bentuk solidaritas yang hanya diucapkan, tetapi jarang dilakukan dalam bentuk tindakan diantara kerabat, sebab seringkali terjadi perebutan harta warisan dan saling tipu diantara sesama saudara yang disebabkan oleh keterbatasan dan ketergantungan mereka pada harta warisan untuk mencapai suatu keberhasilan di bidang ekonomi.
Kesimpulan Iain yang diperoleh melalui penelitian ini adalah pandangan yang berpendapat, bahwa orang-orang miskin senantiasa hidup dalam kemiskinan, karena mereka adalah orang-orang yang sederhana, masa bodo, males dan tidak dapat dipercaya adalah tidak sepenuhnya benar. Mereka mungkin tidak pandai, tetapi bukan orang-orang yang masa bodo dan tidak mau meningkatkan pengetahuannya.
Sebagai konsekwensi dari kebudayaan kemiskinan yang membelenggunya, maka cara orang-orang Desa Parungsari memecahkan persoalan-persoalan hidupnya pada umumnya Iebih berdasarkan kebiasaan, sehingga tidak merupakan cara bertikir yang segar serta seringkali tidak dapat memberi pemecahan pada persoalan-persoalan yang baru. Hal ini walaupun berguna untuk penyesuaian dirinya dengan lingkungannya (ekologis, sosial, budaya dan psikologis), namun sering merintangi mereka menemukan dan menciptakan suatu cara pemecahan yang baru. Pada orang-orang miskin Desa Parungsari dijumpai, bahwa kebiasaan cenderung menggantikan peranan pengamatan, penyerapan pelajaran dari hal-hal yang baru, pemikiran yang benar dan baru, tanpa susah payah.
Pendapat-pendapat yang mereka kemukakan juga Iebih didorong oleh peniruan (imitasi). Tampaknya sebagian besar dari kesimpulan dan jawaban atas berbagai persoalan yang mereka hadapi dalam bidang-bidang kehidupan ekonomi, mereka hadapi dengan cara imitasi tersebut.
Secara khas, pada orang-orang miskin Desa Parungsari, tingkah laku untuk mengatasi kesulitan ekonomi Iebih ditentukan oleh faktor penentu ekstemal (adanya contoh-contoh dan bantuan dari orang Iain). Umumnya tingkah laku mereka dalam kehidupan ekonomi merupakan reaksi atas suatu keadaan yang memaksa, suatu persoalan atau kebutuhan yang harus diatasi atau dipenuhi melalui perubahan tingkah laku dalam kehidupan ekonomi.
Dalam menghadapi masa depan, pikiran dan pendapat mereka Iebih berpusat pada tujuan yang ingin dicapainya daripada cara-cara untuk mencapai nya.
Walaupun orang-orang miskin ini tidak memiliki perasaan mampu atau dapat mengandalkan diri sendiri, keyakinan diri, rasa percaya diri sendiri, rasa keberhasilan, rasa mampu, rasa patut dihormati serta prestise, namun untunglah mereka belum kehilangan semangat juangnya dan menjadi apatis. Pada generasi yang Iebih tua (>35 tahun) memang mengalami rubrikasi dalam berfikir, yang antara Iain tampak dari sulitnya mereka menyerap hal-hal baru atau memberi bentuk baru, sehingga persoalan baru diletakan dalam pola yang sudah dikenal dan bukan sebagai hal baru. Mereka membutuhkan jawaban yang siap pakai untuk pemecahan masalahnya.
Dalam kasus kemiskinan di Desa Parungsari, faktor manusia (kemampuan kognisi dan pola-pola tingkah laku orang-orang miskin ini dalam kehidupan ekonomi) memegang peranan penting, sehingga mereka tidak mampu mengambil manfaat dari usaha-usaha pemerintah untuk menanggulangi masalah kemiskinan meialui program Inpres Desa Tertinggal dan pelatihan keterampilan kerja yang diselenggarakan oleh Departemen Tenaga Kerja. Mereka juga tidak mampu memetik keuntungan dari perkembangan daerah-daerah industri di sekitar desanya Dari hasil studi ini, maka untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi orang-orang miskin Desa Parungsari disarankan:
(1) Strategi untuk menolong mereka harus merupakan perpaduan antara pendekatan yang bersifat pertanian dan non pertanian, dan dengan memanfaatkan interaksi desa-kota, yakni perkembangan daerah industri yang ada di Kabupaten Kerawang dan Bekasi;
(2) Kehidupan mereka hanya dapat ditingkatkan, bila keterampilan dan pendidikan mereka juga ditingkatkan. Hal ini merupakan syarat yang tidak dapat ditawar bila mereka diharapkan dapat turut memetik manfaat dari perkembangan wilayahnya yang sebagian telah berubah menjadi kawasan industri modern. Hal ini juga untuk membendung masuknya pendatang dari daerah Iain yang Iebih maju, yang ingin memanfaatkan perkembangan industri di Kabupaten Kerawang dan Bekasi, sedangkan para penduduk aslinya terdesak;
(3) Untuk jangka panjang, pendidikan juga memiliki nilai ekonomi yang menentukan bagi warga Desa Parungsari ; Oleh karena itu, dalam konteks Desa Parungsari, kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi anak-anak dan remajanya harus diupayakan, sehingga memperluas akses mereka ke Iapangan kerja;
(4) Menggunakan pendekatan atau strategi yang berorientasi pada supply dan demand, sebab orang-orang miskin ini tetap diragukan akan mampu untuk bersaing dengan individu-individu Iain;
(5) Pertama-tama harus diteliti dan didata terlebih dahulu sampai sejauhmana orang-orang miskin Desa Parungsari yang umumnya memperoleh nafkah dari sektor pertanian dan sektor-sektor informal tersebut dapat dialihkan dan diserap dalam kegiatan di luar pertanian serta berapa jumlahnya yang dapat dipekerjakan sebagai tenaga produktif di luar sektor pertanian. Sebab tanah pertanian yang tersedia sudah makin berkurang, sehingga kelompok penganggur dan penganggur terselubung bertambah;
(6) Langkah berikutnya adalah menumbuhkan hasrat dari orang-orang miskin tersebut untuk memperoleh perbaikan di bidang ekonomi atau kemajuan tingkat kesejahteraan hidup dengan mengembangkan ketabahan dan kesediaan untuk menerima segala konsekwensi dari hasrat untuk maju tersebut;
(7) Kemampuan produktif dan kelenturan orang-orang miskin Desa Parungsari untuk menghadapi perubahan ekonomi dan peristiwa-peristiwa sosial yang cepat juga harus dikembangkan pada semua tingkat usia dan pendidikan, dan diantara semua kelompok bila ingin meningkatkan daya saing mereka;
(8) Penanganan yang dilakukan hendaknya terpadu dengan memanfaatkan perkembangan daerah industri yang ada di dekat Desa Parungsari, bersifat multi-level, yakni meliputi penanganan kepala keluarga, istri dan anak-anak mereka serta dengan memanfaatkan multi-media. Pendekatan yang dilakukan harus bersifat komprehensif dan dalam pelaksanaannya berperan saling melengkapi;
(9) Harus diupayakan secara intensif untuk menyediakan pendidikan dasar secara umum. Sekurang-kurangnya kemampuan membaca dan berhitung adalah suatu pra-kondisi untuk menjadi orang-orang yang produktif dan adaptif, yang dapat mereka gunakan untuk membantu penyesuaian dirinya terhadap perubahan-perubahan di Iuar desanya;
(10) Meningkatkan pendidikan menjadi Iebih penting lagi, terutama untuk memutus belenggu dan mencegah kebudayaan kemiskinan diturunkan ke generasi-generasi berikutnya;
(11) Dalam upaya meningkatkan kehidupan ekonomi mereka ke tingkat yang Iebih baik dari keadaannya sekarang, maka perlu juga dikembangkan sifat mobilitas dari orang-orang miskin ini, baik secara vertikal maupun horisontal."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library